MODUL KADERISASI DAN GERAKAN KOPRI
![]() |
Tim Penyusun:
UYUNUL MAUIDLOH
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat serta hidayahNya sehingga kami tim penyusun bisa
menyelesaikan “Modul Kaderisasi dan Gerakan KOPRI”. Modul ini disusun sebagai
produk yang sengaja dibuat tindak lanjut dari Workshop Kaderisasi dan Gerakan
KOPRI yang diselenggarakan oleh PC KOPRI Kota Malang pada tanggal 30, 31 Maret
dan 1 April 2012. Workshop ini dihadiri oleh perwakilan
dari setiap KOPRI komisariat dilingkungan PC PMII Kota Malang.
Tujuan
dari penyusunan Modul ini adalah sebagai pedoman dan
acuan model kaderisasi kader putri. Mengingat kondisi kader putri dalam
berorganisasi memiliki sistem dan kaderisasi yang berbeda, kuantitas kader
putri yang semakin tinggi jenjang struktural di PMII semakin sedikit. Hal ini
menjadi keresahan bersama ketika dengan uantitas yang banyak, kualitas masih
dipertanyakan.
Secara
garis besar modul ini terdiri dari lima bab.
1.
Bab I Pendahuluan membahas tentang sejarah gerakan perempuan,
mahasiswa dan organisasi, kondisi mahasiswa putri, serta motivasi dan minat
organisasi mahasiswa. Pada bab I
bertujuan untuk mempelajari kembali sejarah gerakan perempuan sebagai
semangat motivasi gerakan KOPRI untuk kedepan.
2.
Bab II ke-KOPRI-an membahas tentang
sejarah KOPRI, Keorganisasian KOPRI, NKK dan Panca Norma KOPRI. Pada bab ini
menjadi sumber informasi produk-produk hukum PMII yang berkaitan dengan KOPRI,
nilai-nilai yang harus diinternalisasi dalam diri kader putri sehingga menjadi
sosok profil kader putri PMII yang mempunyai karakter berbeda dengan gerakan
perempuan yang lain.
3.
Bab III Sistem Kaderisasi putri membahas
tetang pandangan umum pengkaderan putri, problem solving pengkaderanputri,
strategi dan pola rekrutmen, strategi pendampingan, pengkaderan formal, non
formal, dan non formal. Pada bab ini dibedah strategi pengkaderan kader putri
dan tawaran sistem dan jenjang pengkaderan khusus kader putri.
4.
Bab IV Gerakan KOPRI membahas tentang
strategi gerakan KOPRI dan Penguatan Jaringan.
5.
Bab V Penutup, terdiri dari kesimpulan
dan saran.
Modul ini semoga
bermanfaat bagi KOPRI nusantara khususnya KOPRI Kota Malang. Kami tim penyusun
menyadari bahwa dalam penulisan modul ini masih ada kekurangan. Kritik dan
saran dari pembaca sekalian sangat diharapkan untuk perbaikan modul ini
kedepan.
Malang, 10 Mei 2012
Tim Penyusun
|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Sejarah Gerakan Perempuan
A.1. Sejarah Gerakan Perempuan Di
Dunia
Sejarah
telah mencatat bahwa kaum perempuan mengalami kenyataan pahit dari zaman dahulu
hingga sekarang ini. Mereka dinilai sebagai kaum yang tidak berdaya, lemah dan
selalu menjadi second class. Berbagai bentuk diskriminasi dan perlakuan
yang tidak adil diderita oleh kaum perempuan. Perempuan kemudian mencoba
berjuang untuk mendapatkan hak mereka sebagai manusia. Mulai dari hal yang
sangat kecil, yaitu diskriminasi di lingkungan keluarga hingga berbagai
permasalahan lainnya yang lebih makro seperti politik, ekonomi dan isu yang
lain.
“Kami tidak meminta untuk
diistimewakan atau berusaha merebut kekuasaan tertentu. Yang sebenarnya kami inginkan adalah sederhana, bahwa, mereka mengangkat
kaki mereka dari tubuh kami dan membiarkan kami berdiri tegap sama seperti
manusia lainnya yang diciptakan Tuhan”. (Sarah Grimke, 1837)
Statemen
Sarah Grimke yang pernah dijadikan salah satu awal pijakan gerakan perempuan
pada zamannya. Tercatat bahwa awal gerakan perempuan di dunia pada tahun
1800-an . Ketika itu para perempuan menganggap ketertinggalan mereka disebabkan
oleh kebanyakan perempuan masih buta huruf, miskin dan tidak memiliki keahlian.
Dibawah ini akan dijelaskan beberapa gerakan perempuan diberbagai belahan Dunia
:
1. Amerika
Gerakan
perempuan di Amerika mulai muncul di pertengahan abad ke-19. Emansipasi dalam
hal persamaan hak serta penghapusan diskriminasi terhadap kaum perempuan
menjadi tuntutannya. Tuntutan inilah yang kemudian menjadi dasar dari gerakan
perempuan yang pada masa kini dikenal dengan feminism.
Pada
tahun 19-20 Juli 1848, sebuah konvensi diadakan oleh Lucretia Mott dan
Elizabeth Cady Stanton. Konvensi ini membahas tentang hak sosial, sipil, dan
agama kaum perempuan. Konvensi ini juga yang kemudian menghasilkan satu
deklarasi yang dikenal sebagai “The Declaration Of Sentiment”. Dari
konvensi ini, usaha mereka kemudian berlanjut dengan membentuk National
Women Suffrage Association (NWSA) yang mengajukan amandemen pada kontribusi
untuk hak suara bagi kaum perempuan. Dalam waktu yang bersamaan, sebuah wadah
lainnya terbentuk dengan nama American Women Suffrage Association (AWSA).
Tujuan mereka sebetulnya sama, yaitu memperjuangkan hak suara bagi kaum
perempuan untuk ikut memilih dalam pemilihan umum.
Selain
memperjuangkan hak suara, geraka perempuan Amerika pada masa itu mulai
bergabung dengan organisasi-organisasi sosial, walaupun anggotanya masih
berasal dari kalangan kelas perempuan menengah keatas.
Perkembangan-perkembangan ini diikuti oleh munculnya berbagai kelompok
perempuan yang mengangkat berbagai hal. Pada tahun 1874, dibentuk The Women
Trade Union League dan The Women Temperance Union. Mereka merupakan
gerakan anti minuman keras. Kemudian pada tahun 1894, berdiri sebuah organisasi
General Federation Of Women (GFW) di Amerika. GFW ini memperjuangkan
berbagai permasalahan yang ada ditengah masyarakat. Tidak sebatas hanya pada
permasalahan diskriminasi terhadap perempuan saja, tetapi juga kehidupan remaja dan masalah perburuhan serta berbagai
permasalahan sosial lainnya.
Seiring
dengan memasuki abad ke-20, gerakan perempuan di Amerika mulai menjalin
kerjasama dengan gerakan perempuan lainnya. Kerja sama ini dilakukan untuk
saling memperkuat perjuangan mereka. Salah satu kemenangan dilakukan untuk
saling memperkuat perjuangan mereka. Salah satu kemenangan kecil kaum perempuan
di Amerika pada awal abad ke-20 adalah diterimanya amandemen XIX. Amandemen
tersebut merupakan amandemen terhadap UU yang menjamin hak suara bagi semua orang
dewasa tanpa membedakan jenis kelaminnya. Kondisi kehidupan yang tertekan dapat
menumbuhkan kesadaran kaum perempuan terhadap kemampuannya.
Kesadaran
akan persamaan kemampuan perempuan dan laki-laki mulai muncul pada tahun 1940.
Kesadaran ini berangkat dari terjadinya perang Dunia II. Dimana pada waktu itu
lebih dari 6 juta perempuan harus bekerja di berbagai sektor yang selama ini
dikerjakan oleh laki-laki. Momen ini membuat mereka menyadari bahwa mereka juga
mampu bekerja di berbagai sektor yang selama ini didominasi oleh kaum laki-laki.
Sekitar
tahun 1970, isu gerakan perempuan berkembang dan mulai maju selangkah. Mereka
mengangkat permasalahan diskriminasi seksual yang terjadi pada kaum perempuan.
Gugatan akan persamaan hak hak dan keadilan sosial bagi perempuan tidak
berjalan sendiri, seiring dengan hal itu Martin Luther King Jr., sedang
memperjuangkan penghapusan diskriminasi rasial di Amerika. Akhirnya mereka
kemudian melakukan desakan bersama dan mendapat dukungan yang sangat besar dari
masyarakat Amerika. Akibat desakan tersebut, kongres Amerika mengeluarkan satu
rancangan UU, yaitu Equal Rights Amandement (ERA). Sayangnya, dalam
perjuangannya ERA gagal menjadi amandemen karena tidak mencapai 2/3 suara dari
35 Negara.
2. Cile
Baru
pada awal tahun 1900, gerakan perempuan di Cile mulai terlihat. Gerakan feminis
yang terjadi di Amerika dan Eropa Barat turut mempengaruhi ide dan konsep dari
gerakan perempuan di Cile pada masa tersebut. Kemudian dalam perkembangannya
terdapat 2 model gerakan yang berkembangan.
Pertama,
gerakan perempuan yang memperjuangkan hak pendidikan bagi kaum perempuan.
Gerakan ini sangat dipengaruhi oleh pemikiran dari Amerika dan Eropa serta
bergerak di bidang politik. Model gerakan pertama ini pada tahun 1919
mendirikan sebuah partai politik, yaitu El Partindo Civico Femenino.
Pada mulanya, gerakan ini hanya diikuti oleh perempuan kelas atas. Namun dalam
perkembangannya kira-kira pada tahun 1920-an, banyak masyarakat menengah yang
menjadi anggotanya.
Kedua,
gerakan perempuan proletariat. Rata-rata anggota gerakan ini berasal dari
berbagai kalangan militant, anggota serikat buruh, istri kalangan pekerja, buruh
tani, atau buruh tambang. Beberapa kolompok diantaranya merupakan bagian dari
partai politik yang berhaluan kiri. Pada pertengahan 1930, mereka mendirikan gerakan
untuk Emansipasi Perempuan Cile (Movimiento Pro Emancipation De La Mujer
Chilena). Pada tahun 1945. Mereka kemudian mendirikan partai feminis
pertama di Cile. Salah satu tuntutan mereka adalah hak pilih universal dan
usaha tersebut berhasil.
Seiring
dengan terjadinya kudeta militer yang dilakukan oleh Jendral Phinochet pada
1973, gerakan perempuan di Cile juga mengalami kehancuran. Pemerintah Cile
mengeluarkan berbagai kebijakan yang merugikan kaum perempuan yaitu ideologi
tradisional “menjadi ibu” (Motherhood) digalakkan. Pemerintah menghambat
kaum perempuan untuk terjun dalam dunia kerja dan politik dengan berbagai cara.
Mulai dari Undang-undang yang diskriminatif hingga berbagai cara lainnya.
Gerakan perempuan ternyata dimanfaatkan dengan baik oleh rezim otoriter.
Pemerintahan kemudian membentuk berbagai kelompok perempuan yang tidak lain
bertujuan untuk mengontrol kegiatan kaum perempuan diberbagai sector. Salah
satunya adalah Centros De Madres (CEMas). Kemudian untuk perempuan
sipil, dibentuk Secretaria National De Lamujer (Sekertariat Nasional
untuk Perempuan). Langkah ini benar-benar sangat efektif untuk rezim otoriter.
Tindakan
pengekangan terhadap masyarakat di Cile dan meningkatkan krisis ekonomi yang
dialami oleh pemerintahan Cile yang menimbulkan perlawanan. Perjuangan kaum
perempuan di Cile jika dilihat dari isu yang diangkat terbagi atas 3 gerakan. Pertama,
menyoroti tentang permasalahan sosial ekonomi Cile. Krisis ekonomi paling
dirasakan kaum miskin kota, terutama kalangan kaum perempuan. Kedua,
gerakan Hak Asasi Manusia (HAM). Gerakan ini dapat dikatakan muncul dikarenakan
rezim militer dibawah pimpinan Pinechet yang melakukan penghilangan paksa
tersebut membentuk Agrupacion De Familiares De Detenidos Desperacidos
(Asosiasi Keluarga Tahanan Dan Orang Hilang).
Mulai
awal tahun 1980-an hingga saat ini, gerakan perempuan mulai mengangkat
permasalahan diskriminasi dan ketidaksetaraan gender. Beberapa kelompok
perempuan pada masa tersebut; Movimento Feminista (Gerakan Feminis) dan
Frente de Liberation Feminino (Front Pembebasan Perempuan).
3. Filipina
Gerakan
perempuan di Filipina baru terlihat pada tahun 1970-an. Sebelumnya tidak
didapatkan informasi atau data tentang gerakan perempuan pada masa tersebut.
Krisis ekonomi yang mulai terasa pada tahun 1979 telah membangkitkan kesadaran
kaum perempuan untuk melakukan perlawanan. Berbagai cara dan isu diangkat dalam
melakukan perlawanan. Organisasi perempuan Filipina yang paling terkenal adalah
General Assembly Binding Women For Reform, Integrity, Leadership, And
Action (GABRIELA). Kelompok ini merupakan koalisi dari 42 organisasi dari
42 organisasi dan 50.000 orang anggota perempuan. Koalisi ini didirikan pada
tahun 1984, namanya diambil dari pimpinan pemberontakan pada abad ke-19,
Gabrelia Silang.
Dasar
perlawanan mereka adalah keterbatasan mereka sebagai rakyat Filipina dan
perempuan yang mengalami penindasan dan eksploitasi karena jenis kelamin. Tidak
jauh berbeda dengan gerakan perempuan di Negara lain, tututan mereka dibidang
politik adalah mendapatkan hak dan kesempatan yang sama dalam berpartisipasi di
dunia politik.
Di
bidang kebudayaan, tuntutan kesetaraan dan akses yang sama dalam pendidikan
disemua tingkat dan dalam semua bidang. Tetapi yang paling mendasar adalah
permasalahan didalam rumah tangga, kesetaraan dalam pengambilan keputusan, hak
milik serta membesarkan anak-anak.
Ketika
Benigno Aquino tewas terbunuh pada Agustus 1983, Gabriela melakukan protes
terhadap pemerintah. Aksi massa terus dilakukan secara maraton Filipina.
Tercatat sekitar 200 aksi dalam tempo 8 bulan yang digerakkan oleh Gabriela.
Pada tahun 1985, mereka melakukan aksi massa lainnya dengan mengangkat
permasalahan buruh perempuan. Kemenangan Corazon Aquino dalam pemilihan
presiden tidak dapat dipisahkan dari Gabriela. Secara tidak langsung, koalisi
ini sangat berjasa dalam menggulingkan kediktatoran Marcos. Bahkan, mereka
dapat menyatukan seluruh kelas masyarakat, mulai dari bawahan hingga ke kelas
elit. Merekalah yang melakukan revolusi damai di Filipina.
4. Australia
Kedatangan
bangsa Eropa ke Australia dimulai 1788. Sebagian dari mereka adalah orang
buangan dari Eropa. Kaum perempuan Inggris mulai masuk ke Australia pada tahun
1830. Pada 1833, inggris memasuki Australia dan menjadikannya koloni. Suku asli
Australia, aborigin mengalami penindasan dan diskriminasi terutama kaum
perempuan.
Pada
awalnya, diantara kaum pendatang dan aborigin terjadi kesalahpahaman yang
berkepanjangan. Namun, dalam perkembangannya dalam perempuan imigrasi dan
perempuan abogin berhasil menyatukan konsep sisterhood. Mereka saling
bertukar jasa, perempuan berkulit putih mengajarkan baca-tulit kepada perempuan
Aborigin. Sedangkan perempuan Aborigin menjaga dan mengasuh anak-anak mereka.
Tidak
jauh berbeda dengan di Amerika, pada awalnya kaum perempuan menuntut hak dalam
pemilihan umum. Salah satu organisasi perempuan yang pertama di Australia
adalah Woman’s Christian Temperance Union (WCTU). Mereka menuntut
amandemen terhadap hak pilih perempuan. Akhirnya pada tahun 1902 amandemen
tersebut disahkan oleh pemerintahan Australia. Pada tahun 1970, isu yang
diangkat mulai berkembang kepermasalahan resisme. Perempuan Aborigion dan kulit
putih bersama menuntut peraturan diskriminasi terhadap perempuan Abogin. Mereka
juga menuntut juga menuntut persamaan dalam dunia politik. Wajar saja, karena
pada tahun 1978, parlemen Australia masih sangat maskulin. Perubahan tersebut
hanya baru bisa dirasakan ketika tahun 1989, dimana perempuan telah menempati
berbagai posisi strategi di dunia politik.
A.2. Sejarah
Gerakan Perempuan Di Indonesia
Ketika
masa pra kemerdekaan, gerakan perempuan di Indonesia ditandai dengan munculnya
beberapa tokoh perempuan yang rata-rata berasal dari kalangan atas, seperti:
Kartini, Dewi Sartika, Cut Nya’ Dien dan lain-lain. Mereka berjuang mereaksi kondisi
perempuan di lingkungannya. Perlu dipahami bila model gerakan Dewi Sartika dan
Kartini lebih ke pendidikan dan itu pun baru upaya melek huruf dan
mempersiapkan perempuan sebagai calon ibu yang terampil, karena baru sebatas
itulah yang memungkinkan untuk dilakukan di masa itu. Sementara Cut Nya’ Dien
yang hidup di lingkungan yang tidak sepatriarkhi Jawa, telah menunjukkan
kesetaraan dalam perjuangan fisik tanpa batasan gender. Apapun, mereka adalah
peletak dasar perjuangan perempuan kini.
Di
masa kemerdekaan dan masa Orde Lama, gerakan perempuan terbilang cukup dinamis
dan memiliki bergaining cukup tinggi. Dan kondisi semacam ini mulai tumbang
sejak Orde Baru berkuasa. Bahkan mungkin perlu dipertanyakan: adakah gerakan
perempuan di masa rejim orde baru? Bila mengunakan definisi tradisonal di mana
gerakan perempuan diharuskan berbasis massa, maka sulit dikatakan ada gerakan
perempuan ketika itu. Apalagi bila definisi tradisonal ini dikaitkan dengan
batasan a la Alvarez yang memandang gerakan perempuan sebagai sebagai sebuah
gerakan sosial dan politik dengan anggota sebagian besar perempuan yang
memperjuangkan keadilan gender. Dan Alvarez tidak mengikutkan organisasi
perempuan milik pemerintah atau organisasi perempuan milik parpol serta
organisasi perempuan di bawah payung organisasi lain dalam definisinya ini.
Namun
definisi baru gerakan perempuan tidak seketat ini, hingga dapat disimpulkan di
masa Orba pun telah muncul gerakan perempuan. Salah satu buktinya adalah
munculnya diskursus seputar penggunaan istilah perempuan untuk menggantikan
istilah wanita.
Gerakan
perempuan di masa rejim otoriter Orba muncul sebagai hasil dari interaksi
antara faktor-faktor politik makro dan mikro. Faktor-faktor politik makro
berhubungan dengan politik gender orba dan proses demokratisasi yang semakin
menguat di akhir tahun 80-an. Sedangkan faktor politik mikro berkaitan dengan
wacana tentang perempuan yang mengkerangkakan perspektif gerakan perempuan masa
pemerintahan Orba. Wacana-wacana ini termasuk pendekatan Women in Devolopment
(WID) yang telah mendominasi politik gender Orba sejak tahun 70-am, juga wacana
femnisme yang dikenal oleh kalangan terbatas (kampus/akademinis) dan ornop.
Politik
Gender dari Rezim Orde Baru
Sebagaimana
negara-negara berkembang lainnya, pemerintahan Orba diidentikkan dengan
peratutaran yang otoriter yang tersentralisasi dari militer dan tidak
dikutsertakannya partisipasi efektif partai-partai politik dalam proses
pembuatan keputusan. Anders Uhlin berpendapat bahwa selain dominasi negara atas
masyarakat sipil, struktur ekonomi dan politik global, struktur kelas,
pembelahan atas dasar etnis dan agama, maka hubungan gender juga mendukung
kelanggengan kekuasaan rejim Orba.
Untuk
memahami politik gender ini sangat penting, menganalisis bagaimana rejim Orba
ini berhubungan dengan hubungan-hubungan gender sejak ia berkuasa setelah
persitiwa 1965. Rejim Orba di bangun di atas kemampuannya untuk memulihkan
ketaraturan . Pembunuhan besar-besaran berskala luas yang muncul digunakan
untuk memperkuat kesan di masyarakat Indonesia bahwa Orla adalah kacau balau
dan tak beraturan. Rejim Orba secara terus-menerus dan sistemis
mempropagandakan komunis adalah amoral dan anti agama serta penyebab kekacauan.
Seterusnya
Gerwani sebagai bagian dari PKI juga menjadi alat untuk menciptakan pondasi
politik gender yang secara mendasar mendelegitimasi partisipasi perempuan dalam
kegiatan-kegiatan politik. Kampanye ini ternyata tidak hanya menghancurkan
komunis, tetapi juga menghancurkan gerakan perempuan. Kodrat menjadi kata kunci,
khususnya dalam mensubordinasi perempuan. Orba mengkonstruksikan sebuah
ideologi gender yang mendasarkan diri pada ibusime, sebuah paham yang melihat
kegiatan ekonomi perempuan sebagai bagian dari peranannya sebagai ibu dan
partisipasi perempuan dalam politik sebagai tak layak. Politik gender ini
termasnifestasikan dalam dokumen-dokumen negara, seperti GBHN, UU Perkawinana
No. 1/1974 dan Panca Dharma Wanita.
Dalam
usaha untuk memperkuat politik gender tersebut, pemerintah Orba merevitalisasi
dan mengelompokkan organisasi-organisasi perempuan yang berafiliasi dengan
departemen pemerintah pada tahun 1974. Organisasi-organisasi ini (Dharma
Wanita, Dharma Pertiwi dan PKK) membantu pemerintah menyebarluaskan ideologi
gender ala Orba. Gender politik ini telah diwarnai pendekatan WID sejak tahun
70-an. Ini dapat dilihat pada Repelita kedua yang menekankan pada “partisipasi
populer” dalam pembanguan, dan mengkonsentrasikan pada membawa perempuan supaya
lebih terlibat pada proses pembangunan.
Di
bawah rejim otorioter, implikasi politik gender ini ternyata sangat jauh, tidak
sekedar mendomestikasi perempuan, pemisahan dan depolitisasi perempuan, tetapi
juga telah menggunakan tubuh perempuan sebagai instrumen-instrumen untuk tujuan
ekonomi politik. Ini nampak pada program KB yang dipaksanakan untuk “hanya”
perempuan dengan ongkos yang tinggi, yang khususnya dirasakan oleh perempuan
kalangan bawah di pedesaan. Ringkasnya politik gender Orba telah berhasil
membawa perempuan Indonesia sebagai kelompok yang homogen apolitis dan
mendukung peraturan otiritarian.
Gerakan
Perempuan Masa Reformasi
Bila
sistem pemerintahan yang semakin demokratis dianggap paling kondusif bagi
pemberdayaan perempuan, maka di era reformasi ini semestinya pemberdayaan
perempuan di Indonesia semakin menemukan bentuknya. Bila ukuran telah
berdayanya perempuan di Indonesia dilihat dari kuantitas peran di sejumlah
jabatan strategis, baik di eksekutif, legislatif maupun yudikatif, jsutru ada
penurunan di banidng masa-masa akhir rejim orba. Namun, secara kualitatif,
peran perempuan itu semakin diperhitungkan juga di pos-pos strategis, seperti
yang tampak pada komposisi kabinet kita sekarang. Ini dapat digunakan untuk
menjustifikasi, bahwa mungkin saja kualitas perempuan Indonesia semakin
terperbaiki.
Hanya
saja harus tetap diakui bahwa angka-angka peranan perempuan di sektor strategis
tersebut tidak secara otomatis menggambarkan kondisi perempuan di seluruh tanah
air. Bukti nyata adalah angka kekerasan terhadap perempuan masih sangat tinggi.
Bila pada jaman lampau kekerasan masih berbasis kepatuhan dan dominasi oleh
pihak yang lebih berkuasa dalam struktur negara dan budaya (termasuk dalam
rumah tangga), maka kini diperlengkap dengan basis industrialisasi yang
mensuport perempuan menjadi semacam komoditas.
Untuk
mempermudah mempelajari sejarah gerakan perempuan yang bermunculan di
Indonesia, dapat dilihat pada kolom dibawah ini:
No
|
Periodisasi
|
Aktor Gerakan
|
Karakter Gerakan
(Isu Utama)
|
Gagasan
|
1.
|
1912-1928
|
Putri Medika
|
Kesetaraan gender
|
Akses
pendidikan, keadilan peran dalam rumah tangga
|
2.
|
1920
|
Gerakan Perempuan Mayoritas
|
Peran aktif
dalam wilayah politik
|
Partisipasi
perempuan dalam kancah politik, keterlibatan perempuan dalam pengambilan
keputusan
|
3.
|
Pasca Kemerdekaan (1945-1946)
|
WANI (Wanita Indonesia) dan KOWANI (Kumpulan dari Beberapa organisasi
perempuan)
|
Perbaikan nasib perempuan
|
Menuntut dan
mempertahankan keadilan sosial
|
4.
|
1928-1935
|
Perserikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI)
|
Sosialis-Nasionalis
|
Perlindungan
wanita dan anak-anak dalam perkawinan, mencegah perkawinan anak-anak,
menuntut pendidikan bagi anak-anak. Dan kedudukan wanita dalam perkawinan
|
5.
|
1950-1965
|
GERWIS
|
Peningkatan pendidikan kaum perempuan
|
Orientasi
pendidikan yang lebih terhadap perempuan dan menyediakan fasilitas penitipan
anak
|
6.
|
1954
|
GERWANI
|
Politik praktis
|
Partisipasi
perempuan di dalam parlemen, menuntut suara perempuan di parlemen,
pembentukan organisasi perempuan, dan menuntut hukum perkawinan
|
GERWANI dalam prosesnya mampu
menunjukkan eksistensinya dengan sebuah keberhasilan mampu memobilitasi massa
(organisasi-organisasi perempuan) seklaigus sebagai satu-satunya organisasi
perempuan terbesar waktu itu dengan jumlah anggotanya lebih satu juta massa. GERWANI
mampu menjadi pelopor gerakan perempuan dibidang politik. Sampai kemudian
tibalah masa demokrasi terpimpin (pergantian pucuk kekuasaan Orde Lama ke Orde
Baru) yang berimplikasi pada penghancuran gerakan perempuan, termasuk GERWANI
pada tahun 1965. Sejak itulah gerakan perempuan tidak pernah terdengar lagi gaungnya.
Gerakan perempuan seperti hilang ditelan masa. Karena sejak demokrasi terpimpin
mengambil alih (tahun 1965-1995), gerakan perempuan ditarik, dikoordinasikan
dan disatukan ke wilayah domestik. Disini ada semacam domestikasi gerakan;
dimana orientasi gerakan diarahkan pada wilayah-wilayah domestik.
Walaupun telah berdiri
organisasi-organisasi seperti IDHATA (Ikatan Dharma Wanita), akan tetapi fungsi
daripada organ tersebut hanya sebagai wadah perkumpulan para
perempuan-perempuan atau istri kepala desa, lurah, polisi serta pejabat.
Wilayah garapannya pun hanya pada masalah keperempuanan yang sifatnya domestik.
Tidak pernah sekalipun menyoroti masalah sosial kemasyarakatan ataupun politik.
Disisi yang lain, KOWANI berhasil
mengusung UU perkawinan dan UU ketenagakerjaan dalam rangka memperjuangkan
nasib buruh wanita pada tahun 1974. Kemudian baru pada masa reformasi (1998),
sentralnya pada masa kepemimpinan Gus Dur (sampai sekarang), banyak munculnya
LSM-LSM dan PSW (Pusat Studi Wanita) yang diberi hak penuh untuk berkreasi dan
mengeluarkan pendapat, terutama bagi organisasi perempuan yang selama ini hak
berbicara dan berpolitiknya dipasung. Orientasi LSM perempuan dan PSW lebih
mengarah pada program pendampingan masyarakat. Pada saat yang sama, muncul
sebuah organisasi perempuan yang intens menyikapi sertamengkritisi kebijakan
pemerintah, yaitu KPI (Koalisai Perempuan Internasional).
Perlu diingat bahwa pergerakan
(perempuan) tidak hanya berkutat pada orientasi keperempuanan. Ada persoalan
yang lebih makro lagi untuk diperjuangkan dan disikapi, kapitalisme. Berbicara
mengenai gerakan perempuan tidak bisa lepas dari pergerakan secara umum, karena
kita adalah bagian kecil dari sebagai manusia yang berusaha memperjuangkan
sesuatu yang patut untuk diperjuangkan. Dengan tanpa melihat jenis kelamin
serta asal-usul. Jika kita sebagai kader PMII sudah bisa memanifestasikannya
dalam diri dan kemudian untuk orang lain. Artinya sebagai organ pergerakan,
PMII mampu melaksanakan konsep nilai-nilai Aswaja (Tawassuth, Tawazun,
Tasamuh, dan Ta’adul) dan NDP dalam mengusung gerakan gender.
Pemaparan dalam sejarah gerakan
perempuan yang diambil dari beberapa referensi yang didapatkan dan akhirnya
kami tulis diatas, sesungguhnya masih banyak sekali perjuangan perempuan yang
kaitanny dalam hentakkan gerakan-gerakannya. Dan perjuangan perempuan tidak
hanya berhenti sampai di situ. Apalagi kita sebagai organ pergerakan, yang
semestinya harus menjadi pejuang perempuan yang sesuai dengan garis-garis
koledor di PMII. Wacana-wacana baru terus bermunculan hingga kini. Perjuangan
perempuan adalah perjuangan tersulit dan terlama, berbeda dengan perjuangan
kemerdekaan atau rasial. Musuh perempuan seringkali tidak berbentuk dan
bersembunyi dalam kamar-kamar pribadi. Karenya perjuangan kesetraan perempuan
tetap akan bergulir sampai kita harus berdiri tegap seperti manusia lainnya
yang diciptakan Tuhan.
B.
Mahasiswa dan Organisasi
Status
sosial yang melekat pada diri setiap Mahasiswa selalu menggiring kita yang
pernah dan sedang berada didunia kampus seakan memiliki segala sesuatu yang
seakan diatas status sosial masyarakat pada umumnya. Tidak tau faktor apa yang
menjadi penyebab hal tersebut dapat terjadi, semua seolah datang dengan
sendirinya karena budaya yang muncul secara otodidak. Hal ini terlihat dari
pandangan umum yang sering menganggap bahwa Mahasiswa merupakan kaum
intelektual yang punya pola fikir dan sudut pandang yang berbeda dalam
menanggapi satu masalah yang muncul ditengah dinamika kehidupan bermasyarakat.
Beragam ungkapan melekat pada diri Mahasiswa yang semakin mempertegas peran
Mahasiswa itu sendiri sebagai elemen yang vital dalam kehidupan.
Agent of
change yang
menempatkan Mahasiswa sebagai pelopor perubahan yang menjadi titik tolak
berubahnya orientasi kehidupan kearah yang lebih baik. Ada juga yang
beranggapan bahwa Mahasiswa merupakan agent of social control, dimana
peran aktif Mahasiswa dalam mengawal berbagai bentuk kehidupan dan
permasalahanya sangat dituntut karena ada pandangan bahwa Mahasiswalah kaum
yang netral dan belum terkontaminasi dengan berbagai kepentingan yang berjalan
seiring dengan permasalahan terutama yang menyangkut kebijakan publik.
Tidak
salah juga bila ungkapan yang menyatakan Mahasiswa merupakan iron stock,
muncul sebagai harapan yang dititipkan kepada kaum pembaharuan dan sosok-sosok
penerus peradaban dimasa yang akan datang. Sehingga pada diri Mahasiswalah
kepercayaan untuk memangku dan menjalankan tatanan hidup bangsa kedepannya diselamatkan.
Semua hal
tersebut tidaklah keliru apalagi berlebihan. Sebab suka atau tidak suka jika
kita berkata dalam konteks nasional, kita harus berani jujur mengatakan bahwa
Mahasiswa jugalah yang mampu untuk memangku peran sebagai pengubah berbagai
sistem yang dianggap sudah tidak lagi sesuai dengan pola fikir, karakter, dan
keinginan mayoritas masyarakat Indonesia sehingga dinilai menyimpang dengan
cita-cita hidup bangsa. Hal ini terbukti dari bagaimana Mahasiswa mampu untuk
mengubah peradaban pemerintahan Orde Baru yang berkuasa tak kurang dari 32
tahun menjadi pemerintahan yang mengagungkan Reformasi sebagai cita-cita
birokrasi bangsa.
Saat itu
Mahasiswa merupakan tonggak terdepan dari runtuhnya pemerintahan Soeharto yang
akrab dikenal sebagai zaman Orde Baru. Sistem pemerintahan ala Diktator
yang diterpakan oleh Soeharto pada masa itu membuat semua pihak seolah tak
punya daya untuk melawan dan menyuarakan kebebasan demokrasinya. Sehingga tidak
heran jika beliau mampu untuk menngemban amanah sebagai orang nomor satu di
Indonesia selama 32 tahun denagn memenangkan 7 kali pemilu.
Namun rasa
bosan dengan pola kepemimpinannya yang dirasakan sebagian besar masyarakat
Indonesia pada saat itu tidak mampu disuarakan karena kuatnya power kekuasaan
pemerintah hingga tak satupun pihak yang mampu untuk membantah setiap titah
yang dia kehendaki termasuk untuk terus memimpin negara ini. Hingga akhirnya
dipertengahan tahun 1998 munculah perlawanan besar-besaran yang pada akhirnya
membawa perubahan dalam tatanan kehidupan birokrasi Indonesia. Mahasiswa
menjadi motor pergerakan untuk melawan penindasan yang dialami oleh masyarakat
Indonesia. Berawal dari krisis moneter yang menerpa sebagian kawasan Asia
termasuk Indonesia dan berdampak pada melonjaknya berbagai harga bahan
kebutuhan pokok.
Moment
tersebut dimanfaatkan oleh para agent of change tersebut untuk
menghimpun persatuan dan kekuatan dalam menumbangkan rezim yang dianggap sudah
usang dan tidak mampu lagi membawa Indonesia untuk berlayar menuju kehidupan
masyarakat yang madani. Perlawanan Mahasiswa untuk menyongsong perubahan
tersebut bukanlah tanpa rintangan, sebab keberanian kaum intelektual muda ini
harus dibayar mahal dengan melayangnya nyawa beberapa Mahasiswa pahlawan
reformasi karena protes mereka terhadap pemerintah yang dianggap gagal
menstabilkan perekonomian bangsa direspon pemerintah dengan menurunkan pasukan
keamanan negara yang saat itu masih dipegang oleh Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ABRI) sehingga menimbulkan gejolak dihampir seluruh pelosok negeri.
Namun
perlawanan demi perubahan tersebut bukanlah satu hal yang sia-sia. Praktis
Presiden Soeharto yang hampir mustahil untuk dilengserkan, harus rela meletakan
jabatannya sebelum masa baktinya sebagai presiden yang memenangkan pemilu untuk
ketujuh kalinya secara berturut-turut usai dan digantikan oleh wakilnya BJ. Habibie
untuk menahkodai negara ini. Hal tersebut semakin mempertegas peran Mahasiswa
sebagai pelaku perubahan yang mampu mengubah apapun yang dianggapnya sudah
tidak sesuai dengan kemaslahatan umat termasuk kedudukan seorang presiden
sekalipun.
Dalam
mengawal pemerintahan hingga saat inipun Mahasiswa masih berperan aktif
mengingat status sosial yang disandang sebagai pengawal berbagai kehidupan
sosial termasuk sistem pemerintahan. Tidak akan kita temui ada pihak yang rela
berlelah letih untuk menyuarakan aspirasinya kepada pihak-pihak yang mereka
anggap sudah keluar dari koridor hak akan wewenangnya kecuali Mahasiswa. Unjuk
rasa seolah menjadi salah satu mata kuliah non kurikulum yang tetap
dilaksanakan Mahasiswa untuk mengontrol berbagai penyimpangan yang mereka temui
sebagai agent of social control.
Tidak ada
atau hanya segelintir orang tua yang menginginkan anaknya sebagai aktivis
Mahasiswa jika kelak duduk dibangku perguruan tinggi untuk menempah ilmu yang
lebih optimal sebagai lanjutan dari jenjang pendidikan sebelumnya.
Tanggung
jawab moral seorang anak kepada orang tuanya apabila memasuki dunia kampus
adalah menyelesaikan studi dengan baik tanpa harus mengalami kendala yang
berarti apalagi yang datang dari diri sendiri. Sebab disinilah peran aktif
seorang peserta didik dipertaruhkan. Bila waktu duduk dibangku Sekolah Dasar
hingga Sekolah Menengah, seorang guru memiliki peran yang lebih optimal dalam
memancing minat belajar siswanya. Namun di perguruan tinggi pola tersebut
diubah 180 derajat, dimana peserta didik yang kemudian disebut Mahasiswa, yang
harus berperan aktif untuk mendapatkan ilmu yang maksimal, sementara sang dosen
lebih berperan sebagai fasilitator transformasi ilmu yang sedang ditimbah.
Apapun hasil yang didapat oleh Mahasiswa, semua berpulang pada pribadi
masing-masing dalam mengaktualisasikan diri sesuai pola transformasi yang
diterapkan dosen.
Sehingga
dengan cara yang seperti ini tanggung jawab akademisi secara awam harus lebih
dikedepankan oleh setiap Mahasiswa agar tidak blunder dikala masa studi
berakhir. Mahasiswa seakan dituntut untuk tidak memfokuskan diri pada hal lain
kecuali mata kuliah yang mereka hadapi agar konsentrasi yang dimiliki tidak
terpecah dan semua ilmu yang diberi mampu diterima secara optimal.
Namun
apakah hal tersebut sejalan dengan peran Mahasiswa sebagaimana yang telah
dijabarkan diatas. Bukankah jika Mahasiswa harus fokus pada studinya dikampus,
meraka akan melupakan peran yang mereka emban sebagai agent of change, agent
of social control, maupun iron stock. Tidak salah jika kita menilai
bahwa mereka yang menyandang status sebagai sarjana dengan pengalaman ilmu yang
optimal karena didapat dengan cara fokus pada pelajaran semasa kuliah akan
menjadi penerus peradaban bangsa, namun apakah peran mereka yang lainnya seperti
pelaku perubahan dan pelaku pengawal kehidupan sosial dapat terimplementasikan
jikalau mereka melulu terfokus pada doktrin mata kuliah yang tentunya
mengharamkan mereka untuk turun kejalan melakukan unjuk rasa sebagai perwujudan
pengawal dinamika sosial.
Atau
mungkinkah perubahan yang dinantikan oleh mayoritas masyarakat Indonesia akan
datang jika mereka semua yang berhak untuk mengenakan almamater kampus harus
berdiam diri dikampusnya masing-masing pada saat gejolak ekonomi melanda
Indonesia pada akhir tahun 1990an demi tanggung jawab akademis yang tidak boleh
ditinggalkan barang sedetikpun.
Disinilah
kedewasaan Mahasiswa sesungguhnya tertempa dengan matang karena mereka mampu
untuk menyesuaikan ruang yang mereka tempati dengan peran dan tanggung jawab
yang mereka emban. Belajar tidak hanya diterima dibangku perkuliahan saja
melainkan juga diruang-runag terbuka (red. Organisasi) mereka akan mendapatkan
ilmu atau wawasan yang lebih dan lebih yang ia peroleh dibangku perkuliahan atau
labolatorium. Sangat banyak hal yang harus dipelajari diluar itu semua, dan
salah satu wadah utama yang menyediakan kebutuhan itu yaitu organisasi.
Organisasi kemahasiswaan diantaranya, yang dengan luar biasa dapat memberikan
kita kesempatan untuk mengembangkan diri dalam berbagai aspek. Aspek
kepemimpinan, manajemen organisasi, team building , networking & human
relation dapat kita kembangkan disini.
Organisasi
kemahasiswaan adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah
perluasan wawasan dan peningkatan kecendekiawanan serta integritas kepribadian
yang disiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan yang
dapat diterapkan, dikembangkan , dan diupayakan penggunaanya untuk meningkatkan
tarap kehidupan masyarakat. Diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan
untuk mahasiswa dengan memberikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada
mahasiswa. Apa yang kita lakukan dalam organisasi kemahasiswaan merupakan
sebuah pembelajaran, perjuangan untuk bisa memberikan manfaat bagi lingkungan
dan masyarakat sekitar.
Dalam
perannya sebagai masyarakat suatu bangsa, mahasiswa juga dituntut untuk peduli,
sadar dan merasakan kondisi nyata masyarakatnya yang sedang mengalami krisis
multidimensional, serta mengekspresikan rasa empatinya tersebut dalam suatu aksi.
Ketika meyakini kebenaran, mahasiswa sejati akan memberi secara ikhlas tanpa
pamrih, berjuang sepenuh hati dan jiwa mereka. Daya analisis yang kuat didukung
dengan spesialisasi keilmuan yang dipelajari menjadikan kekritisan mereka
berbasis intelektual.
C.
Kondisi Mahasiswa Putri
Mahasiswa adalah generasi yang dicetak untuk tujuan
pengembangan profesinya ia tekuni di dunia kampus. Merekanlah yang kelak
memejukan keprofesian indonesia sesuain dengan bidang mereka
masing-masing. Maka dari itu mahasiswa mulai aktif dalam berorganisasi baik di
dunia kampus atau di luar kampus. Mahasiswa memiliki potensi yang besar
dibandingkan kelompok masyarakat yang lain, karena pemikiran kritis mereka
sebagai motor penggerak kemajaun ketika masyarakat melakukan proses pembangunan.
Dimata masyarakat, mahasiswa adalah agen perubahan sosial karena mereka
merupakan selaku insan akademis dipandang memiliki kekuatan intelektual. Sudah
menjadi keharusan bagi seorang atau sekelompok mahasiswa untuk aktif dalam
menyoroti kebijakan yang dikeluarkan pemerintah
Beranjak
pada kondisi mahasiswa sekarang ini lebih khususnya mengenai kondisi mahasiswa
putri dalam 3 periode (2009-2011) sampai sekarang (awal 2012) ada beberapa
berubahan kondisi dalam segi statistik. Hal ini dapat dilihat dalam data angket
yang disebarkan pada 12 Komisariat dan
38 Rayon PMII Kota Malang pada bulan April 2012 oleh PC KOPRI Kota Malang.
Kemudian data diolah melaui statistic bahwasanya kondisi kader putri PMII Kota
Malang pada 3 periode (2009-2011) sebagai berikut :
1. Segi
Kuantitas, 11% dari 34 responden bahwa kader putri di komisariat dan rayon
berjumlah lebih dari 10 orang.
2. Segi
Keaktifan, 37% dari 34 responden bahwa kader putri yang aktif di komisariat dan
rayon berjumlah kurang dari 5 orang.
3. Segi
Kontribusi, 52% dari 34 responden bahwa kader putri yang berkontribusi di
komisariat dan rayon berjumlah antara 5-10 orang
Dalam
hal ini dapat dilihat pada bagan statistik dibawah ini :

Kemudian
kondisi mahasiswa putri hari ini (awal 2012) bahwasanya kader putri PMII Kota
Malang sebagai berikut :
1. Segi
Kuantitas, 26% dari 34 responden bahwa kader putri di komisariat dan rayon
berjumlah antara 5-10 orang.
2. Segi
Keaktifan, 34% dari 34 responden bahwa kader putri yang aktif di komisariat dan
rayon berjumlah antara 5-10 orang.
3. Segi
Kontribusi, 40% dari 34 responden bahwa kader putri yang berkontribusi di
komisariat dan rayon berjumlah kurang dari 5 orang.
Dalam hal ini dapat
dilihat pada bagan statistik dibawah ini :

Maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1) Dari
segi kuantitas, mengalami penurunan yaitu dari jumlah lebih dari 10 orang
menjadi kurang dari 10 diatas 5 orang
2) Dari
segi keaktifan, mengalami peningkatan yaitu berawal dari kurang dari 5 orang
menjadi lebih dari 5-10 orang
3) Dari
segi kontribusi, mengalami penurunan yaitu dari jumlah 5-10 orang menjadi
kurang dari 5 orang.
Melihat
kondisi yang sangat riskan dan memprihatinkan ini berdasarkan hasil statistic
diatas bagi kondisi mahasiswa putri. Mahasiswa yang digaungkan sebagai agent
of change dan agent of control dalam hal ini sangat dipertanyakan
keabsahan serta keabsolutannya dengan melihat kondisi yang seperti itu. Tujuan
dari KOPRI adalah membentuk pribadi muslimah Indonesia menurut ajaran Islam
Ahlussunnah Wal Jama’ah yang berbudi luhur, berilmu dan bertaqwa kepada Allah
SWT, serta bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya menuju
masyarakat pancasila. Oleh karena itu setelah melihat keadaan diatas, maka
perlu adanya kesadaran diri dari setiap kader putri untuk merubah dirinya untuk
berbuat lebih baik untuk masyarakat dengan mengerahkan semua ilmu pengetahuan
yang dimilikinya sesuai dengan kemampuannya untuk menjadi kader-kader PMII
putri yang diharapkan.
D.
Motivasi dan Minat Organisasi Mahasiswi
Seorang
mahasiswa terjun dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan dipengaruhi oleh
motivasi yang merupakan penggerak dari dalam dan kekuatan pendorong perilaku.
Meskipun motivasi itu merupakan suatu kekuatan, namun tidaklah merupakan suatu
substansi yang dapat dilihat dari indikatornya, Makmun (2000 : 37) menuraikan
indicator antara lain sebagai berikut :
a. Durasi
kegiatan (berapa lama kemampuan penggunaan waktunya untuk melakukan kegiatan).
b. Frekuensi
kegiatan (berapa sering kegiatan dilakukan dalam periode waktu tertentu).
c. Persistensi
(ketetapan dan kelekatannya) pada tujuan kegiatan.
d. Ketabahan,
keuletan, dan kemampuannya dalammenghasilkan rintangan dan kesulitan untuk
mencapai tujuan.
e. Devosi
(pengabdian) dan pengorbanan (uang, tenaga, pikiran, bahkan jiwa dan nyawanya)
untuk mencapai tujuan.
f. Tindakan
aspirasinya (maksud, rencana, cita-cita sasaran atau target, dan idolanya) yang
hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan.
g. Tindakan
kualifikasi prestasi atau produk atau output yang dicapai dari kegiatannya
(berapa banyak, memadai atau tidak, memuaskan atau tidak)
h. Arah
sikapnya terhadap sasaran kegiatan (like or dislike, positif atau negatif).
Motivasi
yang timbul pada diri mahasiswa tersebut
tergantung kepada berbagai hal, tapi yang paling penting erat hubungannya
dengan motivasi tersebut diantaranya adalah minat atau interest. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Moh. Surya (2000 : 76), yaitu :
“Minat
merupakan peningkatan perhatian individu terhadap suatu objek yang banyak
sangkut paut dengan dirinya, oleh karena itu minat merupakan kecenderungan
kegiatan murit serta dapat memperkuat motif.”
Oleh
karena itu, meskipun terdapat keberagaman motivasi partisipasi mahasiswa dalam
mengikuti organisasi kemahasiswaan diharapkan mampu meningkatkan prestasi
belajarnya diperkuliahan dan dalam upaya menunjang peranannya dalam proses
sosialisasi di masyarakat.
Organisasi
kemahasiswaan adalah suatu wadah yang menampung mahasiswa dalam rangka membina
dan mengembangkan minat dan bakat. Adapun definisi organisasi menurut Manulang
bahwa organisasi adalah suatu wadah yang terdiri dari orang-orang yang
mempunyai tujuan yang sama dengan kepentingan yang sama dimana didalamnya
terdapat kerja sama antar orang sehingga terdapatnya suatu struktur.
Dengan
demikian, organisasi kemahasiswaan
merupakan salah satu bagian yang tidak terlepas dari kegiatan mahasiswa yang
terdapat dilingkungan kampus, yang mana organisasi tersebut merupakan suatu
wadah yang menampung para mahasiswa yang bergabung dalam rangka mengembangkan minat
serta motivasinya dalam berorganisasi untuk menambah wawasan, sehingga akan
diperoleh pengalaman, baik dalam cara berfikir maupun melatih diri dalam
manajemen kepemimpinan diri dan kelompok.
Motivasi
dan minat organisasi mahasiswa putri sangat banyak sekali tentunya. Akan tetapi
dalam angket yang kita sebarkan kepada 12 Komisariat dan 38 Rayon PMII Kota
Malang bahwa ada beberapa item pertanyaan yang lebih kita spesifikkan. Kemudian
berdasarkan data angket yang teruji melaui statistik bahwasanya motivasi organisasi
kader putri PMII Kota Malang adalah sebagai berikut :
1. Keinginan
sendiri sejumlah 29% dari 34 responden
2. Ajakan
teman sejumlah 59% dari 34 responden
3. Support
keluarga sejumlah 6% dari 34 responden
4. Alasan
lain sejumlah 6% dari 34 responden
Dalam hal ini dapat
dilihat pada bagan statistik dibawah ini :

Sedangkan dari minat
organisasi kader putri PMII Kota Malang adalah sebagai berikut :
1. Berorganisasi
sejumlah 17 % dari 34 responden
2. Menambah
pengalaman sejumlah 69% dari 34 responden
3. Menambah
teman sejumlah 8% dari 34 responden
4. Alasan
lain sejumlah 6% dari 34 responden
Dalam hal ini dapat
dilihat pada bagan statistik dibawah ini :

Berdasarkan
hasil angket diatas, bahwa motivasi dan minat organisasi mahasiswi di PMII Kota
Malang adalah sangat tinggi dalam berorganisasi. Banyak alasan kenapa mereka
mengikuti organisasi yang bernama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia mulai
dari keinginan sendiri, diajak teman, disuruh keluarga dalam rangka belajar organisasi,
menambah pengalaman, ataupun untuk menambah teman. Itu semua adalah sebuah
proses untuk menggerakkan dari dalam dan mengambil kekuatan pada diri sendiri
untuk mendorong untuk berperilaku dalam rangka mencapai suatu kepuasan atau
suatu tujuan yang jelas.
BAB
II
KEKOPRIAN
A.
Sejarah
KOPRI
Sejarah
organisasi yang bernama Korp PMII Putri yang disingkat KOPRI mengalami proses
yang panjang dan dinamis. KOPRI berdiri pada Kongres III PMII pada tanggal 7 –
11 Februari 1967 di Malang Jawa Timur dalam bentuk Departemen Keputrian dan
lahir bersamaan dengan Mukernas II PMII di Semarang Jawa Tengah pada tanggal 25
September 1967. Dengan ketua KOPRI Ismi Maryamah BA dan sekretaris Maryamah BA.
Semula KOPRI Pusat berkedudukan di Jakarta, kemudian berdasarkan keputusan
MUBES I PMII di Garut Jawa Barat pada tanggal 20-27 Januari 1969, dipindahkan
ke Surabaya Jawa Timur, yang operasional/pengelolaan selanjutnya diserahkan
kepada PW PMII Jawa Timur. Munas KOPRI yang pertama dilaksanakan di Makasar
Ujungpandang pada tanggal 25-30 April 1970, bersamaan dengan pelaksanaan
Kongres IV PMII.
Kemudian pada
periode 1973-1988 KOPRI bubar. Hal ini disebabkan karena selama periode
1970-1973 PP KOPRI tidak pernah mengadakan kegiatan dan dinilai gagal, yang klimaksnya
mereka tidak mampu membuat Laporan Pertanggungjawaban pada Kongres V PMII di
Ciloto Jawa Barat tahun 1973. Dengan ketua KOPRI saat itu Adibah Hamid. Pada
Kongres V ini tidak ada satu orangpun pengurus PP KOPRI yang hadir, sehingga
Kongres mengeluarkan Pernyataan Ciloto yang isinya meminta pengurus KOPRI
mengadakan Mubes khusus KOPRI dengan limit waktu enam bulan.
KOPRI dibentuk
kembali pada Kongres IX PMII di Surabaya tahun 1988 dengan ketua Khofifah,
sekretaris Ulha Soraya. Sampai pada Kongres XII PMII di Medan Sumatera Utara
tahun 2000, KOPRI bubar kembali. Dengan ketua KOPRI saat itu Luluk Hur Hamidah,
sekretaris Wahidah Suaeb. KOPRI dibubarkan berdasarkan hasil voting, yang
berbeda hanya satu suara. Merasa pengalaman pahit itu terasa, bahwa kader-kader
perempuan PMII pasca Kongres di Medan mengalami stagnasi yang berkepanjangan
dan tidak menentu, maka oleh sebab itu kader-kader perempuan PMII menganggap
perlu dibentuknya wadah kembali, Kongres XIII di Kutai Kertanegara Kalimantan
Timur pada tanggal 16 – 21 April 2003 sebagai momentum yang tepat untuk
memprakarsai adanya wadah, maka terbentuklah POKJA Perempuan dan kemudian
lahirlah kembali KOPRI di Jakarta pada tanggal 29 September 2003 dengan ketua
KOPRI Winarti dan sekretaris Nina Hunainah pada periode kepengurusan A. Malik
Haramain 2003-2005.
KETUA PMII DAN KETUA KOPRI
PERIODE 1960-2013
Periode
1960-1961
Hasil Musyawarah
Mahasiswa Nahdliyin di Surabaya 14-16 April 1960
Ketua Umum PMII : Mahbub Junaidi
Sekretaris Umum : H. Said Budairi
Departemen
Keputrian : Mahmudah Nahrowi
Periode
1961-1963
Kongres I PMII
di Tawangmangu Surakarta Jateng Desember 1961
Ketua Umum PMII : Mahbub Junaidi
Sekretaris Umum : H. Said Budairi
Departemen
Keputrian : Enny Suhaeni
Periode
1963-1967
Kongres II PMII
di Kaliurang Yogyakarta 25-29 Desember 1963
Ketua Umum PMII : Mahbub Junaidi
Sekretaris Umum : Harun Al-Rasyid
Departemen
Keputrian : Enny Suhaeni
Periode
1967-1970
Kongres III PMII
di Malang Jawa Timur 7-11 Februari 1967
Ketua Umum : M. Zamroni
Sekretaris Umum : Fahmi Ja’far
Departemen
Keputrian : Tien Hartini
PP Badan KOPRI :
(Hasil
Mukernas II PMII Semarang 25 September 1967)
Ketua Umum : Ismi Maryam BA
Sekretaris Umum : Maryamah BA
Kedudukan : di Jakarta
Catatan
: berdasarkan keputusan Mubes I PMII di Leles Garut Jabar 20-27 Januari 1969
KOPRI berpindah kedudukannya di Surabaya Jawa Timur
Periode
1970-1973
Kongres IV PMII
di Makasar Ujungpandang 25-30 April 1970
Ketua Umum PMII : M. Zamroni
Sekretaris Umum : Madjidi Syah
Departemen
Keputrian : Enny Suhaeni
PP Badan KOPRI
Ketua Umum : Adibah Hamid
Sekretaris Umum : Aminah Asraf BA
Kedudukan : Surabaya Jatim
Periode
1973-1977
Kongres V PMII
di Ciloto Jawa Barat 23-28 Desember 1973
Ketua Umum PMII : Abduh Paddare
Sekretaris
Jenderal : Ahmad Bagdja
Sekbid Keputrian : Wus’ah Suralaga
Periode
1977-1981
Kongres VI PMII
di Wisma Tanah Air Jakarta 8-12 Oktober 1977
Ketua Umum PMII : Ahmad Bagja
Sekretaris
Jenderal : Muhyidin
Arubusman
Sekbid KOPRI : Fadilah Suralaga
Resuffle : Ida Farida
(Fadilah Suralaga naik sebagai Ketua IV
Bidang KOPRI)
Periode
1981-1984
Kongres VII PMII
di Pusdiklat Pramuka Cibubur Jakarta 1-5 April 1981
Ketua Umum PMII : Muhyidin Arubusman
Sekretaris
Jenderal : H. Tahir
Husien
Ketua Bidang
KOPRI : Fadilah Suralaga
Sekbid KOPRI : Lilis Nurul Husnaputri
Periode
1985-1988
Kongres VIII
PMII di Bandung Jawa Barat 16-20 Mei 1985
Ketua Umum PMII : Surya Darma Ali
Sekretaris
Jenderal : M.
Isa Muhsin
Ketua IV PMII
(Bid KOPRI) : Iis
Kholilah
Sekretaris VIII
PMII (Bid KOPRI) : Dede Mahmudah
Hasil
Resuffle:
Ketua IV PMII
(Bid KOPRI) :
Iriani Suaidah
Sekretaris VIII
PMII (Bid KOPRI) : Hj. Siti Ma’rifah
Periode
1988-1991
Kongres IX PMII
di Wisma Haji Surabaya Jawa Timur November 1988
Ketua Umum PMII : M. Iqbal Assegaf
Sekretaris
Jenderal : Abd Khalik
Ahmad
Ketua KOPRI : Khofifah
Sekretaris Bid
KOPRI : Ulha Soraya
(Pada Kongres ke IX di Surabaya ini KOPRI
dibentuk kembali)
Periode
1991-1994
Kongres X PMII
di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta 21-27 Oktober 1991
Ketua Umum PMII : Ali Masykur Musa
Sekretaris
Jenderal : M. Syukur
Sabang
Ketua KOPRI : Jauharoh Haddad
Sekretaris KOPRI : Siti Khadijah RM
Catatan:
pada Kongres ke X ini awalnya kandidat calon ketua KOPRI ada 3 calon, yaitu:
Calon dari Surabaya, Calon dari Yogyakarta dan Calon dari Lampung. Dua calon
pertama mengundurkan diri sehingga tinggal satu calon yaitu calon nomor 3 dari
Lampung, Jauharoh Haddad.
Periode
1994-1997
Kongres XI PMII
di Samarinda Kalimantan Timur 29 Oktober-3 Mopember 1994
Ketua Umum PMII : A. Muhaimin Iskandar
Sekretaris
Jenderal : Rusdin M. Noor
Ketua KOPRI : Diana
Mutiah
Sekretaris : -
Periode
1997-2000
Kongres XII PMII
di Asrama Haji Sukolilo Surabaya Jawa Timur 1997
Ketua Umum PMII : Syaiful Bahri Anshori
Sekretaris Jenderal : Usman Sadiqin
Ketua KOPRI : Lulu’ Nurhamidah
Sekretaris KOPRI : Wahidah Suaeb/Erni Sugiyati
Periode
2000-2003
Kongres XIII
PMII di Medan Sumatera Utara 2000
Ketua Umum PMII : Nusron Wahid
Sekretaris
Jenderal : Cupli Risman
KOPRI : Bubar
Catatan
: KOPRI dibubarkan pada forum Kongres ini melalui voting yang hanya beda 1
suara antara yang setuju dibubarkan dan yang menolak dibubarkan.
Periode
2003-2005
Kongres XIV PMII
di Kutai Kertanegara Kalimantan 2003
Ketua Umum PMII : Malik Haramain
Sekretaris
Jenderal : Isra D
Pramulyo
Ketua KOPRI : Wiwin Winarti
Sekretaris KOPRI : Nina Hunainah
Catatan
: KOPRI dibentuk kembali dengan status Semi Otonom, berdasarkan hasil POKJA
amanat Kongres XIV PMII 2003. Forum POKJA Perempuan PMII dilaksanakan oleh PB
PMII pada tanggal 26-29 September 2003 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta.
Periode
2005-2007
Kongres XV PMII
di Bogor Jawa Barat 2005
Ketua Umum PMII : Herry Haryanto Azumi
Sekretaris
Jenderal : Radli Kaelani
Ketua KOPRI : Ai’ Maryati Sholihah
Sekretaris KOPRI : -
Periode
2007-2010
Kongres XVI di
Batam Maret 2008
Ketua Umum PMII : Radli Kaelani
Sekretaris
Jenderal : Zaini Sofari
Ketua KOPRI : Eem Marhamah
Sekretaris KOPRI : Suriyanti R.
Periode
2010-2013
Kongres XVII di
Banjar Baru Kalsel
Ketua Umum PMII : Adien Jauharudin
Sekretaris
Jenderal : Jabidi Ritonga
Ketua KOPRI : Irma Muthoharoh
Sekretaris KOPRI : Herwanita
Periode 2014 -
2016
Ketua umum : Aminuddin ma'ruf
Sekjend : Abdul Haris Wali
Ketua KOPRI : Ai
Rahmayanti
Sekretaris : Desmiati
B.
Keorganisasian
KOPRI
Korps PMII Putri
adalah wadah kader putri PMII yang bersifat Semi Otonom, yang berarti setengah
otonom yaitu setengah mengurus urusan sendiri. KOPRI merrupakan badan yang
dibentuk oleh PMII yang mempunyai hak semi otonomi, yaitu mempunyai beberapa
wewenang untuk mengatur manajemen dan administrasi organisasi dan bersifat
koordinatif dengan lembaga lainnya serta bertanggungjawab pada ketua Umum.
KOPRI ini ada di setiap level organisasi PMII, mulai dari Pengurus Besar,
Pengurus Koordinator Cabang, Pengurus Cabang, Pengurus Komisariat dan Pengurus
Rayon.
B.1. AD/ART
PMII yang Ada Kaitannya dengan KOPRI
BAB
VIII
KORP
PMII PUTRI
Pasal
21
1.
Korp PMII
Putri selanjutnya disingkat KOPRI
2.
KOPRI
diwujudkan dalam badan semi otonom yang secara khusus menangani pengembangan
dan pemberdayaan perempuan PMII berspektif keadilan dan kesataraan gender yang
dibentuk berdasarkan asa lokalitas kebutuhan
3.
Selanjutnya
pengertian semi otonom dijelaskan dalam bab penjelasan
Pasal
22
1.
Pengurus KOPRI minimal terdiri dari seorang ketua,
seorang sekretaris, seorang bendahara dan sejumlah biro-biro sesuai dengan
kebutuhan
2.
Pengurus KOPRI disahkan dengan SK Ketua Umum di
setiap level kepengurusan.
a. Pengurus
KOPRI PB PMII, disahkan oleh Ketua Umum PB PMII
b. Pengurus
KOPRI PKC PMII, disahkan oleh Ketua Umum PKC PMII
c. Pengurus
KOPRI PC PMII, disahkan Ketuan Umum PC PMII
3.
Ketua KOPRI dipilih oleh Kongres yang dilakukan oleh
seorang utusan perempuan dari seluruh pengurus cabang yang sah.
4.
Ketua KOPRI dalam menyusun komposisi kepengurusan
dibantu oleh formatur KOPRI
5. Formatur KOPRI sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
sebanyak 5 orang yang terdiri ketua KOPRI PB PMII terpilih, ketua KOPRI PB PMII
domisioner, dan 3 orang yang dipilih oleh peserta utusan perempuan dari pengurus
cabang yang sah berdasarkan suara terbanyak.
Pasal
23
1.
Ketua KOPRI
masuk dalam anggota Pleno Badan Pengurus Harian
PB PMII
2.
KOPRI
bertanggungjawab kepada ketua umum PB PMII
3.
Ketentuan
lebih lanjut tentang sistem administrasi KOPRI diatur dalam peraturan
organisasi.
B.2.
Hasil MUSPIMNAS PMII di Manado
PERATURAN ORGANISASI
TENTANG KORP PMII PUTRI
PERGERAKAN MAHASISWA
ISLAM INDONESIA
BAB I
Ketentuan Umum
Pasal 1
Korp PMII Puteri disingkat KOPRI merupakan badan
semi otonom PMII yang mempunyai kekhususan untuk membentuk struktur organisasi
disesuaikan dengan hirarki struktur PMII yang menangani pengembangan potensi
kader putri PMII dan isu perempuan secara umum. Badan ini bersifat hirarkis dan bertanggung jawab kepada
Ketua umum PMII.
BAB II
PENGEMBANGAN ORGANISASI
Pasal 2
Pengembangan Organisasi meliputi :
a. Pengembangan Internal
b. Pengembangan Eksternal
Pasal 3
Pengembangan Organisasi internal merupakan upaya
peningkatan kapasitas sumber daya kader perempuan PMII dalam rangka mendorong
penguatan kelembagaan organisasi. Meliputi :
a. Penguatan
Ideologi dan paradigma sebagai sumber anatomi gerakan
b. Pembenahan
Peraturan Organisasi dan Manajemen Organisasi
c.
Penguatan Intelektualitas kader, sebagai upaya memperkuat institusi untuk
mencapai tujuan organisasi.
Pasal 4
Pengembangan Organisasi Eksternal adalah upaya
Aksi dan konsolidasi gerakan KOPRI dalam rangka menuju masyarakat yang
berkeadilan gender, Meliputi :
1. Advokasi undang-undang/ kebijakan yang
sensitif gender.
2. Konsolidasi
gerakan perempuan secara massif di semua level dalam gerakan issu bersama.
3. distribusi kader perempuan PMII pada ruang
strategis.
4. Penguatan Jejaring Media sebagai upaya
publikasi gerakan perempuan
BAB III
Struktur KOPRI
Pasal 5
Struktur dan posisi KOPRI di jelaskan dalam bagan
di bawah ini
![]() |
KOPRI merupakan lembaga semi otonom yang berada di
bawah koordinasi dan intruksi ketua umum PMII.
Keterangan:
------------- koordinasi dan konsultasi
________
Instruksi
BAB IV
POLA HUBUNGAN KOPRI
Pasal 6
a. KOPRI mempunyai kepengurusan ditingkat
PB/PKC/PC sesuai dengan kebutuhan masing-masing dengan sistem koordinasi,
konsultasi dan intruksi antar masing-masing level kepengurusan.
b. KOPRI dalam mengatur kebijakan terkait administrasi
organisasi berkordinasi dengan kepengurusan di setiap level kepengurusan.
c. Perwakilan pengurus KOPRI merupakan bagian
anggota pleno PB PMII
BAB V
Surat Keputusan Kepengurusan
Pasal 7
Surat Keputusan kepengurusan KOPRI dikeluarkan
oleh PB yang melalui rekomendasi PKC atau PC PMII yang bersangkutan.
BAB VI
Kaderisasi KOPRI
Pasal 8
Kaderisasi KOPRI mengikuti kaderisasi yang ada di
PMII, baik yang sifatnya formal ataupun non formal. Adapun kaderisasi yang
bersifat in-formal yang di sajikan dalam kurikulum kaderisasi KOPRI, hal
tersebut merupakan bagian kurikulum tambahan dalam upaya penguatan ideologi
gerakan KOPRI.
BAB VII
KAIDAH PELAPORAN
Pasal 9
Jenis-jenis
Pelaporan
Jenis-jenis
pelaporan adalah :
(1) Laporan Kegiatan adalah laporan yang dibuat
oleh KOPRI PB/PKC/PC PMII, secara objektif berkaitan dengan pelaksanaan
kegiatan/program yang telah terlaksana dengan memuat hasil-hasil yang dicapai
sebagai bahan evaluasi kegiatan di masing-masing tingkatan.
(2) Laporan Pertanggungjawaban adalah
laporan yang dibuat KOPRI PB/PKC/PC PMII
kepada ketua umum PMII yang bersangkutan, secara objektif berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan/program yang telah dilaksanakan selama satu periode
kepengurusan.
(3) Laporan Pendataan Kader Perempuan PMII adalah
laporan yang dibuat oleh Pengurus Cabang KOPRI secara Objektif berkaitan dengan
penambahan kader baru yang merupakan hasil pendataan secara keseluruhan;
Pasal 10
MEKANISME, ISI DAN WAKTU PELAPORAN
Laporan
Kegiatan meliputi:
1. Laporan
kegiatan KOPRI PB/PKC/PC PMII dilaporkan kepada internal pengurus KOPRI dan di
teruskan kepada ketua umum PMII yang bersangkutan.
2. Laporan
Kegiatan sekurang-kurangnya memuat :
a. Latar
belakang dan masalah yang dihadapi
b. Tujuan
dan sasaran kegiatan
c. Proses
pelaksanaan kegiatan
d. Laporan Keuangan
e. Tindak lanjut kegiatan
f. Evaluasi kegiatan, Lampiran daftar nama
panitia/peserta, narasumber, notulensi dan dokumentasi.
3.
Waktu
Pelaporan kegiatan untuk KOPRI PB PMII satu tahun sekali, untuk KOPRI PKC PMII
adalah setiap enam bulan sekali dan untuk KOPRI
PC PMII setiap empat bulan sekali.
Pasal 11
Pelaporan
Pertanggung jawaban
(1) Laporan pertanggung jawaban keseluruhan
pelaksanaan program KOPRI PB/PKC/PC PMII dilaporkan kepada Ketua umum PMII di
masing-masing level kepengurusan.
(2) Laporan Pertanggungjawaban sekurang-kurangnya
memuat :
a. Mekanisme
kepanitiaan
b. Proses
pelaksanaan
c. Laporan
keuangan yang disertai dengan bukti pengeluaran
d. Evaluasi
e. Lampiran
berisi daftar nama panitia, peserta, narasumber, materi & dokumnetasi
(3) Waktu pelaporan laporan pertanggung jawaban
dilakukan satu kali dalam satu periode, menjelang pergantian kepemimpinan di
masing-masing kepengurusan.
Pasal 12
Pelaporan Pendataan Kader
(1) Laporan Pendataan Kader sekurang-kurangnya
memuat :
a. Identitas
anggota dan kader
b. Jurusan,
Fakultas dan Perguruan Tinggi Anggota
c. Pendidikan
Kader (formal) yang telah diikuti
d. Pendidikan/Pelatihan
lainya (pelatihan profesional atau studi-studi fakultatif yang telah diikuti).
e. Jabatan
yang pernah diduduki
f. Rekapitulasi
data anggota
(2)
Waktu pelaporan pendataan kader adalah
setahun sekali menjelang berakhirnya periode kepengurusan cabang.
BAB VIII
TERTIB ADMINISTRASI
Pasal 13
Pedoman Umum Administrasi
(1) Stempel
a.
Bentuk stempel
Stempel
organisasi untuk semua tingkatan organisasi berbentuk persegi panjang bergaris tunggal.
b.
Ukuran stempel
Stempel
resmi organisasi berukuran panjang 6 cm dan lebar 3 cm.
c.
Tulisan stempel
Stempel
resmi organisasi berisi :
1.
Lambang PMII disebelah kiri
2.
Tulisan disebelah kanan terdiri atas :
· baris pertama, “Korp Pergerakan”, baris
kedua, “Mahasiswa Islam,” Baris ketiga, “Indonesia Puteri”
· Baris ke-empat tingkat level kepengurusan
· Nama tempat atau daerah, baris kelima.
(2) Buku
Agenda
a.
Ukuran
Buku
Pada
dasarnya seluruh jenis buku dapat digunakan sebagai buku agenda, asalkan sesuai
dengan kolom yang diperlukan.
b.
Model
Buku
Buku
agenda surat terdiri atas buku agenda surat keluar dan buku agenda surat masuk, model yang digunakan keduanya sebagai
berikut :
1. Buku
agenda surat keluar, terdiri atas kolom;
(a) Nomor
urut pengeluaran
(b) Nomor
surat
(c) Alamat
surat
(d) Tanggal
surat;
· tanggal
pembuatan
· tanggal
pengiriman
(e) Perihal
surat
(f) Keterangan
2. Buku
agenda surat masuk, terdiri atas kolom
(a) Nomor
urut penerimaan
(b) Nomor
surat
(c) Alamat
surat / pengirim
(d) Tanggal
surat;
· tanggal
pembuatan
· tanggal
penerimaan
(e) Perihal
surat
(f) Keterangan
(lihat
pedoman teknis, point ……..).
(3) Buku Kas
a.
Ukuran
Buku Kas
Semua
jenis buku dapat digunakan sebagai buku kas, asalkan sesuai dengan kolom yang
diperlukan.
b.
Model
Buku Kas
Buku
kas untuk seluruh jenis kegiatan pada semua tingkatan organisasi menggunakan
model buku kas yang terdiri dari atas kolom;
1.
Nomor urut penerimaan
2.
Uraian sumber kas
3.
Jumlah uang yang diterima
4.
Nomor urut pengeluran
5.
Uraian penggunaan kas
6.
Jumlah uang yang dikeluarkan
(lihat
pedoman teknis, point ….)
c.
Buku
Inventarisasi.
1. Ukuran
Buku Inventarisasi
Buku Inventaris dapat menggunakan pelbagai jenis dan
ukuran buku yang sesuai dengan kolam yang diperlukan
2. Model
Buku Inventarisasi
Buku inventarisasi untuk semua tingkatan organisasi
menggunakan model buku yang terdiri atas kolom :
(a) Nomor
urut.
(b) Nama
barang.
(c) Merk
barang.
(d) Tahun
pembelian.
(e) Jumlah
barang
(f) Keadaan
barang
Keterangan (Lihat pedoman teknis,point........)
Pasal 14
Pedoman Tekhnis
(1) Stempel
a. Pembubuhan
stempel organisasi pada surat resmi organisasi diusahakan sedapat mungkin agar
tertera ditengah – tengah antara dua tandatangan pengurus dan tidak
menutupi nama pengurus yang bertandatangan.
b. Pengurus
yang berwenang stempel organisasi adalah Ketua atau Sekretaris (untuk PB ),
Ketua atau Sekretaris ( untuk Koorcab/Cabang ) dan Ketua atau Sekretaris (untuk
Komisariat dan Rayon).
c. Pembuatan
stempel kepanitiaan harus mencantumkam lambang PMII disebelah kiri dan tulisan
yang menunjukan jenis kepanitiaan disebelah kanan,dengan ukuran yang serasi dan
seimbang.
Contoh
A.
Stempel KOPRI PB PMII :
![]() |
B. Stempel Pengurus KOPRI PKC PMII :
![]() |
C. Stempel KOPRI PC PMII

(2)
Buku Agenda
a. Buku
agenda berfungsi untuk mendokumentasikan seluruh jenis surat, baik surat keluar
ataupun surat masuk, agar buku tersebut dapat berfungsi sebagaimana mestinya,
maka perlu dipelihara dan disimpan secara baik setelah dipergunakan.
b. Buku
agenda harus senantiasa ditempatkan diatas meja kerja, terutama kita sedang
membuat surat atau ketika menerima surat dari instansi lain.
c. Kolom-kolom
yang terdapat dalam buku agenda surat, baik keluar maupun kedalam berjumlah 6
(enam) kolom.
Contoh.
1.
Agenda surat keluar
No
|
No. Surat
|
Alamat Surat
|
Tgl Surat
|
Hal
|
Ket
|
|
Buat
|
Kirim
|
|||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
Agenda surat masuk
No
|
No. Surat
|
Alamat Surat
|
Tgl Surat
|
Hal
|
Ket
|
|
Buat
|
Datang
|
|||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
|
|
|
|
|
|
|
(3) Buku Kas
a. Seluruh
jenis kegiatan yang berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran dana
organisasi, harus tercatat dalam buku Kas, terdiri atas :
Buku
Harian : Neraca Bulanan, Neraca Tahunan
b. Segala
penerimaan dana harus dicatat di dalam Buku Kas bagian kiri (debet) dan
pengeluaran dana bagian kanan (kredit). Kelebihan atau kekurangan dalam
penjumlahan uang disebut saldo.
c. Pengurus
yang berwenang menyimpan dan mempergunakan Buku Kas adalah Bendahara/wakil
bendahara, pada setiap jenjang kepengurusan organisasi.
Contoh :
1. Buku
Harian
No
|
Uraian
|
Jumlah
|
No
|
Uraian
|
Jumlah
|
|
|
|
|
|
|
2. Neraca
Bulanan
No
|
Uraian
|
Jumlah
|
No
|
Uraian
|
Jumlah
|
|
|
|
|
|
|
3. Neraca
Tahunan
No
|
Uraian
|
Jumlah
|
No
|
Uraian
|
Jumlah
|
|
|
|
|
|
|
Dalam pelaporan bidang keuangan organisasi, kecuali
dibuat dalam bentuk neraca, juga dilengkapi dengan kwitansi atau tanda
pembayaran dalam pembelian barang-barang untuk kepentingan organisasi.
(4) Buku
Inventarisasi
a. Buku
inventarisasi berfungsi untuk mencatat seluruh kekayaan atau barang-barang
milik organisasi, agar mudah melakukan pemeliharaan, perawatan dan pemantauan
terhadap barang-barang tersebut, sebagai asset organisasi yang dihasilkan dari
suatu masa bakti kepengurusan.
b. Model
buku inventarisasi untuk semua tingkatan organisasi dibuat dengan 7 kolom,
seperti berikut ini :
No
|
Nama
Barang
|
Thn
Pembuatan
|
Merk
|
Jumlah
|
Keadaan
|
Keterangan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
|
|
|
|
|
|
|
c. Pengurus
yang berwenang untuk menyimpan dan melakukan inventarisasi adalah
sekjen/sekretaris Umum/sekretaris
disemua tingkatan organisasi.
BAB IX
PENUTUP
Pasal 16
1.
Hal-hal yang belum diatur di dalam
ketetapan ini, akan diatur kemudian di dalam Peraturan Organisasi atau produk
hukum organisasi lainnya.
2.
Ketetapan ini ditetapkan Musyawarah
pimpinan nasional Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.
3.
Ketetapan ini berlaku sejak waktu dan
tanggal ditetapkan.
B.3.
Hasil
MUSPIMCAB PMII Kota Malang
PERATURAN
ORGANISASI
PERGERAKAN
MAASISWA ISLAM INDONESIA
KOTA
MALANG
Tentang
KORPS
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA PUTRI
KOMISARIAT
DAN RAYON
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
1.
KOPRI
merupakan nama wadah kader pmii putri yang digunakan ditataran komisariat dan
rayon
2.
KOPRI
Komisariat adalah Korps PMII Putri yang berkedudukan dalam kepengurusan
komisariat yang bersifat semi otonom bertanggung jawab kepada ketua komisariat.
3.
KOPRI
Rayon adalah Korps PMII Putri yang berkedudukan dalam kepengurusan rayon yang
bersifat semi otonom bertanggung jawab kepada ketua rayon
BAB
II
PENGEMBANGAN
ORGANISASI
Pasal
2
Pengembangan
.KOPRI Komisariat meliputi:
1.
Pengembangan
Organisasi Internal dilakukan sebagai upaya peningkatan kapasitas sumber daya
kader putri dalam rangka mendorong penguatan kelembagaan organisasi, meliputi:
a.
Penguatan
institusi KOPRI Komisariat sebagai ruang aktualisasi kader putri.
b.
Pengkoordinasian
KOPRI Rayon dalam wilayah koordinasinya dalam pendataan dan pemetaan potensi
kader putri untuk pengembangan kaderisasi kader putri
c.
Penguatan
peraturan organisasi dan manajemen organisasi.
2.
Pengembangan
organisasi eksternal dilakukan sebagai upaya aksi gerakan KOPRI Komisariat
dalam rangka menuju masyarakat berkeadilan gender, meliputi:
a.
Partisipasi
dan konsolidasi gerakan perempuan dengan PC KOPRI, KOPRI Komisariat lain,
organisasi perempuan lainnya.
b.
Pengkoordinasian
KOPRI Rayon dalam mengadvokasi kebijakan kampus yang sensitive gender.
Pasal
3
Pengembangan
KOPRI Rayon meliputi:
1.
Pengembangan
organisasi internal dilakukan dan dititik beratkan pada pengembangan dan
penguatan kuantitas serta kualitas kader putri, meliputi:
a.
Pendataan
dan pemetaan potensi kader putri
b.
Penguatan
dan pembangunan kapasitas kader putri
c.
Pembenahan
peraturan organisasi dan manajemen organisasi
2.
Pengembangan
organisasi eksternal dilakukan sebagai upaya aksi gerakan KOPRI Rayon,
meliputi:
a.
Partisipasi
dan konsolidasi gerakan perempuan dengan PC KOPRI, KOPRI Komisariat, KOPRI
Rayon lain, dan organisasi perempuan lainnya.
b.
Partisipasi
dan koordinasi dengan KOPRI Komisariat dalam advokasi kebijakan kampus yang
sensitive gender.
BAB
III
STRUKTUR
KOPRI
Pasal
5

BAB
IV
POLA
HUBUNGAN KOPRI
Pasal
6
1.
Hubungan
antara KOPRI Komisariat/KOPRI Rayon dengan Ketua Komisariat/Ketua Rayon
ditunjukkan dengan garis kooordinatif dan instruktif
2.
KOPRI
mempunyai kewenangan sendiri dalam mengatur kebijakan internal terkait
persoalan administrasi
3.
Direktur
dan sekretaris pengurus KOPRI merupakan bagian anggota Pleno BPH
Komisariat/Rayon
BAB
V
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
7
1.
Hal-hal
yang belum diatur di dalam ketetapan ini, akan diatur kemudian di dalam
peraturan organisasi atau produk Hukum PMII lainnya
2.
Ketetapan
ini ditetapkan Musyawarah Pimpinan Cabang PMII
3.
Ketetapan
ini berlaku sejak waktu dan tanggal ditetapkan.
C.
Nilai
Kader KOPRI dan Panca Norma KOPRI
C.1. Nilai Kader KOPRI
Nilai Kader
KOPRI atau biasa disingkat dengan NKK merupakan sebuah sarana kader KOPRI untuk
mengenal, melihat dirinya sendiri dan bahkan mengharapkan yang lain untuk
melihat. NKK juga merupakan potret yang diharapkan.
Untuk menjawab
pertanyaan “Siapa saya ini” makan NKK mengembangkan sebagai berikut:
a. Warga
KOPRI sebagai insan individu harus dipenuhi dengan muatan religiusitas karena
islamnya, harus dipenuhi dengan muatan intelektualitas karena mahasiswa, dan
juga harus dipenuhi dengan muatan kemandirian karena kedewasaannya.
b. Warga
KOPRI sebagai makhluk sosial, tanpa membedakan unsur suku, agama, ras dan antar
golongan serta melihat dimensi ruang dan waktu.
c. Warga
KOPRI sebagai insan organisasi, harus mengembangkan sikap profesionalitas dalam
menjalankan aktifitas.
Fungsi dari NKK ini yaitu:
1. Sebagai
justifikasi terhadap tertib sosial dan tertib organisasi yang mensyaratkan pada
anggota untuk menerima.
2. Sebagai
konstruk yang sah dan dianggap vital secara moral mengikat. Jadi setiap
tindakan harus berada dibalik legitimasi NKK.
3. Mampu
menumbuhkan “sens of belonging” warga terhadap organisasi yang mempertautkan
kolektifitas masa lampau sekaligus diarahkan pada masa depan sebagai
pengidentifikasian diri terhadap lingkungan yang selalu berubah.
4. Sebagai
pedoman yang memberikan wawasan mengenal misi dan tujuan organisasi sekaligus
merupakan komitmen untuk bertindak.
Berangkat dari pemikiran di atas maka Nilai Kader
KOPRI dirumuskan sebagai berikut:
1. Modernisasi
Modernisasi
telah mampu mengembangkan suatu kultur dengan menempatkan bentuk rasionalitas
tertentu sebagai nilai yang menonjol tapi dalam beberapa hal sering gagal,
karena rasionalitas itu kurang bisa dipaksa sebagai panutan yang tepat.
Meskipun begitu rasionalitas dalam beberapa segi telah mampu mengganti semangat
keagamaan.
Modernisasi
seringkali ditandai dengan pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata
mampu merubah beberapa pandangan manusia dalam beberapa masalah kehidupan
mereka, akibatnya manusia seringkali mengidiologikan ilmu pengetahuan dan
teknologi sebagai sembahan kehidupan. Menghadapi fenomena demikian, maka sikap
KOPRI menerima modernisasi secara selektif mana yang harus diambil.
2. Mitra
Sejajar
a. Allah
menciptakan laki-laki dan perempuan dalam kodrat yang berbeda, namun sama-sama
mempunyai tanggungjawab kekholifahan. (Q.S 8: 165)
b. Masing-masing
mempunyai hak dan kewajiban yang sama seimbang. (Q.S 2: 228)
c. Mempunyai
kesempatan beraktifitas dan berjuang serta akan diperhitungkan prestasi
kerjanya. (Q.S 4: 32)
d. Antara
laki-laki dan perempuan saling melindungi. (Q.S 9: 71)
e. Antara
laki-laki dan perempuan saling membutuhkan. (Q.S 2: 167)
3. Wanita
Ideal
a. Sholihah,
taat, dan menjaga diri dengan baik. (Q.S 2: 34)
b. Beriman,
tunduk, jujur, khusuk dan dermawan, menjaga kehormatan dan banyak berdzikir
kepada Allah. (Q.S 33: 35)
c. Memiliki
pribadi yang dinamis dan kreatif ditunjang dengan tindakan, intelegensi dan
kasih sayang.
d. Memiliki
kemampuan untuk melepaskan diri dari keterbatasannya, menembus ruang dan waktu
untuk meningkatkan kehidupan sosial.
4. Watak
KOPRI
a. KOPRI
dalam melakukan kegiatan tidak akan meninggalkan sifat-sifat kewanitaannya.
b. KOPRI
mempunyai tindakan, pandangan dan langkah yang berbeda dengan mahasiswi non
Islam, bahkan di luar Ahlussunnah Wal Jamaah pun harus beda.
C.2. Panca Norma KOPRI
Panca Norma
KOPRI dicetuskan pada tanggal 16 Februari 1966 pada saat pelaksanaan Training
Course Keputrian I PMII di Jakarta bersamaan dengan pelaksanaan Mukernas I,
yang berisi sebagai berikut:
a. Tentang
Emansipasi
· Emansipasi
wanita berarti memberikan hak-hak dan kesempatan kepada wanita sederajat,
setingkat dan seirama dengan kaum pria. Bukan merupakan pemberian hak-hak
istimewa karena penghargaan atau perbedaan naluri fitriahnya justru karena dia
wanita.
· Tuntutan
akan hak-hak wanita, meliputi segala segi kehidupan baik politik sosial
ekonomi, maupun kebudayaan. Hak-hak ini diberikan adalah merupakan tuntutan
nurani yang mendorong manusia berkeinginan, berkehendak dan berbuat sebagai
realisasi dan manifestasi dari pada ajaran Islam.
· Perjuangan
hidup baik di dalam bidang politik, sosial ekonomi maupun kebudayaan adalah
suatu tuntutan yang bagi kita mempunyai ukuran-ukuran yaitu yang didasarkan
atas perbedaan struktur rohaniah jasmaniah dan kondisi ruang dan waktu.
· Pembatasan
atas hak adalah kewajiban yaitu suatu langkah dan tindakan yang harus ditempuh
lebih dulu. Ini berarti bahwa kewajiban harus mendapat tempat yang lebih utama
daripada tuntutan akan hak.
· Manifestasi
daripada itu ialah pengorbanan kaum perempuan untuk berjuang menyelami dan
terjun dalam langkah perjuangan politik, sosial ekonomi, kebudayaan, dalam mana
kewajiban seorang putri telah terpenuhi dan akan berjalan seiring dengan
hak-hak yang dituntutnya.
b. Tentang
Etika Wanita Islam
· Ajaran
tentang hak batal, benar salah, baik buruk, bermoral immoral adalah suatu
persoalan etika. Etika yang dimaksudkan adalah Al-Qur’an dan Assunnah, yaitu
etika Islam. Etika yang meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan, baik dalam
bentuk pengabdian kepada Tuhan maupun berhubungan antar manusia dengan manusia,
dan perkembangan kebudayaannya.
· Pengabdian
kepada Tuhan adalah suatu bentuk pengabdian yang tertinggi dan merupakan gerak
hidup yang disandarkan atas taqwallah dengan beramar ma’ruf nahi munkar
membabat jiwa keimanan, keikhlasan serta tawadlu’ dan khusuk.
· Hubungan
antar manusia diperlukan keharmonisan, keserasian dan penyesuaian akan arus
perkembanagan dan perubahan zaman berpegang kepada ajaran agama dan etiket
pergaulan adalah suatu kemutlakan, sehingga pprinsip perorangan yang tidak
hanyut terseret oleh arus yang tanpa arah dapat terkendalikan secara positif.
· Etiket
pergaulan yang diartikan dengan “Tata Cara Pergaulan” mempunyai arti relatif,
anggapan sopan bagi suatu bangsa akan berbeda dengan bangsa lain, dan pandangan
benar bagi suatu ajaran pun menempatkan hal yang sama. Garis penegas yang
positif bagi realisasi bentuk-bentuk itu adalah pandangan agama, suatu ajaran
yang mempunyai norma-norma hukum nasional maupun internasional.
· Arus
budaya yang senantiasa berkembang akan senantiasa mendapatkan tempat dalam
masyarakat. Posisi menarik bukan lebur tertarik adalah suatu norma bagi PMII,
perkembanagn budaya sebagai hasil pikiran harus diarahkan, diisi dan dijiwai
ajaran agama, moral nasional dan kepribadian bangsa.
c. Tentang
Watak PMII Putri dalam Kesatuan dan Totalitas Berorganisasi
· PMII
Putri adalah bagian dan organ organisasi yang tak terpisahkan dari PMII. Ia
sebagai organ bukan merupakan kesatuan yang terpisahkan dan berdiri sendiri
dalam kesatuan tubuh. Tetapi ia merupakan suatu paduan dan persenyawaan yang
tanpa melarutkan sifat dan ciri-ciri kewanitaannya yang dibawanya sebagai
fitrah dan kondisi potensial yang dimilikinya.
· Sebagai
organ yang tak terpisahkan ia melakukan perjuangan yang senada dan seiring,
selangkah dan seirama, maju dalam berbagai bidang tujuan organisasi, bidang
kepemimpinan dan interdepartemental merupakan suatu bentuk-bentuk lapangan
perjuangan yang mendapat sorotan dan hak memanfaatkan akan perjuangan yang
mendapat akan tuntutan sosial wanita dimana tugas-tugas dan peranan organisasi
tak dibedakan.
· Sebagai
mahasiswa putri islam, walaupun merupakan kesatuan organ yang tak terpisahkan,
tetapi ia mempunyai sikap hidup dan pandangan dan langkah serta tindakan yang
berbeda dengan mahasiswa-mahaiswa di luar islam, bahkan berbeda dengan
mahasiswa-mahasiswa putri di luar Ahlussunnah Wal Jamaah.
· Suatu
kesatuan dalam totalitas berorganisasi adalah suatu bentuk antara PMII putri
dan PMII putra merupakan suatu paguyuban. Tetapi garis pemisah yang terbatas
dengan norma dan kaedah-kaedah agama suatu tuntutan mutlak yang memberikan
tabir dan benteng ukuran moral dan watak positif sehingga moral dan amalan
syariat Islam terjamin karenanya.
d. Tentang
Partisipasi PMII Putri terhadap Neven-neven Organisasi
· Sebagai
organ yang memihak pada ideologi partai maka neven organisasi yang berafiliasi
terhadap partai adalah juga alat perjuangan yang senada dan seirama, seiring
dan berdampingan dalam mencapai tujuan bersama dan tujuan yang sama.
· Sikap
masa bodoh, sikap rendah diri, sikap penakut dan nrimo adalah suatu bentuk yang
tidak seharusnya ada bagi PMII Putri, justru emansipasi wanita maka sifat-sifat
kerendahan itu dapat dilenyapkan.
· Atas
dasar tanggungjawab yang mendalam
terhadap agama, bangsa dan revolusi, maka partisipasi terhadap neven-neven
organisasi sebagai alat partai dan revolusi terutam organisasi wanita adalah
kemutlakan yang tak dapat dielakan adanya.
· Usaha-usaha
konkrit kearah itu dapat dilakukan ialah turut meningkatkan kemampuan-kemampuan
dan daya perjuangan dalam berorganisasi khususnya terhadap Muslimat, Fatayat,
IPPNU baik dalam bidang politik, sosial, ekonomi, perkembanagan kebudayaan,
maupun dalam bidang-bidang yang lebih luas dengan didasarkan atas kondisi,
tempat dan waktu sekarang.
· Bidang-bidang
praktis yang dapat dilakukan dlam usaha partisipasi ini meliputi bidang-bidang
organisasi, administrasi, latihan-latihan kepemimpinan, pendidikan dan
pengajaran, keubudayaan, dakwah Islam dalam perkembangan organisasi, maupun
dalam berbagai bentuk sosial kemasyarakatan yang lain yang menyangkut peri
hidup wanita dalam hubungannya dengan perjuangan agama dan revolusi.
e. Tentang
Partisipasi PMII Putri terhadap Kegiatan-kegiatan Masyarakat
· Pengabdian
kepada masyarakat adalah merupakan suatu amanat Tuhan. Ia merupakan amal ibadah
kalau pengabdiaannya itu diiringi niat yang ikhlas dan pembaktian kepada Tuhan.
Jurang pemisah anatara perkuliahan dan masyarakat mutlak ditolak dan organisasi
berarti jembatan emas penghubung antara keduanya.
· PMII
Putri sebagai mahasiswa dan anggota masyarakat, akan menyatukan dwi tunggal
antara ilmu dan amal, antara teori dan perbuatan, berusaha merelaisasikan
satunya kata dan perbuatan serta ikut serta secara aktif dalam seluruh kegiatan
dan aktifitas masyarakat selagi ia tidak bertentangan dengan norma-norma agama.
· PMII
Putri sebagai wanita realistik, mampu menyelesaikan tugas-tugas kemasyarakatan,
dan tugas-tugas ini akan diselesaikan kalau tugas-tugas dan bentuk-bentuk
kegiatan-kegiatan masyarakat itu semata-mata mengarah kepada kepentingan agama,
nusa, bangsa dan revolusi.
· Secara
konkrit ia akan mendharmabaktikan dalam seluruh bentuk kehidupan, baik dalam
bidang politik, sosial, ekonomi, pendidikan maupun dalam perkembangan
kebudayaan.
· Suatu
pembaktian yang mesti dituntut lebih dahulu agar tidak menyimpang dari
norma-norma agama, revolusi dan kemasyarakatan, adalah usaha mutlak untuk
mempelajari hukum-hukum dan ajaran agama. Doktrin revolusi dan pengetahuan
masyarakat Indonesia.
BAB
III
SISTEM
KADERISASI PUTRI
A.
Pandangan
Umum Pengkaderan Putri
Dalam multi level strategi gerakan PMII telah disebutkan
bahwa ada tiga titik tekan umum dalam pengkaderan PMII. Pertama membangun
individu yang percaya dengan kapasitas individualitasnya sekaligus memiliki
keterikatan dengan kolektifitas. Kedua membebaskan individu dari
belenggu-belenggu yang tercipta selama berabad-abad selama sepanjang sejarah
nusantara, tanpa memangkas individu dari sejarah itu sendiri. Ketiga,
pengkaderan PMII hendak membangun keeimanan, pengatahuan, dan keterampilan
sekaligus.
Melihat realita kondisi kader putri yang komplek akan
permasalahan, terkait kuantitas dan kualitas intelektual yang sampai hari ini
masih menjadi dua hal yang urgen. Hampir di semua komisariat atau rayon bahkan
tingkatan cabang kuantitas kader putri hingga hari ini semakin mengalami
degradasi, kapasitas intelektual masih menjadi satu hal yang diragukan, kader
putri masih terjebak dalam akar permasalahan yang ada pada dirinya sendiri,
ketidakpercayaan diri serta pengakuan terhadap kemampuan intelektual yang
dimiliki sehingga mampu bersaing dengan kader putra menjadi satu bagan yang
penting. Bahkan kemunduran yang tidak disertai dengan kapasitas intelektual
menjadi tolak ukur bahwa kader putri sampai hari ini masih terjebak pada
masalah mampu atau mau. Kader putri cenderung merespon
isu-isu yang kurang komprehensif dalam pemahaman. Keaktifan dan kecerdasan
kader putri yang tidak diimbangi dengan feminitas seorang muslimah, ini menjadi
penyebab pemikiran dan gerakan kader putri bersifat kelaki-lakian atau maskulin.
Kader PMII dengan kapasitas intelektual dan strategi
gerakan yang masif dapat menjadi kader-kader pemimpin dan stake holder di
setiap lini bangsa ini. Kritis terhadap isu-isu gender dan ketimpangan sosial
merupakan karakter yang dimiliki kader putri PMII, pengawalan kebijakan
pemerintah yang sensitif gender, pengentaskan kemiskinan perempuan dan memajukan pendidikan perempuan merupakan
contoh bentuk gerakan yang harus dilakukan kader yang sudah menempati posisi
tepat.
B.
Problem
Solving Pengkaderan Putri
Dalam suatu organisasi pasti akan menemui berbagai
masalah dalam mengahadapi konsistensi dan komitmen berorganisasi anggotanya.
Tidak terkecuali PMII dan KOPRI. Kondisi keaktifan kader putri yang memiliki
presentase jauh lebih sedikit dari kader putra tentunya mempunyai
permasalahan-permasalahan khusus yang tidak bisa digeneralisasikan.
Permaslaahan ini mencakup pada fase pra anggota (situasi dan kondisi sebelum
menjadi anggota), fase anggota (fase pasca MAPABA), fase kader (fase pasca
PKD/PKL), dan fase struktural (fase ketika kader putri dalam posisi
struktural). Tentunya setiap fase memiliki tipe permasalahan yang berbeda.
1.
Fase
pra anggota, permasalahan ini biasanya pada motivasi organisasi kader putri,
tarik ulur kepentigan yang akan mereka dapatkan ketika mengikuti organisasi.
2.
Fase
anggota, masih ada permasalahan motivasi keaktifan dalam organisasi, manajemen
waktu dengan kegiatan akademis, kenyamanan dengan kondisi cultural PMII, dan
pola komunikasi.
3.
Fase
Kader, permasalahan kegamangan untuk mengimplementasikan ilmu yang didapat, dan
mengembangkan potensi.
4.
Fase
struktural, permasalahan sering terjadi karena iklim gesekan kepentingan dalam
badan/lembaga dalam level struktural.
Dengan berbagai permasalahan kader putri yang komplek
dapat ditangani dengan jalan pembangunan dan penguatan kapasitas intelektual
kader putri dengan berbagai kegiatan. Seperti pelatihan dan sekolah-sekolah
yang nantinya membekali kualitas intelektual kader putri sehingga mampu
bersaing di era globalisasi ini. Penanaman nilai feminitas dan keislaman kepada
kader putri agar arah gerakan dan pemikiran serta sifat kader menjadi feminim dan
muslimah.
C.
Strategi
dan Pola Rekrutmen
Strategi dan pola rekrutmen disini dititik beratkan pada
bagaimana cara menyampaikan informasi dan mempromosikan PMII sebagai organisasi
ideal untuk beraktualisasi diri. Strategi dan pola rekrutmen kader putri tidak bisa
dibedakan dari strategi dan pola rekrutmen yang dilakukan oleh PMII. Rekrutmen
dilakukan dengan berbagai cara untuk meyakinkan calon anggota untuk ikut
mendaftarkan diri di PMII.
Ragam Staregi dan pola rekrutmen yang bisa dilakukan
antara lain:
1.
pemfiguran
sahabat/i yang menjadi stake holder pada lokus masing-masing dalam hal ini
intra atau ektra kampus.
2.
Pendekatan
personal sangat perlu dilakukan mengingat perbedaan karakter antara kader putra
dan kader putri, pendekatan ini dapat dilakukan dengan cara memasuki lini-lini
fakultatif, pendampingan personal lewat jalur fakultatif akan menjadi hal urgen
dilakukan.
3.
Menjaring
anggota atau kader melalui organisasi alumni sekolah/ alumni pondok pesantren/
organisasi kedaerahan.
4.
Penyebaran
pamflet atau leaflet di kampus perlu dilakukan untuk menarik minat kader putri,
dapat dilakukan dengan menampilkan
hal-hal yang menarik dan topik yang dapat memasuki dunia hedonis perempuan.
Strategi dan pola
rekruitmen ini tidak bisa bersifat mutlak. Bisa dilakukan inovasi dan
pengembangan konsep strategi dan pola rekrutmen sesuai dengan karakter calon
anggota yang menjadi target anggota yang akan direkrut.
D.
Strategi
Pendampingan
Pendampingan adalah pola kaderisasi yang simpel tapi
terkesan rumit, berlatar belakang rumit dan variatifnya sifat kader putri di
setiap Rayon atau Komisariat juga membuat pola kaderisasi menjadi variatif
sesuai dengan lokus masing-masing. Dari sini perlu ada formulasi baru terkait
strategi pendampingan yang harus dilakukan dalam rangka kaderisasi kader putri,
diantaranya: Pertama, pendampingan
skill kader dengan cara mengetahui minat kader dan mewadahi skill. Kedua, mengetahui hoby kader, dengan
mengadakan kegiatan yang menjadi salah satu hoby kader yang bertujuan unutk
merekatkan emosional kader, sepeti berenang dan olahraga. Ketiga, memasuki lini fakultatif dengan pendekatan personal yang
nantinya akan membantu kader dalam fakultatif dan tetap dapat berperan aktif
dalam PMII, seperti adanya study club. Keempat,
pola kegiatan yang bersifat serius dan tidak banyak menarik minat kader putri
dapat dirubah atau dibumbui dengan hal-hal yang menyenangkan dan topik yang
segar agar kejenuhan yang dialami kader dapat berkurang.
E. Pekaderan
Formal, Non Formal, dan Informal
Sebagaimana
dalam PMII sistem pengkaderan yang bisa didikuti oleh anggota terdiri dari tiga
macam pola pengkaderan, yakni pengkaderan formal, Nonformal dan informal. Sama
halnya dengan KOPRI sebagai Bagian dri proses pengkaderan Putri melalui tiga sistem pengkaderan ini.
Karena dirasa perlu terkait isu-isu gender dan keperempuanan yang memastikan
kader putri memerlukan pengkaderan tambahanm oleh karena itu dalam sistem
pengkaderan formal, non formal, dan informal ada bentuk model pengkaderan
tambahan. Selsnjutnys dibahas sebagai berikut:
1.
Formal (Mapaba, PKD, PKL)
Pengkaderan formal PMII terdiri dari tiga jenjang,
yaitu MAPABA, PKD, dan PKL. Dalam
jenjang pengkaderan ini terdapat materi-materi yang disampaikan. Untuk
menguatkan pengetahuan dan mental kader putri, apabila dirasa perlu menambahkan
materi-materi di setiap level pengkaderan formal. Materi-materi tambahannya
sebagai berikut:
Jenjang
Pengkaderan
|
Materi
|
Sub-Materi
|
Tujuan
|
MAPABA
|
Studi
Gender dan Kelembagaan KOPRI
|
-
Konsep Gender dan Seksualitas
-
Bentuk-bentuk ketidak adilan
Gender
-
Kesetaraan dan Keadilan Gender
-
kelembagaan KOPRI (Sejarah,
Keorganisasian, NKK, Panca Norma KOPRI)
|
-
Mengetahui Konsep Gender dan
seksuaitas sehngga bisa membedakan pemahaman Gender dan seksualitas
-
Mengetahui dan memahami
bentu-bentuk ketidak adilan gender di masyarakat
-
Mengetahui dan memahami konsep
kesetaraan dan keadilan gender
-
Mengetahui kelembagaan KOPRI dari
segi keorganisasian, Nilai Kader KOPRi, dan Panca Norma KOPRI
|
PKD
|
Analisis
Gender dan Strategi Gerakan KOPRI
|
-
Analisis Gender Gerakan Perempuan
-
Teknik Analisis Gender
-
Strategi Gerakan KOPRI
|
-
Mengetahui kaitan analisis gender
dengan gerakan perempuan
-
Mengetahui dan memahami teknik
analisis gender dan gerakan Perempuan
-
Mengetahui dan memahami strategi
gerakan KOPRI dalam rangka pengembangan Kader Putri
|
PKL
|
Membedah
PMII perspektif Gender
|
- Gender dalam
PMII
- Gender dalam
Nilai Dasar Pergerakan
- Gender
perspektif ASWAJA
-
Gender dan Gerakan KOPRI
|
- Peserta mampu
memahami Hak, ruang , dan tingkat partisiipasi peran perempuan dalam
pengembangan Organisasi PMII, peserta juga di harapkan membaca konstruksi
ideologi gender dalam membentuk kesetaraan
pola aktifitas organisasi PMII.
|
2. Non
Formal
Pengkaderan
non formal diselenggarakan setelah mengikuti pengkaderan formal. Tujuan dari
pengkaderan formal ini adalah untuk membekali kader ditiap level pngkaderan
dengan kompetensi-kompetensi yang sesuai sesuai level yang telah diikuti.
Setiap level pengkaderan formal di PMII telah dirumuskan sejumlah
pelatihan-pelatihan untuk mendukung poensi kader.
Selain
bisa mengikuti pengkaderan non formal yang diselenggarakan PMII, kader putri
juga bisa mengikuti pengkaderan non formal yang diselenggarakan khusus untuk
pengembangan kader putri. Pengkaderan non formal ini terdiri dari 3 pelatihan
yang disesuaikan setiap level pengkaderan yaitu SKP (Sekolah kader putri)I, SKP
II, dan SKK (sekolah Kader KOPRI). Level pengkadran non formal ini memiliki
output dan tujuan untuk membentu kader putri yang sesuai dengan tujuan PMII.
I.
Sekolah Kader Putri (SKP) I
Sekolah
Kader Putri I ini dilaksanakan oleh pengurus rayon atau pengurus komisariat.
Target peserta adalah kader putri yang telah mengikuti minimal pengkaderan setingkat MAPABA. Output
dari SKP I ini ditekankan pada proses penyadaran berbasis gender, penguatan
mental organisasi kader putri, dan proses internalisasi nilai kader KOPRI.
Berikut materi-materi yang dapat di berikan dalam SKP I:
Materi-Materi
|
Sub-sub Materi
|
Tujuan
|
ü Analisa Diri
|
ü Konsep dan
sejarah manusia
ü Perempuan
dalam masyarakat
ü
Psikologi perempuan
|
ü
Mengetahui konsep dan terciptanya manusia dengan
segala hak dan kewajibannya
ü
Mengetahui dan memahami posisi dan peran perempuan
dalam masyarakat
ü
Mengetahui dan memahami aspek mental perempuan
|
ü Konsep Gender
dan Seks
|
ü
Pengertian gender dan seks serta perbedaan diatara
keduanya
ü
Sejarah perjuangan kesetaraan dan keadilan gender
|
ü
Mengetahui dan memahami pengertian (bahasa dan
istilah) seks , serta perbedaan dan gender
ü
Mengetahui dan memahami sejarah peruangan
kesetaraan dan keadilan gender
|
ü Gender
Multiperspektif (Agama, Sosial, Hukum, Politic, Budaya)
|
ü Aspek gender
dalam berbagai perspektif
ü
Mainstreaming gender dalam berbagai perspektif
|
ü
Mengetahui dan memahami aspek gender dalam
berbagai perspektif
ü
Mengetahui dan memahami mainstreaming gender dalam
berbagai perspektif
|
ü Gender dan
Feminisme
|
ü
Hubungan gender dan feminisme
ü
Sejarah dan aliran feminism
|
ü Mengetahui dan
memahami hubungan gender dan feminisme
ü Mengetahui dan
memahami sejarah dan aliran feminisme
|
ü Studi KOPRI
(Sejarah, Keorganisasia, NKK dan Panca Norma KOPRI
|
ü
Sejarah terbentuknya KOPRI
ü
Keorganisasian KOPRI
ü
NKK dan Panca Norma KOPRI
|
ü
Mengetahui dan memahami sejarah KOPRI
ü
Mengetahui dan memahami mekanisme keorganisasian
KOPRI
ü
Mengetahui dan memahami serta untuk selanjutnya
bisa menginternalisasi NKK dan Panca Norma KOPRI
|
II. Sekolah
Kader Putri (SKP II)
Sekolah Kader Putri II ini dilaksanakan oleh
pengurus komisariat. Target peserta adalah kader putri yang telah
mengikuti minimal pengkaderan setingkat
PKD. Output dari SKP II ini ditekankan peningkatan kapasitas dan pengetahuan
kader putri. Berikut materi-materi yang dapat di berikan dalam SKP II:
Materi-Materi
|
Sub-sub Materi
|
Tujuan
|
Ø Manajemen
Organisasi
|
Ø Pengertian
organisasi dan managemen organisasi
Ø Teori-teori manajemen organisasi
Ø Perilaku
organisasi dan perencanaan program
Ø Manajemen
Organisasi KOPRI
|
Ø Mengetahui
dan memahami pengertian organisasi dan managemen organisasi
Ø Mengetahui
dan memahami teori-teori organisasi
Ø Mengetahui
dan memahamiperilaku organisasi serta managemen organisasi
|
Ø Analisis
kebijakan publik dan Study Advokasi
|
Ø Pengertian
analisis kebijakan publik
Ø Teknik
analisis kebijakan publik
Ø Pengertian
advokasi
Ø Tahap-tahap
advokasi kebijakan publik
|
Ø Mengetahui
dan memahami analisis kebijakan publik, serta teknik dan tahap-tahap advokasi
kebujakan public
|
Ø Public
Speaking
|
Ø Pengertian
public speaking
Ø Teknik
public speaking
Ø Etika
publik speaking
|
Ø Mengerti
dan memahami pengertian, teknik dan etika publik speaking
|
Ø Gerakan
Perempuan Islam
|
Ø Sejarah
gerakan Islam
Ø Gerakan
perempuan perspektif alquran dan al-hadits
|
Ø Mengetahui
dan memahami sejarah gerakan islam serta gerakan perempuan perspektif alquran
dan al-hadits
|
III. Sekolah Kader KOPRI (SKK)
Sekolah
Kader KOPRI ini diselenggarakan oleh Pengurus Cabang. Terget peserta dari SKK
ini adalah Kader putri yang telah mengikuti SKP II. Pelaksanaan SKK sebelum
atau sesudah PKL. Output dari SKK ini ditekankan pada terbentuknya kader putri
yang memiliki mental pemimpin dan menjunjung tinggi profesionalisme. Berikut
materi-materi yang diberikan dalam SKK:
Materi-materi
|
Sub-sub Materi
|
Tujuan
|
v Kepemimpinan
Perempuan
|
v
Pengantar kepemimpinan
v
Tipe-tipe kepemimpinan
v
Kepemimpinan perempuan
v
Kepemimpinan perempuan dalam
Islam
|
v
Mengerti dan memahami tipe-tipe
kepemimpinan perempuan serta kepemimpinan perempuan dalam Islam
|
v Gender
Budgeting
|
v
Pengantar Gender budgeting dan
Anggaran Responsif Gender (ARG)
v
Tujuan ARG
v
Prasyarat pengintegrasian gender
v
Pengalokasian anggaran
|
v Mengerti
dan memahami terkait anggaran responsif gender serta tujuannya.
v
Mengerti dan memahami Prasyarat
pengintegrasian gender serta pengalokasian anggaran
|
v Legal
Drafting
|
v
Pengantar legal drafting
v
Prinsip-prinsip legal drafting
v
Teknik pembuatan peraturan
|
Mengerti
dan memahami legal drafting, prinsip-prinsip serta teknik pembuatan peraturan
|
v Strategi
Pengembangan KOPRI
|
v
Analisis SWOT
v
Analisis medan
v
Teknik peningkatkan
pengorganisasian KOPRI
|
Memahami
analisis SWOT dan analisis medan, serta teknik peningkatan pengorganisasian
KOPRI
|
v Teknik
Lobbying dan Penguatan jaringan
|
v Pengertian
negosisi dan lobby
v Tahapan-tahapan
dalam negosiasi dan lobby
v Perhitungan
dalam lobby
v Teknik
kerjasama dan konfrontasi
|
Mengerti
dan memahami pengertian, tahapan-tahapan, dan perhitungan dalam negosiasi dan
lobby.
Peserta
dapat melakukan kerjasama dan konfrontasi
|
3.
Pengkaderan Informal
Selain pengkaderan formal
dan non formal, ada pengkaderan informal yang bisa dilaksanakan. Pelaksanaan
pengkaderan informal ini setelah pengkaderan formal dan bersamaan dengan
dilaksanakannya pengkaderan non formal.
Tujuan dari pengkadran
informal ini adalah untuk membiasakan kader dengan misi, tugas, tanggung jawab
dan situasi serta kondisi keorganisasian. Selain itu, pengkaderan informal
memiliki manfaat untuk menumbuhkan atau mengasah naluri dan nalar berorganisasi
PMII. Dalam kaitannya dengan pengkaderan formal dan sistem pengkaderan secara
umum, pengkaderan informal berfungsi untuk mempraktikkan apa yang telah didapat
dalam pengkaderan formal dan mengendapkan pengalaman bagi pengalaman
pengkaderan formal berikutnya. (Multi Level Strategi Gerakan PMII, Hal:66).
Pengkaderan informal dalam
modul KOPRI ini secara umum sama dengan ragam kegiatan pegkaderan informal yang
telah ada di PMII. Akan tetapi ada beberapa kegiatan-kegiatan yang lebih
spesifik untuk mengasah dan menjaga ritme keaktifan organisasi kader putri.
Kegiatan-kegiatannya bersifat pendekatan emosional dan partisipatif kader
putri. Pemberian penguatan-penguatan psikis kader putri untuk menjaga
konsistensi berorganisasi kader putri. Berikut ragam kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan dalam rangka pengkaderan
informal:
1.
Selalu mengundang
dan mengajak kader putri dalam diskusi-diskusi yang diselennggarakan PMII dan
KOPRI.
2.
Melibatkan
anggota/kader putri dalam kepanitiaan acara yang diselenggarakan oleh PMII dan
KOPRI.
3.
Selalu
megundang dan mengajak anggota dan kader putri dalam agenda-agenda publik
(demonstrasi, bakti sosial, study banding, dan lain-lain)
4.
Membentuk
kelompok-kelompok diskusi, minat, dan bakat (pecinta alam, kelompok seni-sastra,
dan lain-lain) sesuai dengan kebutuhan
anggota/ kader putri.
5.
Mendatangi
anggota/kader putri baik ke kos atau kekampus, atau bahkan bahkan dirumahnya
mengajak diskusi ringan, merangsang untuk menjaga onsistensi di PMII
6.
Mengajak
anggota/kader putri mengunjungi PMII Cabang atau komisariat lain baik dalam
suatu acara tertentu atau hanya silaturahim.
7.
Mendorong dan
memantau aggota/kader putri untuk terlibat dalam kepanitiaan acara-acara yang
diselenggarakan oleh kampus
8.
Mendorong dan
memantau anggota/kader putri untuk terlibat diorganisasi-organisasi intra
kampus (HMJ, UKM, BEM)
9.
Mendelegasikan
anggota/ kader putri dengan tetap mendamping dalam diskusi atau kegiatan yang
diadakan oleh organisasi lain.
10. Memberikan tugas-tugas pada anggota/kader putri
untuk menyelenggarakan kegiatan lengkap dengan kepanitiaannya (bazar buku,
bakti sosial, donor darah, bedah buku, seminar dll).
11. Memberikan tugas-tugas khusus pada anggota/kader
seperti menggali informasi, menyebarkan opini di luar PMII.
Sifat dari
kegiatan ini tidak mutlak dilakukan untuk kader putri. Setiap level bisa
dilakukan inovasi model kegiatan pengkaderan informal sesuai dengan kebutuhan
kader putri.
BAB IV
GERAKAN KOPRI
A.
Strategi Gerakan KOPRI
Berulang kali KOPRI
mengalami pasang surut dalam perjalanannya ini disebabkan oleh tingkat
kebutuhan kader putri PMII sendiri tetapi semua gerakan itu tidak lepas dari
tujuan KOPRI yang berisi terbentuknya pribadi muslimah Indonesia yang berbudi
luhur, berilmu dan bertaqwa kepada Allah SWT, cakap serta bertanggungjawab
dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya menuju masyarakat Pancasila. Untuk menemukan strategi yang tepat untuk gerakan
KOPRI di lingkungan Cabang PMII Kota Malang maka terlebih dahulu menginjak pada
kerangka strateginya.
Pertama, Berdasarkan kemampuannya bergerak maka PMII
hanya bisa menempatkan dirinya di dua titik. Pertama, transformasi pengetahuan
ke kader dan masyarakat. Kedua melakukan advokasi baik sendirian maupun melalui
jejaring yang potensial atau yang telah dimiliki oleh PMII(Winarno, 2011), hal
ini juga berlaku pada KOPRI.
Sebagai strateginya, KOPRI harus memulai memaksimalkan
dua titik posisi ini. Titik yang pertama transformasi pengetahuan ke kader dan
masyarakat bisa berjalan. Salah satu jalan misalnya dengan membuat grup diskusi
kecil yang mengkaji ilmu pengetahuan apa pun atau penerbitan tulisan. Sebagai
pilihan bahan kajian bisa menyesuaikan apa yang diinginkan untuk dikaji
bersama, seperti teori tentang hak-hak dasar manusia, kesehatan dan hak
reproduksi perempuan, bahkan bisa jadi tentang perempuan dan politik atau bisa
yang lainnya. Setelah grup diskusi kecil ini bisa berjalan dengan baik, maka
banyak ilmu yang dimiliki oleh kader dengan demikian barulah proses
transformasi selanjutnya yaitu pada masyarakat terutama kaum perempuan karena
masih banyak kaum perempuan di luar sana masih membutuhkan pengetahuan yang tidak
biasanya mereka dengar padahal sangat dibutuhkan dan terkadang masih ada yang
belum bisa baca tulis. Proses transformasi ini bisa melalui sosialisasi atau
pun kelompok belajar bagi kaum perempuan yang membutuhkan (kaum perempuan di
pedesaan). Untuk titik kedua yaitu melalui advokasi. Setelah titik yang pertama
bisa berjalan, maka jalan untuk titik yang kedua akan terbuka dengan sendirinya
karena dengan berinteraksi dalam proses transformasi tadi, maka akan banyak hal
yang muncul dan perlu adanya advokasi seperti dalam hal pendidikan, khususnya
pendidikan perempuan yang tidak bisa baca tulis karena ini bisa berdampak pada
kemiskinan.
Kedua, KOPRI harus mempunyai alas untuk berpijak
sebagai gerakannya. Seperti berpijak pada Millenium Development Goals (MDG’s)
dan kebijakan-kebijakan pemerintah pusat atau daerah tentang pengarusutamaan
gender agar terciptanya kesejahteraan masyarakat khususnya kaum perempuan dan
anak. Selama ini KOPRI Cabang Kota Malang masih belum menyentuh lahan di luar,
untuk itu mari kita membuka mata kita karena lingkungan sekitar kita butuh akan
uluran tangan. Sebaiknya KOPRI bisa memilih salah satu isu sebagai focus
gerakannya agar eksistensi KOPRI bisa dirasakan oleh masyarakat dan sebagai
lahan belajar.
Setelah bisa ditentukan fokus isunya maka barulah
bisa ditentukan rencana aksi serta rumusan strategi dengan melakukan SWOT dan
tentunya pilihan gerakannya yaitu dengan lobby, aksi, dan berjejaring dengan
elemen-elemen Negara atau LSM, Ormas untuk memperkuat gerak.
B.
Penguatan Jaringan
Sebagai organisasi,
KOPRI berusaha melakukan penguatan jaringan yang bersifat internal maupun
eksternal. Dampaknya sangat besar sekali ketika jaringan ini tidak kuat karena
bisa menghambat gerak KOPRI ke depan yang tidak hanya untuk pemberdayaan kader
putri PMII sendiri tetapi perempuan-perempuan Indonesia lainnya. Tanpa
berjejaring, KOPRI tidak akan dikenal dan tidak akan bisa mendapatkan
kepercayaan dari masyarakat serta tidak bisa bekerjasama untuk mewujudkan
kesejahteraan perempuan Indonesia.
Jaringan-jaringan yang
dimaksudkan yaitu:
1.
Jaringan
Internal
Jaringan internal PMII
yaitu lembaga-lembaga yang berada di bawah PMII serta jaringan alumni
PMII.
2.
Jaringan
Eksternal
Jaringan eksternal
yaitu lembaga-lembaga yang berada di luar PMII. Seperti halnya lembaga-lembaga
birokrasi atau organisasi masyarakat yang bergerak di bidang perempuan atau
bahkan media.
BAB V
PENUTUP
Dalam
perjalannya KOPRI mengalami pasang surut, sejarah mencatat KOPRI lahir kemudian
dibekukan hingga lahir kembali dengan proses yang panjang. Diluar polemik bahwa
KOPRI harus otonom dan semi otonom hal
yang paling mendasar untuk dibenahi adalah sistem pengkaderan dan gerakan
KOPRI. Dalam hal pengkaderan mengembangan dan penguatan kapasitas intelektual
kader putri harus dimaksimalkan dengan tahap pendidikan berjenjang seperti
pengkaderan formal, non formal dan informal. Pematangan kapasitas intelektual
harus ditekankan tidak hanya pada pendidikan formal atau informal saja tetapi
juga harus ada kesadaran bagi KOPRI untuk membangun pola pikir dan pola
komunikasi yang baik.
Strategi
gerakan harus dirumuskan dengan baik agar penguatan jaringan di internal dan
ekternal KOPRI lebih maksimal. KOPRI harus pandai dalam analisa diri dan
analisa sosial terkait segala bentuk analisis SWOT. KOPRI seharusnya tidak
hanya berkutat pada masalah internal yang sampai hari ini masih menjadi
permasalahan permanent, sudah saatnya KOPRI mengawal gerakan isu-isu perempuan,
pendidikan, dan kemiskinan. Dan mampu menjadi stake holder dalam lini-lini bangsa.
Modul
ini adalah rujukan mendasar untuk sistem pengkaderan dan gerakan KOPRI, dalam
pengawalannya diharapkan dapat diterapkan kesemua lini KOPRI kususnya rayon,
komisariat, dan cabang. Output yang diharapkan adalah kader KOPRI yang cerdas
intelektual, sikap, dan gerakan yang feminim. KOPRI nantinya mampu menjadi
aktor, pemimpin, dan stake holder dimanapun kader putri berkutat nantinya
setelah proses panjang di PMII.
DAFTAR PUSTAKA
AD/ART
PMII
Hasil
MUSPIMNAS 2009 Manado
Hasil
MUSPIMCAB Kota Malang 2012
Alfas,
Fauzan. 1993. Buku Pedoman Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia. Malang: Untuk kalangan sendiri.
Winarno, Dwi. 2011. Catatan
Pergerakan.
Bafaqih, Hikmah. Sejarah Gerakan Perempuan.
www.averroes.or.id
Mansour Fakih. 2001. Analisis Gender &
Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Modul PKD XVIII. 2012. Berfikir Kritis Dengan
Semangat Intelektualitas Tanpa Batas. Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia Rayon Kawah Chondrodimuko Fakultas Tarbiyah Komisariat
Sunan Ampel Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Malang :
Gempar PMII “Kawah” Chondrodimuko
Eka Azwin Lubis. Mahasiswa, Antara Peran dan
Tanggung Jawab. www.kompasiana.com. Diakses pada May, 8th 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar