Kamis, 28 Januari 2016

MODUL KOPRI



MODUL KADERISASI DAN GERAKAN KOPRI



 







Tim Penyusun:
UYUNUL MAUIDLOH








KATA PENGANTAR

            Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayahNya sehingga kami tim penyusun bisa menyelesaikan “Modul Kaderisasi dan Gerakan KOPRI”. Modul ini disusun sebagai produk yang sengaja dibuat tindak lanjut dari Workshop Kaderisasi dan Gerakan KOPRI yang diselenggarakan oleh PC KOPRI Kota Malang pada tanggal 30, 31 Maret dan 1 April 2012. Workshop ini dihadiri oleh perwakilan dari setiap KOPRI komisariat dilingkungan PC PMII Kota Malang.
            Tujuan dari penyusunan Modul ini adalah sebagai pedoman  dan  acuan model kaderisasi kader putri. Mengingat kondisi kader putri dalam berorganisasi memiliki sistem dan kaderisasi yang berbeda, kuantitas kader putri yang semakin tinggi jenjang struktural di PMII semakin sedikit. Hal ini menjadi keresahan bersama ketika dengan uantitas yang banyak, kualitas masih dipertanyakan.
            Secara garis besar modul ini terdiri dari lima bab.
1.       Bab I Pendahuluan  membahas tentang sejarah gerakan perempuan, mahasiswa dan organisasi, kondisi mahasiswa putri, serta motivasi dan minat organisasi mahasiswa. Pada bab I  bertujuan untuk mempelajari kembali sejarah gerakan perempuan sebagai semangat motivasi gerakan KOPRI untuk kedepan.
2.      Bab II ke-KOPRI-an membahas tentang sejarah KOPRI, Keorganisasian KOPRI, NKK dan Panca Norma KOPRI. Pada bab ini menjadi sumber informasi produk-produk hukum PMII yang berkaitan dengan KOPRI, nilai-nilai yang harus diinternalisasi dalam diri kader putri sehingga menjadi sosok profil kader putri PMII yang mempunyai karakter berbeda dengan gerakan perempuan yang lain.
3.      Bab III Sistem Kaderisasi putri membahas tetang pandangan umum pengkaderan putri, problem solving pengkaderanputri, strategi dan pola rekrutmen, strategi pendampingan, pengkaderan formal, non formal, dan non formal. Pada bab ini dibedah strategi pengkaderan kader putri dan tawaran sistem dan jenjang pengkaderan khusus kader putri.
4.      Bab IV Gerakan KOPRI membahas tentang strategi gerakan KOPRI dan Penguatan Jaringan.
5.      Bab V Penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran. 
Modul ini semoga bermanfaat bagi KOPRI nusantara khususnya KOPRI Kota Malang. Kami tim penyusun menyadari bahwa dalam penulisan modul ini masih ada kekurangan. Kritik dan saran dari pembaca sekalian sangat diharapkan untuk perbaikan modul ini kedepan.

Malang, 10 Mei 2012



Tim Penyusun



























BAB I
PENDAHULUAN

A.      Sejarah Gerakan Perempuan
A.1. Sejarah Gerakan Perempuan Di Dunia
Sejarah telah mencatat bahwa kaum perempuan mengalami kenyataan pahit dari zaman dahulu hingga sekarang ini. Mereka dinilai sebagai kaum yang tidak berdaya, lemah dan selalu menjadi second class. Berbagai bentuk diskriminasi dan perlakuan yang tidak adil diderita oleh kaum perempuan. Perempuan kemudian mencoba berjuang untuk mendapatkan hak mereka sebagai manusia. Mulai dari hal yang sangat kecil, yaitu diskriminasi di lingkungan keluarga hingga berbagai permasalahan lainnya yang lebih makro seperti politik, ekonomi dan isu yang lain.
“Kami tidak meminta untuk diistimewakan atau berusaha merebut kekuasaan tertentu. Yang sebenarnya kami inginkan adalah sederhana, bahwa, mereka mengangkat kaki mereka dari tubuh kami dan membiarkan kami berdiri tegap sama seperti manusia lainnya yang diciptakan Tuhan”.  (Sarah Grimke, 1837)
Statemen Sarah Grimke yang pernah dijadikan salah satu awal pijakan gerakan perempuan pada zamannya. Tercatat bahwa awal gerakan perempuan di dunia pada tahun 1800-an . Ketika itu para perempuan menganggap ketertinggalan mereka disebabkan oleh kebanyakan perempuan masih buta huruf, miskin dan tidak memiliki keahlian. Dibawah ini akan dijelaskan beberapa gerakan perempuan diberbagai belahan Dunia :
1.      Amerika
Gerakan perempuan di Amerika mulai muncul di pertengahan abad ke-19. Emansipasi dalam hal persamaan hak serta penghapusan diskriminasi terhadap kaum perempuan menjadi tuntutannya. Tuntutan inilah yang kemudian menjadi dasar dari gerakan perempuan yang pada masa kini dikenal dengan feminism.
Pada tahun 19-20 Juli 1848, sebuah konvensi diadakan oleh Lucretia Mott dan Elizabeth Cady Stanton. Konvensi ini membahas tentang hak sosial, sipil, dan agama kaum perempuan. Konvensi ini juga yang kemudian menghasilkan satu deklarasi yang dikenal sebagai “The Declaration Of Sentiment”. Dari konvensi ini, usaha mereka kemudian berlanjut dengan membentuk National Women Suffrage Association (NWSA) yang mengajukan amandemen pada kontribusi untuk hak suara bagi kaum perempuan. Dalam waktu yang bersamaan, sebuah wadah lainnya terbentuk dengan nama American Women Suffrage Association (AWSA). Tujuan mereka sebetulnya sama, yaitu memperjuangkan hak suara bagi kaum perempuan untuk ikut memilih dalam pemilihan umum.
Selain memperjuangkan hak suara, geraka perempuan Amerika pada masa itu mulai bergabung dengan organisasi-organisasi sosial, walaupun anggotanya masih berasal dari kalangan kelas perempuan menengah keatas. Perkembangan-perkembangan ini diikuti oleh munculnya berbagai kelompok perempuan yang mengangkat berbagai hal. Pada tahun 1874, dibentuk The Women Trade Union League dan The Women Temperance Union. Mereka merupakan gerakan anti minuman keras. Kemudian pada tahun 1894, berdiri sebuah organisasi General Federation Of Women (GFW) di Amerika. GFW ini memperjuangkan berbagai permasalahan yang ada ditengah masyarakat. Tidak sebatas hanya pada permasalahan diskriminasi terhadap perempuan saja, tetapi juga kehidupan  remaja dan masalah perburuhan serta berbagai permasalahan sosial lainnya.
Seiring dengan memasuki abad ke-20, gerakan perempuan di Amerika mulai menjalin kerjasama dengan gerakan perempuan lainnya. Kerja sama ini dilakukan untuk saling memperkuat perjuangan mereka. Salah satu kemenangan dilakukan untuk saling memperkuat perjuangan mereka. Salah satu kemenangan kecil kaum perempuan di Amerika pada awal abad ke-20 adalah diterimanya amandemen XIX. Amandemen tersebut merupakan amandemen terhadap UU yang menjamin hak suara bagi semua orang dewasa tanpa membedakan jenis kelaminnya. Kondisi kehidupan yang tertekan dapat menumbuhkan kesadaran kaum perempuan terhadap kemampuannya.
Kesadaran akan persamaan kemampuan perempuan dan laki-laki mulai muncul pada tahun 1940. Kesadaran ini berangkat dari terjadinya perang Dunia II. Dimana pada waktu itu lebih dari 6 juta perempuan harus bekerja di berbagai sektor yang selama ini dikerjakan oleh laki-laki. Momen ini membuat mereka menyadari bahwa mereka juga mampu bekerja di berbagai sektor yang selama ini didominasi oleh kaum laki-laki.
Sekitar tahun 1970, isu gerakan perempuan berkembang dan mulai maju selangkah. Mereka mengangkat permasalahan diskriminasi seksual yang terjadi pada kaum perempuan. Gugatan akan persamaan hak hak dan keadilan sosial bagi perempuan tidak berjalan sendiri, seiring dengan hal itu Martin Luther King Jr., sedang memperjuangkan penghapusan diskriminasi rasial di Amerika. Akhirnya mereka kemudian melakukan desakan bersama dan mendapat dukungan yang sangat besar dari masyarakat Amerika. Akibat desakan tersebut, kongres Amerika mengeluarkan satu rancangan UU, yaitu Equal Rights Amandement (ERA). Sayangnya, dalam perjuangannya ERA gagal menjadi amandemen karena tidak mencapai 2/3 suara dari 35 Negara.
2.      Cile
Baru pada awal tahun 1900, gerakan perempuan di Cile mulai terlihat. Gerakan feminis yang terjadi di Amerika dan Eropa Barat turut mempengaruhi ide dan konsep dari gerakan perempuan di Cile pada masa tersebut. Kemudian dalam perkembangannya terdapat 2 model gerakan yang berkembangan.
Pertama, gerakan perempuan yang memperjuangkan hak pendidikan bagi kaum perempuan. Gerakan ini sangat dipengaruhi oleh pemikiran dari Amerika dan Eropa serta bergerak di bidang politik. Model gerakan pertama ini pada tahun 1919 mendirikan sebuah partai politik, yaitu El Partindo Civico Femenino. Pada mulanya, gerakan ini hanya diikuti oleh perempuan kelas atas. Namun dalam perkembangannya kira-kira pada tahun 1920-an, banyak masyarakat menengah yang menjadi anggotanya.
Kedua, gerakan perempuan proletariat. Rata-rata anggota gerakan ini berasal dari berbagai kalangan militant, anggota serikat buruh, istri kalangan pekerja, buruh tani, atau buruh tambang. Beberapa kolompok diantaranya merupakan bagian dari partai politik yang berhaluan kiri. Pada pertengahan 1930, mereka mendirikan gerakan untuk Emansipasi Perempuan Cile (Movimiento Pro Emancipation De La Mujer Chilena). Pada tahun 1945. Mereka kemudian mendirikan partai feminis pertama di Cile. Salah satu tuntutan mereka adalah hak pilih universal dan usaha tersebut berhasil.
Seiring dengan terjadinya kudeta militer yang dilakukan oleh Jendral Phinochet pada 1973, gerakan perempuan di Cile juga mengalami kehancuran. Pemerintah Cile mengeluarkan berbagai kebijakan yang merugikan kaum perempuan yaitu ideologi tradisional “menjadi ibu” (Motherhood) digalakkan. Pemerintah menghambat kaum perempuan untuk terjun dalam dunia kerja dan politik dengan berbagai cara. Mulai dari Undang-undang yang diskriminatif hingga berbagai cara lainnya. Gerakan perempuan ternyata dimanfaatkan dengan baik oleh rezim otoriter. Pemerintahan kemudian membentuk berbagai kelompok perempuan yang tidak lain bertujuan untuk mengontrol kegiatan kaum perempuan diberbagai sector. Salah satunya adalah Centros De Madres (CEMas). Kemudian untuk perempuan sipil, dibentuk Secretaria National De Lamujer (Sekertariat Nasional untuk Perempuan). Langkah ini benar-benar sangat efektif untuk rezim otoriter.
Tindakan pengekangan terhadap masyarakat di Cile dan meningkatkan krisis ekonomi yang dialami oleh pemerintahan Cile yang menimbulkan perlawanan. Perjuangan kaum perempuan di Cile jika dilihat dari isu yang diangkat terbagi atas 3 gerakan. Pertama, menyoroti tentang permasalahan sosial ekonomi Cile. Krisis ekonomi paling dirasakan kaum miskin kota, terutama kalangan kaum perempuan. Kedua, gerakan Hak Asasi Manusia (HAM). Gerakan ini dapat dikatakan muncul dikarenakan rezim militer dibawah pimpinan Pinechet yang melakukan penghilangan paksa tersebut membentuk Agrupacion De Familiares De Detenidos Desperacidos (Asosiasi Keluarga Tahanan Dan Orang Hilang).
Mulai awal tahun 1980-an hingga saat ini, gerakan perempuan mulai mengangkat permasalahan diskriminasi dan ketidaksetaraan gender. Beberapa kelompok perempuan pada masa tersebut; Movimento Feminista (Gerakan Feminis) dan Frente de Liberation Feminino (Front Pembebasan Perempuan).
3.      Filipina
Gerakan perempuan di Filipina baru terlihat pada tahun 1970-an. Sebelumnya tidak didapatkan informasi atau data tentang gerakan perempuan pada masa tersebut. Krisis ekonomi yang mulai terasa pada tahun 1979 telah membangkitkan kesadaran kaum perempuan untuk melakukan perlawanan. Berbagai cara dan isu diangkat dalam melakukan perlawanan. Organisasi perempuan Filipina yang paling terkenal adalah General Assembly Binding Women For Reform, Integrity, Leadership, And Action (GABRIELA). Kelompok ini merupakan koalisi dari 42 organisasi dari 42 organisasi dan 50.000 orang anggota perempuan. Koalisi ini didirikan pada tahun 1984, namanya diambil dari pimpinan pemberontakan pada abad ke-19, Gabrelia Silang.
Dasar perlawanan mereka adalah keterbatasan mereka sebagai rakyat Filipina dan perempuan yang mengalami penindasan dan eksploitasi karena jenis kelamin. Tidak jauh berbeda dengan gerakan perempuan di Negara lain, tututan mereka dibidang politik adalah mendapatkan hak dan kesempatan yang sama dalam berpartisipasi di dunia politik.
Di bidang kebudayaan, tuntutan kesetaraan dan akses yang sama dalam pendidikan disemua tingkat dan dalam semua bidang. Tetapi yang paling mendasar adalah permasalahan didalam rumah tangga, kesetaraan dalam pengambilan keputusan, hak milik serta membesarkan anak-anak.
Ketika Benigno Aquino tewas terbunuh pada Agustus 1983, Gabriela melakukan protes terhadap pemerintah. Aksi massa terus dilakukan secara maraton Filipina. Tercatat sekitar 200 aksi dalam tempo 8 bulan yang digerakkan oleh Gabriela. Pada tahun 1985, mereka melakukan aksi massa lainnya dengan mengangkat permasalahan buruh perempuan. Kemenangan Corazon Aquino dalam pemilihan presiden tidak dapat dipisahkan dari Gabriela. Secara tidak langsung, koalisi ini sangat berjasa dalam menggulingkan kediktatoran Marcos. Bahkan, mereka dapat menyatukan seluruh kelas masyarakat, mulai dari bawahan hingga ke kelas elit. Merekalah yang melakukan revolusi damai di Filipina.
4.      Australia
Kedatangan bangsa Eropa ke Australia dimulai 1788. Sebagian dari mereka adalah orang buangan dari Eropa. Kaum perempuan Inggris mulai masuk ke Australia pada tahun 1830. Pada 1833, inggris memasuki Australia dan menjadikannya koloni. Suku asli Australia, aborigin mengalami penindasan dan diskriminasi terutama kaum perempuan.
Pada awalnya, diantara kaum pendatang dan aborigin terjadi kesalahpahaman yang berkepanjangan. Namun, dalam perkembangannya dalam perempuan imigrasi dan perempuan abogin berhasil menyatukan konsep sisterhood. Mereka saling bertukar jasa, perempuan berkulit putih mengajarkan baca-tulit kepada perempuan Aborigin. Sedangkan perempuan Aborigin menjaga dan mengasuh anak-anak mereka.
Tidak jauh berbeda dengan di Amerika, pada awalnya kaum perempuan menuntut hak dalam pemilihan umum. Salah satu organisasi perempuan yang pertama di Australia adalah Woman’s Christian Temperance Union (WCTU). Mereka menuntut amandemen terhadap hak pilih perempuan. Akhirnya pada tahun 1902 amandemen tersebut disahkan oleh pemerintahan Australia. Pada tahun 1970, isu yang diangkat mulai berkembang kepermasalahan resisme. Perempuan Aborigion dan kulit putih bersama menuntut peraturan diskriminasi terhadap perempuan Abogin. Mereka juga menuntut juga menuntut persamaan dalam dunia politik. Wajar saja, karena pada tahun 1978, parlemen Australia masih sangat maskulin. Perubahan tersebut hanya baru bisa dirasakan ketika tahun 1989, dimana perempuan telah menempati berbagai posisi strategi di dunia politik.
A.2.  Sejarah Gerakan Perempuan Di Indonesia
Ketika masa pra kemerdekaan, gerakan perempuan di Indonesia ditandai dengan munculnya beberapa tokoh perempuan yang rata-rata berasal dari kalangan atas, seperti: Kartini, Dewi Sartika, Cut Nya’ Dien dan lain-lain. Mereka berjuang mereaksi kondisi perempuan di lingkungannya. Perlu dipahami bila model gerakan Dewi Sartika dan Kartini lebih ke pendidikan dan itu pun baru upaya melek huruf dan mempersiapkan perempuan sebagai calon ibu yang terampil, karena baru sebatas itulah yang memungkinkan untuk dilakukan di masa itu. Sementara Cut Nya’ Dien yang hidup di lingkungan yang tidak sepatriarkhi Jawa, telah menunjukkan kesetaraan dalam perjuangan fisik tanpa batasan gender. Apapun, mereka adalah peletak dasar perjuangan perempuan kini.
Di masa kemerdekaan dan masa Orde Lama, gerakan perempuan terbilang cukup dinamis dan memiliki bergaining cukup tinggi. Dan kondisi semacam ini mulai tumbang sejak Orde Baru berkuasa. Bahkan mungkin perlu dipertanyakan: adakah gerakan perempuan di masa rejim orde baru? Bila mengunakan definisi tradisonal di mana gerakan perempuan diharuskan berbasis massa, maka sulit dikatakan ada gerakan perempuan ketika itu. Apalagi bila definisi tradisonal ini dikaitkan dengan batasan a la Alvarez yang memandang gerakan perempuan sebagai sebagai sebuah gerakan sosial dan politik dengan anggota sebagian besar perempuan yang memperjuangkan keadilan gender. Dan Alvarez tidak mengikutkan organisasi perempuan milik pemerintah atau organisasi perempuan milik parpol serta organisasi perempuan di bawah payung organisasi lain dalam definisinya ini.
Namun definisi baru gerakan perempuan tidak seketat ini, hingga dapat disimpulkan di masa Orba pun telah muncul gerakan perempuan. Salah satu buktinya adalah munculnya diskursus seputar penggunaan istilah perempuan untuk menggantikan istilah wanita.
Gerakan perempuan di masa rejim otoriter Orba muncul sebagai hasil dari interaksi antara faktor-faktor politik makro dan mikro. Faktor-faktor politik makro berhubungan dengan politik gender orba dan proses demokratisasi yang semakin menguat di akhir tahun 80-an. Sedangkan faktor politik mikro berkaitan dengan wacana tentang perempuan yang mengkerangkakan perspektif gerakan perempuan masa pemerintahan Orba. Wacana-wacana ini termasuk pendekatan Women in Devolopment (WID) yang telah mendominasi politik gender Orba sejak tahun 70-am, juga wacana femnisme yang dikenal oleh kalangan terbatas (kampus/akademinis) dan ornop.
Politik Gender dari Rezim Orde Baru
Sebagaimana negara-negara berkembang lainnya, pemerintahan Orba diidentikkan dengan peratutaran yang otoriter yang tersentralisasi dari militer dan tidak dikutsertakannya partisipasi efektif partai-partai politik dalam proses pembuatan keputusan. Anders Uhlin berpendapat bahwa selain dominasi negara atas masyarakat sipil, struktur ekonomi dan politik global, struktur kelas, pembelahan atas dasar etnis dan agama, maka hubungan gender juga mendukung kelanggengan kekuasaan rejim Orba.
Untuk memahami politik gender ini sangat penting, menganalisis bagaimana rejim Orba ini berhubungan dengan hubungan-hubungan gender sejak ia berkuasa setelah persitiwa 1965. Rejim Orba di bangun di atas kemampuannya untuk memulihkan ketaraturan . Pembunuhan besar-besaran berskala luas yang muncul digunakan untuk memperkuat kesan di masyarakat Indonesia bahwa Orla adalah kacau balau dan tak beraturan. Rejim Orba secara terus-menerus dan sistemis mempropagandakan komunis adalah amoral dan anti agama serta penyebab kekacauan.
Seterusnya Gerwani sebagai bagian dari PKI juga menjadi alat untuk menciptakan pondasi politik gender yang secara mendasar mendelegitimasi partisipasi perempuan dalam kegiatan-kegiatan politik. Kampanye ini ternyata tidak hanya menghancurkan komunis, tetapi juga menghancurkan gerakan perempuan. Kodrat menjadi kata kunci, khususnya dalam mensubordinasi perempuan. Orba mengkonstruksikan sebuah ideologi gender yang mendasarkan diri pada ibusime, sebuah paham yang melihat kegiatan ekonomi perempuan sebagai bagian dari peranannya sebagai ibu dan partisipasi perempuan dalam politik sebagai tak layak. Politik gender ini termasnifestasikan dalam dokumen-dokumen negara, seperti GBHN, UU Perkawinana No. 1/1974 dan Panca Dharma Wanita.
Dalam usaha untuk memperkuat politik gender tersebut, pemerintah Orba merevitalisasi dan mengelompokkan organisasi-organisasi perempuan yang berafiliasi dengan departemen pemerintah pada tahun 1974. Organisasi-organisasi ini (Dharma Wanita, Dharma Pertiwi dan PKK) membantu pemerintah menyebarluaskan ideologi gender ala Orba. Gender politik ini telah diwarnai pendekatan WID sejak tahun 70-an. Ini dapat dilihat pada Repelita kedua yang menekankan pada “partisipasi populer” dalam pembanguan, dan mengkonsentrasikan pada membawa perempuan supaya lebih terlibat pada proses pembangunan.
Di bawah rejim otorioter, implikasi politik gender ini ternyata sangat jauh, tidak sekedar mendomestikasi perempuan, pemisahan dan depolitisasi perempuan, tetapi juga telah menggunakan tubuh perempuan sebagai instrumen-instrumen untuk tujuan ekonomi politik. Ini nampak pada program KB yang dipaksanakan untuk “hanya” perempuan dengan ongkos yang tinggi, yang khususnya dirasakan oleh perempuan kalangan bawah di pedesaan. Ringkasnya politik gender Orba telah berhasil membawa perempuan Indonesia sebagai kelompok yang homogen apolitis dan mendukung peraturan otiritarian.
Gerakan Perempuan Masa Reformasi
Bila sistem pemerintahan yang semakin demokratis dianggap paling kondusif bagi pemberdayaan perempuan, maka di era reformasi ini semestinya pemberdayaan perempuan di Indonesia semakin menemukan bentuknya. Bila ukuran telah berdayanya perempuan di Indonesia dilihat dari kuantitas peran di sejumlah jabatan strategis, baik di eksekutif, legislatif maupun yudikatif, jsutru ada penurunan di banidng masa-masa akhir rejim orba. Namun, secara kualitatif, peran perempuan itu semakin diperhitungkan juga di pos-pos strategis, seperti yang tampak pada komposisi kabinet kita sekarang. Ini dapat digunakan untuk menjustifikasi, bahwa mungkin saja kualitas perempuan Indonesia semakin terperbaiki.
Hanya saja harus tetap diakui bahwa angka-angka peranan perempuan di sektor strategis tersebut tidak secara otomatis menggambarkan kondisi perempuan di seluruh tanah air. Bukti nyata adalah angka kekerasan terhadap perempuan masih sangat tinggi. Bila pada jaman lampau kekerasan masih berbasis kepatuhan dan dominasi oleh pihak yang lebih berkuasa dalam struktur negara dan budaya (termasuk dalam rumah tangga), maka kini diperlengkap dengan basis industrialisasi yang mensuport perempuan menjadi semacam komoditas.
Untuk mempermudah mempelajari sejarah gerakan perempuan yang bermunculan di Indonesia, dapat dilihat pada kolom dibawah ini:
No
Periodisasi
Aktor Gerakan
Karakter Gerakan
(Isu Utama)
Gagasan
1.
1912-1928
Putri Medika
Kesetaraan gender
Akses pendidikan, keadilan peran dalam rumah tangga
2.
1920
Gerakan Perempuan Mayoritas
Peran aktif dalam wilayah politik
Partisipasi perempuan dalam kancah politik, keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan
3.
Pasca Kemerdekaan (1945-1946)
WANI (Wanita Indonesia) dan KOWANI (Kumpulan dari Beberapa organisasi perempuan)
Perbaikan nasib perempuan
Menuntut dan mempertahankan keadilan sosial
4.
1928-1935
Perserikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI)
Sosialis-Nasionalis
Perlindungan wanita dan anak-anak dalam perkawinan, mencegah perkawinan anak-anak, menuntut pendidikan bagi anak-anak. Dan kedudukan wanita dalam perkawinan
5.
1950-1965
GERWIS
Peningkatan pendidikan kaum perempuan
Orientasi pendidikan yang lebih terhadap perempuan dan menyediakan fasilitas penitipan anak
6.
1954
GERWANI
Politik praktis
Partisipasi perempuan di dalam parlemen, menuntut suara perempuan di parlemen, pembentukan organisasi perempuan, dan menuntut hukum perkawinan

GERWANI dalam prosesnya mampu menunjukkan eksistensinya dengan sebuah keberhasilan mampu memobilitasi massa (organisasi-organisasi perempuan) seklaigus sebagai satu-satunya organisasi perempuan terbesar waktu itu dengan jumlah anggotanya lebih satu juta massa. GERWANI mampu menjadi pelopor gerakan perempuan dibidang politik. Sampai kemudian tibalah masa demokrasi terpimpin (pergantian pucuk kekuasaan Orde Lama ke Orde Baru) yang berimplikasi pada penghancuran gerakan perempuan, termasuk GERWANI pada tahun 1965. Sejak itulah gerakan perempuan tidak pernah terdengar lagi gaungnya. Gerakan perempuan seperti hilang ditelan masa. Karena sejak demokrasi terpimpin mengambil alih (tahun 1965-1995), gerakan perempuan ditarik, dikoordinasikan dan disatukan ke wilayah domestik. Disini ada semacam domestikasi gerakan; dimana orientasi gerakan diarahkan pada wilayah-wilayah domestik.
Walaupun telah berdiri organisasi-organisasi seperti IDHATA (Ikatan Dharma Wanita), akan tetapi fungsi daripada organ tersebut hanya sebagai wadah perkumpulan para perempuan-perempuan atau istri kepala desa, lurah, polisi serta pejabat. Wilayah garapannya pun hanya pada masalah keperempuanan yang sifatnya domestik. Tidak pernah sekalipun menyoroti masalah sosial kemasyarakatan ataupun politik.
Disisi yang lain, KOWANI berhasil mengusung UU perkawinan dan UU ketenagakerjaan dalam rangka memperjuangkan nasib buruh wanita pada tahun 1974. Kemudian baru pada masa reformasi (1998), sentralnya pada masa kepemimpinan Gus Dur (sampai sekarang), banyak munculnya LSM-LSM dan PSW (Pusat Studi Wanita) yang diberi hak penuh untuk berkreasi dan mengeluarkan pendapat, terutama bagi organisasi perempuan yang selama ini hak berbicara dan berpolitiknya dipasung. Orientasi LSM perempuan dan PSW lebih mengarah pada program pendampingan masyarakat. Pada saat yang sama, muncul sebuah organisasi perempuan yang intens menyikapi sertamengkritisi kebijakan pemerintah, yaitu KPI (Koalisai Perempuan Internasional).
Perlu diingat bahwa pergerakan (perempuan) tidak hanya berkutat pada orientasi keperempuanan. Ada persoalan yang lebih makro lagi untuk diperjuangkan dan disikapi, kapitalisme. Berbicara mengenai gerakan perempuan tidak bisa lepas dari pergerakan secara umum, karena kita adalah bagian kecil dari sebagai manusia yang berusaha memperjuangkan sesuatu yang patut untuk diperjuangkan. Dengan tanpa melihat jenis kelamin serta asal-usul. Jika kita sebagai kader PMII sudah bisa memanifestasikannya dalam diri dan kemudian untuk orang lain. Artinya sebagai organ pergerakan, PMII mampu melaksanakan konsep nilai-nilai Aswaja (Tawassuth, Tawazun, Tasamuh, dan Ta’adul) dan NDP dalam mengusung gerakan gender.
Pemaparan dalam sejarah gerakan perempuan yang diambil dari beberapa referensi yang didapatkan dan akhirnya kami tulis diatas, sesungguhnya masih banyak sekali perjuangan perempuan yang kaitanny dalam hentakkan gerakan-gerakannya. Dan perjuangan perempuan tidak hanya berhenti sampai di situ. Apalagi kita sebagai organ pergerakan, yang semestinya harus menjadi pejuang perempuan yang sesuai dengan garis-garis koledor di PMII. Wacana-wacana baru terus bermunculan hingga kini. Perjuangan perempuan adalah perjuangan tersulit dan terlama, berbeda dengan perjuangan kemerdekaan atau rasial. Musuh perempuan seringkali tidak berbentuk dan bersembunyi dalam kamar-kamar pribadi. Karenya perjuangan kesetraan perempuan tetap akan bergulir sampai kita harus berdiri tegap seperti manusia lainnya yang diciptakan Tuhan.


B.       Mahasiswa dan Organisasi
Status sosial yang melekat pada diri setiap Mahasiswa selalu menggiring kita yang pernah dan sedang berada didunia kampus seakan memiliki segala sesuatu yang seakan diatas status sosial masyarakat pada umumnya. Tidak tau faktor apa yang menjadi penyebab hal tersebut dapat terjadi, semua seolah datang dengan sendirinya karena budaya yang muncul secara otodidak. Hal ini terlihat dari pandangan umum yang sering menganggap bahwa Mahasiswa merupakan kaum intelektual yang punya pola fikir dan sudut pandang yang berbeda dalam menanggapi satu masalah yang muncul ditengah dinamika kehidupan bermasyarakat. Beragam ungkapan melekat pada diri Mahasiswa yang semakin mempertegas peran Mahasiswa itu sendiri sebagai elemen yang vital dalam kehidupan.
Agent of change yang menempatkan Mahasiswa sebagai pelopor perubahan yang menjadi titik tolak berubahnya orientasi kehidupan kearah yang lebih baik. Ada juga yang beranggapan bahwa Mahasiswa merupakan agent of social control, dimana peran aktif Mahasiswa dalam mengawal berbagai bentuk kehidupan dan permasalahanya sangat dituntut karena ada pandangan bahwa Mahasiswalah kaum yang netral dan belum terkontaminasi dengan berbagai kepentingan yang berjalan seiring dengan permasalahan terutama yang menyangkut kebijakan publik.
Tidak salah juga bila ungkapan yang menyatakan Mahasiswa merupakan iron stock, muncul sebagai harapan yang dititipkan kepada kaum pembaharuan dan sosok-sosok penerus peradaban dimasa yang akan datang. Sehingga pada diri Mahasiswalah kepercayaan untuk memangku dan menjalankan tatanan hidup bangsa kedepannya diselamatkan.
Semua hal tersebut tidaklah keliru apalagi berlebihan. Sebab suka atau tidak suka jika kita berkata dalam konteks nasional, kita harus berani jujur mengatakan bahwa Mahasiswa jugalah yang mampu untuk memangku peran sebagai pengubah berbagai sistem yang dianggap sudah tidak lagi sesuai dengan pola fikir, karakter, dan keinginan mayoritas masyarakat Indonesia sehingga dinilai menyimpang dengan cita-cita hidup bangsa. Hal ini terbukti dari bagaimana Mahasiswa mampu untuk mengubah peradaban pemerintahan Orde Baru yang berkuasa tak kurang dari 32 tahun menjadi pemerintahan yang mengagungkan Reformasi sebagai cita-cita birokrasi bangsa.
Saat itu Mahasiswa merupakan tonggak terdepan dari runtuhnya pemerintahan Soeharto yang akrab dikenal sebagai zaman Orde Baru. Sistem pemerintahan ala Diktator yang diterpakan oleh Soeharto pada masa itu membuat semua pihak seolah tak punya daya untuk melawan dan menyuarakan kebebasan demokrasinya. Sehingga tidak heran jika beliau mampu untuk menngemban amanah sebagai orang nomor satu di Indonesia selama 32 tahun denagn memenangkan 7 kali pemilu.
Namun rasa bosan dengan pola kepemimpinannya yang dirasakan sebagian besar masyarakat Indonesia pada saat itu tidak mampu disuarakan karena kuatnya power kekuasaan pemerintah hingga tak satupun pihak yang mampu untuk membantah setiap titah yang dia kehendaki termasuk untuk terus memimpin negara ini. Hingga akhirnya dipertengahan tahun 1998 munculah perlawanan besar-besaran yang pada akhirnya membawa perubahan dalam tatanan kehidupan birokrasi Indonesia. Mahasiswa menjadi motor pergerakan untuk melawan penindasan yang dialami oleh masyarakat Indonesia. Berawal dari krisis moneter yang menerpa sebagian kawasan Asia termasuk Indonesia dan berdampak pada melonjaknya berbagai harga bahan kebutuhan pokok.
Moment tersebut dimanfaatkan oleh para agent of change tersebut untuk menghimpun persatuan dan kekuatan dalam menumbangkan rezim yang dianggap sudah usang dan tidak mampu lagi membawa Indonesia untuk berlayar menuju kehidupan masyarakat yang madani. Perlawanan Mahasiswa untuk menyongsong perubahan tersebut bukanlah tanpa rintangan, sebab keberanian kaum intelektual muda ini harus dibayar mahal dengan melayangnya nyawa beberapa Mahasiswa pahlawan reformasi karena protes mereka terhadap pemerintah yang dianggap gagal menstabilkan perekonomian bangsa direspon pemerintah dengan menurunkan pasukan keamanan negara yang saat itu masih dipegang oleh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) sehingga menimbulkan gejolak dihampir seluruh pelosok negeri.
Namun perlawanan demi perubahan tersebut bukanlah satu hal yang sia-sia. Praktis Presiden Soeharto yang hampir mustahil untuk dilengserkan, harus rela meletakan jabatannya sebelum masa baktinya sebagai presiden yang memenangkan pemilu untuk ketujuh kalinya secara berturut-turut usai dan digantikan oleh wakilnya BJ. Habibie untuk menahkodai negara ini. Hal tersebut semakin mempertegas peran Mahasiswa sebagai pelaku perubahan yang mampu mengubah apapun yang dianggapnya sudah tidak sesuai dengan kemaslahatan umat termasuk kedudukan seorang presiden sekalipun.
Dalam mengawal pemerintahan hingga saat inipun Mahasiswa masih berperan aktif mengingat status sosial yang disandang sebagai pengawal berbagai kehidupan sosial termasuk sistem pemerintahan. Tidak akan kita temui ada pihak yang rela berlelah letih untuk menyuarakan aspirasinya kepada pihak-pihak yang mereka anggap sudah keluar dari koridor hak akan wewenangnya kecuali Mahasiswa. Unjuk rasa seolah menjadi salah satu mata kuliah non kurikulum yang tetap dilaksanakan Mahasiswa untuk mengontrol berbagai penyimpangan yang mereka temui sebagai agent of social control.
Tidak ada atau hanya segelintir orang tua yang menginginkan anaknya sebagai aktivis Mahasiswa jika kelak duduk dibangku perguruan tinggi untuk menempah ilmu yang lebih optimal sebagai lanjutan dari jenjang pendidikan sebelumnya.
Tanggung jawab moral seorang anak kepada orang tuanya apabila memasuki dunia kampus adalah menyelesaikan studi dengan baik tanpa harus mengalami kendala yang berarti apalagi yang datang dari diri sendiri. Sebab disinilah peran aktif seorang peserta didik dipertaruhkan. Bila waktu duduk dibangku Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah, seorang guru memiliki peran yang lebih optimal dalam memancing minat belajar siswanya. Namun di perguruan tinggi pola tersebut diubah 180 derajat, dimana peserta didik yang kemudian disebut Mahasiswa, yang harus berperan aktif untuk mendapatkan ilmu yang maksimal, sementara sang dosen lebih berperan sebagai fasilitator transformasi ilmu yang sedang ditimbah. Apapun hasil yang didapat oleh Mahasiswa, semua berpulang pada pribadi masing-masing dalam mengaktualisasikan diri sesuai pola transformasi yang diterapkan dosen.
Sehingga dengan cara yang seperti ini tanggung jawab akademisi secara awam harus lebih dikedepankan oleh setiap Mahasiswa agar tidak blunder dikala masa studi berakhir. Mahasiswa seakan dituntut untuk tidak memfokuskan diri pada hal lain kecuali mata kuliah yang mereka hadapi agar konsentrasi yang dimiliki tidak terpecah dan semua ilmu yang diberi mampu diterima secara optimal.
Namun apakah hal tersebut sejalan dengan peran Mahasiswa sebagaimana yang telah dijabarkan diatas. Bukankah jika Mahasiswa harus fokus pada studinya dikampus, meraka akan melupakan peran yang mereka emban sebagai agent of change, agent of social control, maupun iron stock. Tidak salah jika kita menilai bahwa mereka yang menyandang status sebagai sarjana dengan pengalaman ilmu yang optimal karena didapat dengan cara fokus pada pelajaran semasa kuliah akan menjadi penerus peradaban bangsa, namun apakah peran mereka yang lainnya seperti pelaku perubahan dan pelaku pengawal kehidupan sosial dapat terimplementasikan jikalau mereka melulu terfokus pada doktrin mata kuliah yang tentunya mengharamkan mereka untuk turun kejalan melakukan unjuk rasa sebagai perwujudan pengawal dinamika sosial.
Atau mungkinkah perubahan yang dinantikan oleh mayoritas masyarakat Indonesia akan datang jika mereka semua yang berhak untuk mengenakan almamater kampus harus berdiam diri dikampusnya masing-masing pada saat gejolak ekonomi melanda Indonesia pada akhir tahun 1990an demi tanggung jawab akademis yang tidak boleh ditinggalkan barang sedetikpun.
Disinilah kedewasaan Mahasiswa sesungguhnya tertempa dengan matang karena mereka mampu untuk menyesuaikan ruang yang mereka tempati dengan peran dan tanggung jawab yang mereka emban. Belajar tidak hanya diterima dibangku perkuliahan saja melainkan juga diruang-runag terbuka (red. Organisasi) mereka akan mendapatkan ilmu atau wawasan yang lebih dan lebih yang ia peroleh dibangku perkuliahan atau labolatorium. Sangat banyak hal yang harus dipelajari diluar itu semua, dan salah satu wadah utama yang menyediakan kebutuhan itu yaitu organisasi. Organisasi kemahasiswaan diantaranya, yang dengan luar biasa dapat memberikan kita kesempatan untuk mengembangkan diri dalam berbagai aspek. Aspek kepemimpinan, manajemen organisasi, team building , networking & human relation dapat kita kembangkan disini.
Organisasi kemahasiswaan adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan dan peningkatan kecendekiawanan serta integritas kepribadian yang disiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan yang dapat diterapkan, dikembangkan , dan diupayakan penggunaanya untuk meningkatkan tarap kehidupan masyarakat. Diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa dengan memberikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada mahasiswa. Apa yang kita lakukan dalam organisasi kemahasiswaan merupakan sebuah pembelajaran, perjuangan untuk bisa memberikan manfaat bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.
Dalam perannya sebagai masyarakat suatu bangsa, mahasiswa juga dituntut untuk peduli, sadar dan merasakan kondisi nyata masyarakatnya yang sedang mengalami krisis multidimensional, serta mengekspresikan rasa empatinya tersebut dalam suatu aksi. Ketika meyakini kebenaran, mahasiswa sejati akan memberi secara ikhlas tanpa pamrih, berjuang sepenuh hati dan jiwa mereka. Daya analisis yang kuat didukung dengan spesialisasi keilmuan yang dipelajari menjadikan kekritisan mereka berbasis intelektual.

C.      Kondisi Mahasiswa Putri
Mahasiswa adalah generasi yang dicetak untuk tujuan pengembangan profesinya ia tekuni di dunia kampus. Merekanlah yang kelak memejukan keprofesian  indonesia sesuain dengan bidang mereka masing-masing. Maka dari itu mahasiswa mulai aktif dalam berorganisasi baik di dunia kampus atau di luar kampus. Mahasiswa memiliki potensi yang besar dibandingkan kelompok masyarakat yang lain, karena pemikiran kritis mereka sebagai motor penggerak kemajaun ketika masyarakat melakukan proses pembangunan. Dimata masyarakat, mahasiswa adalah agen perubahan sosial karena mereka merupakan selaku insan akademis dipandang memiliki kekuatan intelektual. Sudah menjadi keharusan bagi seorang atau sekelompok mahasiswa untuk aktif dalam menyoroti kebijakan yang dikeluarkan pemerintah
Beranjak pada kondisi mahasiswa sekarang ini lebih khususnya mengenai kondisi mahasiswa putri dalam 3 periode (2009-2011) sampai sekarang (awal 2012) ada beberapa berubahan kondisi dalam segi statistik. Hal ini dapat dilihat dalam data angket yang  disebarkan pada 12 Komisariat dan 38 Rayon PMII Kota Malang pada bulan April 2012 oleh PC KOPRI Kota Malang. Kemudian data diolah melaui statistic bahwasanya kondisi kader putri PMII Kota Malang pada 3 periode (2009-2011) sebagai berikut :
1.      Segi Kuantitas, 11% dari 34 responden bahwa kader putri di komisariat dan rayon berjumlah lebih dari 10 orang.
2.      Segi Keaktifan, 37% dari 34 responden bahwa kader putri yang aktif di komisariat dan rayon berjumlah kurang dari 5 orang.
3.      Segi Kontribusi, 52% dari 34 responden bahwa kader putri yang berkontribusi di komisariat dan rayon berjumlah antara 5-10 orang
Dalam hal ini dapat dilihat pada bagan statistik dibawah ini :
Kemudian kondisi mahasiswa putri hari ini (awal 2012) bahwasanya kader putri PMII Kota Malang sebagai berikut :
1.      Segi Kuantitas, 26% dari 34 responden bahwa kader putri di komisariat dan rayon berjumlah antara 5-10 orang.
2.      Segi Keaktifan, 34% dari 34 responden bahwa kader putri yang aktif di komisariat dan rayon berjumlah antara 5-10 orang.
3.      Segi Kontribusi, 40% dari 34 responden bahwa kader putri yang berkontribusi di komisariat dan rayon berjumlah kurang dari 5 orang.
Dalam hal ini dapat dilihat pada bagan statistik dibawah ini :
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1)      Dari segi kuantitas, mengalami penurunan yaitu dari jumlah lebih dari 10 orang menjadi kurang dari 10 diatas 5 orang
2)      Dari segi keaktifan, mengalami peningkatan yaitu berawal dari kurang dari 5 orang menjadi lebih dari 5-10 orang
3)      Dari segi kontribusi, mengalami penurunan yaitu dari jumlah 5-10 orang menjadi kurang dari 5 orang.
Melihat kondisi yang sangat riskan dan memprihatinkan ini berdasarkan hasil statistic diatas bagi kondisi mahasiswa putri. Mahasiswa yang digaungkan sebagai agent of change dan agent of control dalam hal ini sangat dipertanyakan keabsahan serta keabsolutannya dengan melihat kondisi yang seperti itu. Tujuan dari KOPRI adalah membentuk pribadi muslimah Indonesia menurut ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah yang berbudi luhur, berilmu dan bertaqwa kepada Allah SWT, serta bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya menuju masyarakat pancasila. Oleh karena itu setelah melihat keadaan diatas, maka perlu adanya kesadaran diri dari setiap kader putri untuk merubah dirinya untuk berbuat lebih baik untuk masyarakat dengan mengerahkan semua ilmu pengetahuan yang dimilikinya sesuai dengan kemampuannya untuk menjadi kader-kader PMII putri yang diharapkan.

D.      Motivasi dan Minat Organisasi Mahasiswi
Seorang mahasiswa terjun dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan dipengaruhi oleh motivasi yang merupakan penggerak dari dalam dan kekuatan pendorong perilaku. Meskipun motivasi itu merupakan suatu kekuatan, namun tidaklah merupakan suatu substansi yang dapat dilihat dari indikatornya, Makmun (2000 : 37) menuraikan indicator antara lain sebagai berikut :
a.       Durasi kegiatan (berapa lama kemampuan penggunaan waktunya untuk melakukan kegiatan).
b.      Frekuensi kegiatan (berapa sering kegiatan dilakukan dalam periode waktu tertentu).
c.       Persistensi (ketetapan dan kelekatannya) pada tujuan kegiatan.
d.      Ketabahan, keuletan, dan kemampuannya dalammenghasilkan rintangan dan kesulitan untuk mencapai tujuan.
e.       Devosi (pengabdian) dan pengorbanan (uang, tenaga, pikiran, bahkan jiwa dan nyawanya) untuk mencapai tujuan.
f.       Tindakan aspirasinya (maksud, rencana, cita-cita sasaran atau target, dan idolanya) yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan.
g.      Tindakan kualifikasi prestasi atau produk atau output yang dicapai dari kegiatannya (berapa banyak, memadai atau tidak, memuaskan atau tidak)
h.      Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan (like or dislike, positif atau negatif).

Motivasi yang  timbul pada diri mahasiswa tersebut tergantung kepada berbagai hal, tapi yang paling penting erat hubungannya dengan motivasi tersebut diantaranya adalah minat atau interest.  Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Moh. Surya (2000 : 76), yaitu :
“Minat merupakan peningkatan perhatian individu terhadap suatu objek yang banyak sangkut paut dengan dirinya, oleh karena itu minat merupakan kecenderungan kegiatan murit serta dapat memperkuat motif.”
Oleh karena itu, meskipun terdapat keberagaman motivasi partisipasi mahasiswa dalam mengikuti organisasi kemahasiswaan diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajarnya diperkuliahan dan dalam upaya menunjang peranannya dalam proses sosialisasi di masyarakat.
Organisasi kemahasiswaan adalah suatu wadah yang menampung mahasiswa dalam rangka membina dan mengembangkan minat dan bakat. Adapun definisi organisasi menurut Manulang bahwa organisasi adalah suatu wadah yang terdiri dari orang-orang yang mempunyai tujuan yang sama dengan kepentingan yang sama dimana didalamnya terdapat kerja sama antar orang sehingga terdapatnya suatu struktur.
Dengan demikian, organisasi  kemahasiswaan merupakan salah satu bagian yang tidak terlepas dari kegiatan mahasiswa yang terdapat dilingkungan kampus, yang mana organisasi tersebut merupakan suatu wadah yang menampung para mahasiswa yang bergabung dalam rangka mengembangkan minat serta motivasinya dalam berorganisasi untuk menambah wawasan, sehingga akan diperoleh pengalaman, baik dalam cara berfikir maupun melatih diri dalam manajemen kepemimpinan diri dan kelompok.
Motivasi dan minat organisasi mahasiswa putri sangat banyak sekali tentunya. Akan tetapi dalam angket yang kita sebarkan kepada 12 Komisariat dan 38 Rayon PMII Kota Malang bahwa ada beberapa item pertanyaan yang lebih kita spesifikkan. Kemudian berdasarkan data angket yang teruji melaui statistik bahwasanya motivasi organisasi kader putri PMII Kota Malang adalah sebagai berikut :
1.      Keinginan sendiri sejumlah 29% dari 34 responden
2.      Ajakan teman sejumlah 59% dari 34 responden
3.      Support keluarga sejumlah 6% dari 34 responden
4.      Alasan lain sejumlah 6% dari 34 responden
Dalam hal ini dapat dilihat pada bagan statistik dibawah ini :

Sedangkan dari minat organisasi kader putri PMII Kota Malang adalah sebagai berikut :
1.      Berorganisasi sejumlah 17 % dari 34 responden
2.      Menambah pengalaman sejumlah 69% dari 34 responden
3.      Menambah teman sejumlah 8% dari 34 responden
4.      Alasan lain sejumlah 6% dari 34 responden
Dalam hal ini dapat dilihat pada bagan statistik dibawah ini :
Berdasarkan hasil angket diatas, bahwa motivasi dan minat organisasi mahasiswi di PMII Kota Malang adalah sangat tinggi dalam berorganisasi. Banyak alasan kenapa mereka mengikuti organisasi yang bernama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia mulai dari keinginan sendiri, diajak teman, disuruh keluarga dalam rangka belajar organisasi, menambah pengalaman, ataupun untuk menambah teman. Itu semua adalah sebuah proses untuk menggerakkan dari dalam dan mengambil kekuatan pada diri sendiri untuk mendorong untuk berperilaku dalam rangka mencapai suatu kepuasan atau suatu tujuan yang jelas.
























BAB II
KEKOPRIAN

A.      Sejarah KOPRI
Sejarah organisasi yang bernama Korp PMII Putri yang disingkat KOPRI mengalami proses yang panjang dan dinamis. KOPRI berdiri pada Kongres III PMII pada tanggal 7 – 11 Februari 1967 di Malang Jawa Timur dalam bentuk Departemen Keputrian dan lahir bersamaan dengan Mukernas II PMII di Semarang Jawa Tengah pada tanggal 25 September 1967. Dengan ketua KOPRI Ismi Maryamah BA dan sekretaris Maryamah BA. Semula KOPRI Pusat berkedudukan di Jakarta, kemudian berdasarkan keputusan MUBES I PMII di Garut Jawa Barat pada tanggal 20-27 Januari 1969, dipindahkan ke Surabaya Jawa Timur, yang operasional/pengelolaan selanjutnya diserahkan kepada PW PMII Jawa Timur. Munas KOPRI yang pertama dilaksanakan di Makasar Ujungpandang pada tanggal 25-30 April 1970, bersamaan dengan pelaksanaan Kongres IV PMII.
Kemudian pada periode 1973-1988 KOPRI bubar. Hal ini disebabkan karena selama periode 1970-1973 PP KOPRI tidak pernah mengadakan kegiatan dan dinilai gagal, yang klimaksnya mereka tidak mampu membuat Laporan Pertanggungjawaban pada Kongres V PMII di Ciloto Jawa Barat tahun 1973. Dengan ketua KOPRI saat itu Adibah Hamid. Pada Kongres V ini tidak ada satu orangpun pengurus PP KOPRI yang hadir, sehingga Kongres mengeluarkan Pernyataan Ciloto yang isinya meminta pengurus KOPRI mengadakan Mubes khusus KOPRI dengan limit waktu enam bulan.
KOPRI dibentuk kembali pada Kongres IX PMII di Surabaya tahun 1988 dengan ketua Khofifah, sekretaris Ulha Soraya. Sampai pada Kongres XII PMII di Medan Sumatera Utara tahun 2000, KOPRI bubar kembali. Dengan ketua KOPRI saat itu Luluk Hur Hamidah, sekretaris Wahidah Suaeb. KOPRI dibubarkan berdasarkan hasil voting, yang berbeda hanya satu suara. Merasa pengalaman pahit itu terasa, bahwa kader-kader perempuan PMII pasca Kongres di Medan mengalami stagnasi yang berkepanjangan dan tidak menentu, maka oleh sebab itu kader-kader perempuan PMII menganggap perlu dibentuknya wadah kembali, Kongres XIII di Kutai Kertanegara Kalimantan Timur pada tanggal 16 – 21 April 2003 sebagai momentum yang tepat untuk memprakarsai adanya wadah, maka terbentuklah POKJA Perempuan dan kemudian lahirlah kembali KOPRI di Jakarta pada tanggal 29 September 2003 dengan ketua KOPRI Winarti dan sekretaris Nina Hunainah pada periode kepengurusan A. Malik Haramain 2003-2005.

KETUA PMII DAN KETUA KOPRI
PERIODE 1960-2013

Periode 1960-1961
Hasil Musyawarah Mahasiswa Nahdliyin di Surabaya 14-16 April 1960
Ketua Umum PMII                 : Mahbub Junaidi
Sekretaris Umum                    : H. Said Budairi
Departemen Keputrian            : Mahmudah Nahrowi

Periode 1961-1963
Kongres I PMII di Tawangmangu Surakarta Jateng Desember 1961
Ketua Umum PMII                 : Mahbub Junaidi
Sekretaris Umum                    : H. Said Budairi
Departemen Keputrian            : Enny Suhaeni

Periode 1963-1967
Kongres II PMII di Kaliurang Yogyakarta 25-29 Desember 1963
Ketua Umum PMII                 : Mahbub Junaidi
Sekretaris Umum                    : Harun Al-Rasyid
Departemen Keputrian            : Enny Suhaeni

Periode 1967-1970
Kongres III PMII di Malang Jawa Timur 7-11 Februari 1967
Ketua Umum                          : M. Zamroni
Sekretaris Umum                    : Fahmi Ja’far
Departemen Keputrian            : Tien Hartini
PP Badan KOPRI                   :
(Hasil Mukernas II PMII Semarang 25 September 1967)
Ketua Umum                          : Ismi Maryam BA
Sekretaris Umum                    : Maryamah BA
Kedudukan                             : di Jakarta
Catatan : berdasarkan keputusan Mubes I PMII di Leles Garut Jabar 20-27 Januari 1969 KOPRI berpindah kedudukannya di Surabaya Jawa Timur

Periode 1970-1973
Kongres IV PMII di Makasar Ujungpandang 25-30 April 1970
Ketua Umum PMII                 : M. Zamroni
Sekretaris Umum                    : Madjidi Syah
Departemen Keputrian            : Enny Suhaeni
PP Badan KOPRI
Ketua Umum                          : Adibah Hamid
Sekretaris Umum                    : Aminah Asraf BA
Kedudukan                             : Surabaya Jatim

Periode 1973-1977
Kongres V PMII di Ciloto Jawa Barat 23-28 Desember 1973
Ketua Umum PMII                 : Abduh Paddare
Sekretaris Jenderal                  : Ahmad Bagdja
Sekbid Keputrian                    : Wus’ah Suralaga

Periode 1977-1981
Kongres VI PMII di Wisma Tanah Air Jakarta 8-12 Oktober 1977
Ketua Umum PMII                 : Ahmad Bagja
Sekretaris Jenderal                  : Muhyidin Arubusman
Sekbid KOPRI                       : Fadilah Suralaga
Resuffle                                  : Ida Farida
(Fadilah Suralaga naik sebagai Ketua IV Bidang KOPRI)

Periode 1981-1984
Kongres VII PMII di Pusdiklat Pramuka Cibubur Jakarta 1-5 April 1981
Ketua Umum PMII                 : Muhyidin Arubusman
Sekretaris Jenderal                  : H. Tahir Husien
Ketua Bidang KOPRI                        : Fadilah Suralaga
Sekbid KOPRI                       : Lilis Nurul Husnaputri

Periode 1985-1988
Kongres VIII PMII di Bandung Jawa Barat 16-20 Mei 1985
Ketua Umum PMII                             : Surya Darma Ali
Sekretaris Jenderal                              : M. Isa Muhsin
Ketua IV PMII (Bid KOPRI)                        : Iis Kholilah
Sekretaris VIII PMII (Bid KOPRI)   : Dede Mahmudah
Hasil Resuffle:
Ketua IV PMII (Bid KOPRI)                        : Iriani Suaidah
Sekretaris VIII PMII (Bid KOPRI)   : Hj. Siti Ma’rifah

Periode 1988-1991
Kongres IX PMII di Wisma Haji Surabaya Jawa Timur November 1988
Ketua Umum PMII                 : M. Iqbal Assegaf
Sekretaris Jenderal                  : Abd Khalik Ahmad
Ketua KOPRI                         : Khofifah
Sekretaris Bid KOPRI                        : Ulha Soraya
(Pada Kongres ke IX di Surabaya ini KOPRI dibentuk kembali)

Periode 1991-1994
Kongres X PMII di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta 21-27 Oktober 1991
Ketua Umum PMII                 : Ali Masykur Musa
Sekretaris Jenderal                  : M. Syukur Sabang
Ketua KOPRI                         : Jauharoh Haddad
Sekretaris KOPRI                   : Siti Khadijah RM
Catatan: pada Kongres ke X ini awalnya kandidat calon ketua KOPRI ada 3 calon, yaitu: Calon dari Surabaya, Calon dari Yogyakarta dan Calon dari Lampung. Dua calon pertama mengundurkan diri sehingga tinggal satu calon yaitu calon nomor 3 dari Lampung, Jauharoh Haddad.
Periode 1994-1997
Kongres XI PMII di Samarinda Kalimantan Timur 29 Oktober-3 Mopember 1994
Ketua Umum PMII                 : A. Muhaimin Iskandar
Sekretaris Jenderal                  : Rusdin M. Noor
Ketua KOPRI                                     : Diana Mutiah
Sekretaris                                : -

Periode 1997-2000
Kongres XII PMII di Asrama Haji Sukolilo Surabaya Jawa Timur 1997
Ketua Umum PMII                 : Syaiful Bahri Anshori
Sekretaris Jenderal                  : Usman Sadiqin
Ketua KOPRI                         : Lulu’ Nurhamidah
Sekretaris KOPRI                   : Wahidah Suaeb/Erni Sugiyati

Periode 2000-2003
Kongres XIII PMII di Medan Sumatera Utara 2000
Ketua Umum PMII                 : Nusron Wahid
Sekretaris Jenderal                  : Cupli Risman
KOPRI                                    : Bubar
Catatan : KOPRI dibubarkan pada forum Kongres ini melalui voting yang hanya beda 1 suara antara yang setuju dibubarkan dan yang menolak dibubarkan.

Periode 2003-2005
Kongres XIV PMII di Kutai Kertanegara Kalimantan 2003
Ketua Umum PMII                 : Malik Haramain
Sekretaris Jenderal                  : Isra D Pramulyo
Ketua KOPRI                         : Wiwin Winarti
Sekretaris KOPRI                   : Nina Hunainah
Catatan : KOPRI dibentuk kembali dengan status Semi Otonom, berdasarkan hasil POKJA amanat Kongres XIV PMII 2003. Forum POKJA Perempuan PMII dilaksanakan oleh PB PMII pada tanggal 26-29 September 2003 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta.

Periode 2005-2007
Kongres XV PMII di Bogor Jawa Barat 2005
Ketua Umum PMII                 : Herry Haryanto Azumi
Sekretaris Jenderal                  : Radli Kaelani
Ketua KOPRI                         : Ai’ Maryati Sholihah
Sekretaris KOPRI                   : -

Periode 2007-2010
Kongres XVI di Batam Maret 2008
Ketua Umum PMII                 : Radli Kaelani
Sekretaris Jenderal                  : Zaini Sofari
Ketua KOPRI                         : Eem Marhamah
Sekretaris KOPRI                   :  Suriyanti R.

Periode 2010-2013
Kongres XVII di Banjar Baru Kalsel
Ketua Umum PMII                 : Adien Jauharudin
Sekretaris Jenderal                  : Jabidi Ritonga
Ketua KOPRI                         : Irma Muthoharoh
Sekretaris KOPRI                   : Herwanita

Periode 2014 - 2016
Ketua umum   : Aminuddin ma'ruf
Sekjend          : Abdul Haris Wali
Ketua KOPRI : Ai Rahmayanti
Sekretaris    : Desmiati

B.       Keorganisasian KOPRI
Korps PMII Putri adalah wadah kader putri PMII yang bersifat Semi Otonom, yang berarti setengah otonom yaitu setengah mengurus urusan sendiri. KOPRI merrupakan badan yang dibentuk oleh PMII yang mempunyai hak semi otonomi, yaitu mempunyai beberapa wewenang untuk mengatur manajemen dan administrasi organisasi dan bersifat koordinatif dengan lembaga lainnya serta bertanggungjawab pada ketua Umum. KOPRI ini ada di setiap level organisasi PMII, mulai dari Pengurus Besar, Pengurus Koordinator Cabang, Pengurus Cabang, Pengurus Komisariat dan Pengurus Rayon.


B.1.  AD/ART PMII yang Ada Kaitannya dengan KOPRI
BAB VIII
KORP PMII PUTRI
Pasal 21
1.    Korp PMII Putri selanjutnya disingkat KOPRI
2.    KOPRI diwujudkan dalam badan semi otonom yang secara khusus menangani pengembangan dan pemberdayaan perempuan PMII berspektif keadilan dan kesataraan gender yang dibentuk berdasarkan asa lokalitas kebutuhan
3.    Selanjutnya pengertian semi otonom dijelaskan dalam bab penjelasan

Pasal 22
1.    Pengurus KOPRI minimal terdiri dari seorang ketua, seorang sekretaris, seorang bendahara dan sejumlah biro-biro sesuai dengan kebutuhan
2.    Pengurus KOPRI disahkan dengan SK Ketua Umum di setiap level kepengurusan.
a.    Pengurus KOPRI PB PMII, disahkan oleh Ketua Umum PB PMII
b.   Pengurus KOPRI PKC PMII, disahkan oleh Ketua Umum PKC PMII
c.    Pengurus KOPRI PC PMII, disahkan Ketuan Umum PC PMII
3.    Ketua KOPRI dipilih oleh Kongres yang dilakukan oleh seorang utusan perempuan dari seluruh pengurus cabang yang sah.
4.    Ketua KOPRI dalam menyusun komposisi kepengurusan dibantu oleh formatur KOPRI
5.    Formatur KOPRI sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) sebanyak 5 orang yang terdiri ketua KOPRI PB PMII terpilih, ketua KOPRI PB PMII domisioner, dan 3 orang yang dipilih oleh peserta utusan perempuan dari pengurus cabang yang sah berdasarkan suara terbanyak.

Pasal 23
1.    Ketua KOPRI masuk dalam anggota Pleno Badan Pengurus Harian PB PMII
2.    KOPRI bertanggungjawab kepada ketua umum PB PMII
3.    Ketentuan lebih lanjut tentang sistem administrasi KOPRI diatur dalam peraturan organisasi.

B.2.     Hasil MUSPIMNAS PMII di Manado

PERATURAN ORGANISASI TENTANG KORP PMII PUTRI
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA
BAB I
Ketentuan Umum
Pasal 1
Korp PMII Puteri disingkat KOPRI merupakan badan semi otonom PMII yang mempunyai kekhususan untuk membentuk struktur organisasi disesuaikan dengan hirarki struktur PMII yang menangani pengembangan potensi kader putri PMII dan isu perempuan secara umum. Badan ini bersifat hirarkis dan bertanggung jawab kepada Ketua umum PMII.

BAB II
PENGEMBANGAN ORGANISASI
Pasal 2
Pengembangan Organisasi meliputi :
a.    Pengembangan Internal
b.    Pengembangan Eksternal

Pasal 3
Pengembangan Organisasi internal merupakan upaya peningkatan kapasitas sumber daya kader perempuan PMII dalam rangka mendorong penguatan kelembagaan organisasi. Meliputi :
a.  Penguatan Ideologi dan paradigma sebagai sumber anatomi gerakan
b.  Pembenahan Peraturan Organisasi dan Manajemen Organisasi
c.  Penguatan Intelektualitas kader, sebagai upaya memperkuat institusi untuk mencapai tujuan organisasi.

Pasal 4
Pengembangan Organisasi Eksternal adalah upaya Aksi dan konsolidasi gerakan KOPRI dalam rangka menuju masyarakat yang berkeadilan gender, Meliputi :
1.    Advokasi undang-undang/ kebijakan yang sensitif gender.
2.    Konsolidasi gerakan perempuan secara massif di semua level dalam gerakan issu bersama.
3.    distribusi kader perempuan PMII pada ruang strategis.
4.    Penguatan Jejaring Media sebagai upaya publikasi gerakan perempuan

BAB III
Struktur KOPRI
Pasal 5
Struktur dan posisi KOPRI di jelaskan dalam bagan di bawah ini


 













KOPRI merupakan lembaga semi otonom yang berada di bawah koordinasi dan intruksi ketua umum PMII.
Keterangan:
------------- koordinasi dan konsultasi
________   Instruksi




BAB IV
POLA HUBUNGAN KOPRI
Pasal 6
a.  KOPRI mempunyai kepengurusan ditingkat PB/PKC/PC sesuai dengan kebutuhan masing-masing dengan sistem koordinasi, konsultasi dan intruksi antar masing-masing level kepengurusan.
b.  KOPRI dalam mengatur kebijakan terkait administrasi organisasi berkordinasi dengan kepengurusan di setiap level kepengurusan.
c.  Perwakilan pengurus KOPRI merupakan bagian anggota pleno PB PMII

BAB V
Surat Keputusan Kepengurusan
Pasal 7

Surat Keputusan kepengurusan KOPRI dikeluarkan oleh PB yang melalui rekomendasi PKC atau PC PMII yang bersangkutan.

BAB VI
Kaderisasi KOPRI
Pasal 8

Kaderisasi KOPRI mengikuti kaderisasi yang ada di PMII, baik yang sifatnya formal ataupun non formal. Adapun kaderisasi yang bersifat in-formal yang di sajikan dalam kurikulum kaderisasi KOPRI, hal tersebut merupakan bagian kurikulum tambahan dalam upaya penguatan ideologi gerakan KOPRI.







BAB VII
KAIDAH PELAPORAN
Pasal 9
Jenis-jenis Pelaporan
Jenis-jenis pelaporan adalah :
(1)        Laporan Kegiatan adalah laporan yang dibuat oleh KOPRI PB/PKC/PC PMII, secara objektif berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan/program yang telah terlaksana dengan memuat hasil-hasil yang dicapai sebagai bahan evaluasi kegiatan di masing-masing tingkatan.
(2)        Laporan Pertanggungjawaban adalah laporan  yang dibuat KOPRI PB/PKC/PC PMII kepada ketua umum PMII yang bersangkutan, secara objektif berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan/program yang telah dilaksanakan selama satu periode kepengurusan.
(3)        Laporan Pendataan Kader Perempuan PMII adalah laporan yang dibuat oleh Pengurus Cabang KOPRI secara Objektif berkaitan dengan penambahan kader baru yang merupakan hasil pendataan secara keseluruhan;

Pasal 10

MEKANISME, ISI DAN WAKTU PELAPORAN


Laporan Kegiatan meliputi:
1.    Laporan kegiatan KOPRI PB/PKC/PC PMII dilaporkan kepada internal pengurus KOPRI dan di teruskan kepada ketua umum PMII yang bersangkutan.
2.    Laporan Kegiatan sekurang-kurangnya memuat :
a.    Latar belakang dan masalah yang dihadapi
b.    Tujuan dan sasaran kegiatan
c.    Proses pelaksanaan kegiatan
d.   Laporan Keuangan
e.    Tindak lanjut kegiatan
f.     Evaluasi kegiatan, Lampiran daftar nama panitia/peserta, narasumber, notulensi dan dokumentasi.
3.    Waktu Pelaporan kegiatan untuk KOPRI PB PMII satu tahun sekali, untuk KOPRI PKC PMII adalah setiap enam bulan sekali dan untuk KOPRI  PC PMII setiap empat bulan sekali.

Pasal  11

Pelaporan Pertanggung jawaban

(1)        Laporan pertanggung jawaban keseluruhan pelaksanaan program KOPRI PB/PKC/PC PMII dilaporkan kepada Ketua umum PMII di masing-masing level kepengurusan.
(2)        Laporan Pertanggungjawaban sekurang-kurangnya memuat :
a.    Mekanisme kepanitiaan
b.    Proses pelaksanaan
c.    Laporan keuangan yang disertai dengan bukti pengeluaran
d.   Evaluasi
e.    Lampiran berisi daftar nama panitia, peserta, narasumber, materi  & dokumnetasi
(3)        Waktu pelaporan laporan pertanggung jawaban dilakukan satu kali dalam satu periode, menjelang pergantian kepemimpinan di masing-masing kepengurusan.

 

Pasal  12

Pelaporan Pendataan Kader

(1)        Laporan Pendataan Kader sekurang-kurangnya memuat :
a.    Identitas anggota dan kader
b.    Jurusan, Fakultas dan Perguruan Tinggi Anggota
c.    Pendidikan Kader (formal) yang telah diikuti
d.   Pendidikan/Pelatihan lainya (pelatihan profesional atau studi-studi fakultatif yang telah diikuti).
e.    Jabatan yang pernah diduduki
f.     Rekapitulasi data anggota
(2)          Waktu pelaporan pendataan kader adalah setahun sekali menjelang berakhirnya periode kepengurusan cabang.
BAB VIII
TERTIB ADMINISTRASI
Pasal 13
Pedoman Umum Administrasi
(1)     Stempel
a.  Bentuk stempel
Stempel organisasi untuk semua tingkatan organisasi berbentuk persegi panjang  bergaris tunggal.
b.  Ukuran stempel
Stempel resmi organisasi berukuran panjang 6 cm dan lebar 3 cm.
c.  Tulisan stempel
Stempel resmi organisasi berisi :
1.        Lambang PMII disebelah kiri
2.        Tulisan disebelah kanan terdiri atas :
·        baris pertama, “Korp Pergerakan”, baris kedua, “Mahasiswa Islam,” Baris ketiga, “Indonesia Puteri”
·        Baris ke-empat tingkat level kepengurusan
·        Nama tempat atau daerah, baris kelima.
(2)     Buku Agenda
a.    Ukuran Buku
Pada dasarnya seluruh jenis buku dapat digunakan sebagai buku agenda, asalkan sesuai dengan kolom yang diperlukan.
b.    Model Buku
Buku agenda surat terdiri atas buku agenda surat keluar dan buku agenda surat  masuk, model yang digunakan keduanya sebagai berikut :
1.    Buku agenda surat keluar, terdiri atas kolom;
(a)      Nomor urut pengeluaran
(b)     Nomor surat
(c)      Alamat surat
(d)     Tanggal surat;
·       tanggal pembuatan
·       tanggal pengiriman
(e)      Perihal surat
(f)      Keterangan
2.    Buku agenda surat masuk, terdiri atas kolom
(a)      Nomor urut penerimaan
(b)     Nomor surat
(c)      Alamat surat / pengirim
(d)     Tanggal surat;
·      tanggal pembuatan
·      tanggal penerimaan
(e)      Perihal surat
(f)      Keterangan
(lihat pedoman teknis, point ……..).
(3)        Buku Kas
a.    Ukuran Buku Kas
Semua jenis buku dapat digunakan sebagai buku kas, asalkan sesuai dengan kolom yang diperlukan.
b.    Model Buku Kas
Buku kas untuk seluruh jenis kegiatan pada semua tingkatan organisasi menggunakan model buku kas yang terdiri dari atas kolom;
1.        Nomor urut penerimaan
2.        Uraian sumber kas
3.        Jumlah uang yang diterima
4.        Nomor urut pengeluran
5.        Uraian penggunaan kas
6.        Jumlah uang yang dikeluarkan
(lihat pedoman teknis, point ….)
c.    Buku Inventarisasi.
1.    Ukuran Buku Inventarisasi
Buku Inventaris dapat menggunakan pelbagai jenis dan ukuran buku yang sesuai dengan kolam yang diperlukan
2.    Model Buku Inventarisasi
Buku inventarisasi untuk semua tingkatan organisasi menggunakan model buku yang terdiri atas kolom :
(a)     Nomor urut.
(b)    Nama barang.
(c)     Merk barang.
(d)    Tahun pembelian.
(e)     Jumlah barang
(f)     Keadaan barang
Keterangan (Lihat pedoman teknis,point........)

Pasal 14
Pedoman Tekhnis

(1)  Stempel
a.    Pembubuhan stempel organisasi pada surat resmi organisasi diusahakan sedapat mungkin agar tertera ditengah – tengah antara dua tandatangan pengurus dan  tidak  menutupi nama pengurus yang bertandatangan.
b.    Pengurus yang berwenang stempel organisasi adalah Ketua atau Sekretaris (untuk PB ), Ketua atau Sekretaris ( untuk Koorcab/Cabang ) dan Ketua atau Sekretaris (untuk Komisariat dan Rayon).
c.    Pembuatan stempel kepanitiaan harus mencantumkam lambang PMII disebelah kiri dan tulisan yang menunjukan jenis kepanitiaan disebelah kanan,dengan ukuran yang serasi dan seimbang.     

Contoh
A. Stempel KOPRI PB PMII :


 






B. Stempel Pengurus KOPRI PKC PMII :


 




C. Stempel KOPRI PC PMII
 


                  
(2)   Buku Agenda
a.    Buku agenda berfungsi untuk mendokumentasikan seluruh jenis surat, baik surat keluar ataupun surat masuk, agar buku tersebut dapat berfungsi sebagaimana mestinya, maka perlu dipelihara dan disimpan secara baik setelah dipergunakan.
b.    Buku agenda harus senantiasa ditempatkan diatas meja kerja, terutama kita sedang membuat surat atau ketika menerima surat dari instansi lain.
c.    Kolom-kolom yang terdapat dalam buku agenda surat, baik keluar maupun kedalam berjumlah 6 (enam) kolom.

Contoh.
1. Agenda surat keluar
No
No. Surat
Alamat Surat
Tgl Surat
Hal
Ket
Buat
Kirim
1
2
3
4
5
6
7









2. Agenda surat masuk
No
No. Surat
Alamat Surat
Tgl Surat
Hal
Ket
Buat
Datang
1
2
3
4
5
6
7







(3)  Buku Kas
a.    Seluruh jenis kegiatan yang berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran dana organisasi, harus tercatat dalam buku Kas, terdiri atas :
Buku Harian : Neraca Bulanan, Neraca Tahunan
b.    Segala penerimaan dana harus dicatat di dalam Buku Kas bagian kiri (debet) dan pengeluaran dana bagian kanan (kredit). Kelebihan atau kekurangan dalam penjumlahan uang disebut saldo.
c.    Pengurus yang berwenang menyimpan dan mempergunakan Buku Kas adalah Bendahara/wakil bendahara, pada setiap jenjang kepengurusan organisasi.

Contoh :
1.    Buku Harian
No
Uraian
Jumlah
No
Uraian
Jumlah







2.    Neraca Bulanan
No
Uraian
Jumlah
No
Uraian
Jumlah







3.    Neraca Tahunan
No
Uraian
Jumlah
No
Uraian
Jumlah







Dalam pelaporan bidang keuangan organisasi, kecuali dibuat dalam bentuk neraca, juga dilengkapi dengan kwitansi atau tanda pembayaran dalam pembelian barang-barang untuk kepentingan organisasi.

(4)  Buku Inventarisasi
a.    Buku inventarisasi berfungsi untuk mencatat seluruh kekayaan atau barang-barang milik organisasi, agar mudah melakukan pemeliharaan, perawatan dan pemantauan terhadap barang-barang tersebut, sebagai asset organisasi yang dihasilkan dari suatu masa bakti kepengurusan.
b.    Model buku inventarisasi untuk semua tingkatan organisasi dibuat dengan 7 kolom, seperti berikut ini :
No
Nama Barang
Thn Pembuatan
Merk
Jumlah
Keadaan
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7








c.    Pengurus yang berwenang untuk menyimpan dan melakukan inventarisasi adalah sekjen/sekretaris     Umum/sekretaris disemua tingkatan organisasi.

BAB  IX
PENUTUP
Pasal 16

1.    Hal-hal yang belum diatur di dalam ketetapan ini, akan diatur kemudian di dalam Peraturan Organisasi atau produk hukum organisasi lainnya.
2.    Ketetapan ini ditetapkan Musyawarah pimpinan nasional Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.
3.    Ketetapan ini berlaku sejak waktu dan tanggal ditetapkan.











B.3.     Hasil MUSPIMCAB PMII Kota Malang
PERATURAN ORGANISASI
PERGERAKAN MAASISWA ISLAM INDONESIA
KOTA MALANG
Tentang
KORPS PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA PUTRI
KOMISARIAT DAN RAYON

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1.    KOPRI merupakan nama wadah kader pmii putri yang digunakan ditataran komisariat dan rayon
2.    KOPRI Komisariat adalah Korps PMII Putri yang berkedudukan dalam kepengurusan komisariat yang bersifat semi otonom bertanggung jawab kepada ketua komisariat.
3.    KOPRI Rayon adalah Korps PMII Putri yang berkedudukan dalam kepengurusan rayon yang bersifat semi otonom bertanggung jawab kepada ketua rayon

BAB II
PENGEMBANGAN ORGANISASI
Pasal 2
Pengembangan .KOPRI Komisariat meliputi:
1.    Pengembangan Organisasi Internal dilakukan sebagai upaya peningkatan kapasitas sumber daya kader putri dalam rangka mendorong penguatan kelembagaan organisasi, meliputi:
a.    Penguatan institusi KOPRI Komisariat sebagai ruang aktualisasi kader putri.
b.    Pengkoordinasian KOPRI Rayon dalam wilayah koordinasinya dalam pendataan dan pemetaan potensi kader putri untuk pengembangan kaderisasi kader putri
c.    Penguatan peraturan organisasi dan manajemen organisasi.
2.    Pengembangan organisasi eksternal dilakukan sebagai upaya aksi gerakan KOPRI Komisariat dalam rangka menuju masyarakat berkeadilan gender, meliputi:
a.    Partisipasi dan konsolidasi gerakan perempuan dengan PC KOPRI, KOPRI Komisariat lain, organisasi perempuan lainnya.
b.    Pengkoordinasian KOPRI Rayon dalam mengadvokasi kebijakan kampus yang sensitive gender.
Pasal 3
Pengembangan KOPRI Rayon meliputi:
1.    Pengembangan organisasi internal dilakukan dan dititik beratkan pada pengembangan dan penguatan kuantitas serta kualitas kader putri, meliputi:
a.    Pendataan dan pemetaan potensi kader putri
b.    Penguatan dan pembangunan kapasitas kader putri
c.    Pembenahan peraturan organisasi dan manajemen organisasi
2.    Pengembangan organisasi eksternal dilakukan sebagai upaya aksi gerakan KOPRI Rayon, meliputi:
a.    Partisipasi dan konsolidasi gerakan perempuan dengan PC KOPRI, KOPRI Komisariat, KOPRI Rayon lain, dan organisasi perempuan lainnya.
b.    Partisipasi dan koordinasi dengan KOPRI Komisariat dalam advokasi kebijakan kampus yang sensitive gender.

BAB III
STRUKTUR KOPRI
Pasal 5

Struktur dan Posisi KOPRI Komisariat dan rayon dijelaskan dalam bagan dibawah ini:








BAB IV
POLA HUBUNGAN KOPRI
Pasal 6
1.    Hubungan antara KOPRI Komisariat/KOPRI Rayon dengan Ketua Komisariat/Ketua Rayon ditunjukkan dengan garis kooordinatif dan instruktif
2.    KOPRI mempunyai kewenangan sendiri dalam mengatur kebijakan internal terkait persoalan administrasi
3.    Direktur dan sekretaris pengurus KOPRI merupakan bagian anggota Pleno BPH Komisariat/Rayon

BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 7
1.    Hal-hal yang belum diatur di dalam ketetapan ini, akan diatur kemudian di dalam peraturan organisasi atau produk Hukum PMII lainnya
2.    Ketetapan ini ditetapkan Musyawarah Pimpinan Cabang PMII
3.    Ketetapan ini berlaku sejak waktu dan tanggal ditetapkan.

C.      Nilai Kader KOPRI dan Panca Norma KOPRI
C.1.    Nilai Kader KOPRI
Nilai Kader KOPRI atau biasa disingkat dengan NKK merupakan sebuah sarana kader KOPRI untuk mengenal, melihat dirinya sendiri dan bahkan mengharapkan yang lain untuk melihat. NKK juga merupakan potret yang diharapkan.
Untuk menjawab pertanyaan “Siapa saya ini” makan NKK mengembangkan sebagai berikut:
a.    Warga KOPRI sebagai insan individu harus dipenuhi dengan muatan religiusitas karena islamnya, harus dipenuhi dengan muatan intelektualitas karena mahasiswa, dan juga harus dipenuhi dengan muatan kemandirian karena kedewasaannya.
b.    Warga KOPRI sebagai makhluk sosial, tanpa membedakan unsur suku, agama, ras dan antar golongan serta melihat dimensi ruang dan waktu.
c.    Warga KOPRI sebagai insan organisasi, harus mengembangkan sikap profesionalitas dalam menjalankan aktifitas.
Fungsi dari NKK ini yaitu:
1.    Sebagai justifikasi terhadap tertib sosial dan tertib organisasi yang mensyaratkan pada anggota untuk menerima.
2.    Sebagai konstruk yang sah dan dianggap vital secara moral mengikat. Jadi setiap tindakan harus berada dibalik legitimasi NKK.
3.    Mampu menumbuhkan “sens of belonging” warga terhadap organisasi yang mempertautkan kolektifitas masa lampau sekaligus diarahkan pada masa depan sebagai pengidentifikasian diri terhadap lingkungan yang selalu berubah.
4.    Sebagai pedoman yang memberikan wawasan mengenal misi dan tujuan organisasi sekaligus merupakan komitmen untuk bertindak.
Berangkat dari pemikiran di atas maka Nilai Kader KOPRI dirumuskan sebagai berikut:
1.    Modernisasi
Modernisasi telah mampu mengembangkan suatu kultur dengan menempatkan bentuk rasionalitas tertentu sebagai nilai yang menonjol tapi dalam beberapa hal sering gagal, karena rasionalitas itu kurang bisa dipaksa sebagai panutan yang tepat. Meskipun begitu rasionalitas dalam beberapa segi telah mampu mengganti semangat keagamaan.
Modernisasi seringkali ditandai dengan pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata mampu merubah beberapa pandangan manusia dalam beberapa masalah kehidupan mereka, akibatnya manusia seringkali mengidiologikan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sembahan kehidupan. Menghadapi fenomena demikian, maka sikap KOPRI menerima modernisasi secara selektif mana yang harus diambil.
2.    Mitra Sejajar
a.    Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dalam kodrat yang berbeda, namun sama-sama mempunyai tanggungjawab kekholifahan. (Q.S 8: 165)
b.    Masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang sama seimbang. (Q.S 2: 228)
c.    Mempunyai kesempatan beraktifitas dan berjuang serta akan diperhitungkan prestasi kerjanya. (Q.S 4: 32)
d.   Antara laki-laki dan perempuan saling melindungi. (Q.S 9: 71)
e.    Antara laki-laki dan perempuan saling membutuhkan. (Q.S 2: 167)
3.    Wanita Ideal
a.    Sholihah, taat, dan menjaga diri dengan baik. (Q.S 2: 34)
b.    Beriman, tunduk, jujur, khusuk dan dermawan, menjaga kehormatan dan banyak berdzikir kepada Allah. (Q.S 33: 35)
c.    Memiliki pribadi yang dinamis dan kreatif ditunjang dengan tindakan, intelegensi dan kasih sayang.
d.   Memiliki kemampuan untuk melepaskan diri dari keterbatasannya, menembus ruang dan waktu untuk meningkatkan kehidupan sosial.
4.    Watak KOPRI
a.    KOPRI dalam melakukan kegiatan tidak akan meninggalkan sifat-sifat kewanitaannya.
b.    KOPRI mempunyai tindakan, pandangan dan langkah yang berbeda dengan mahasiswi non Islam, bahkan di luar Ahlussunnah Wal Jamaah pun harus beda.

C.2.    Panca Norma KOPRI
Panca Norma KOPRI dicetuskan pada tanggal 16 Februari 1966 pada saat pelaksanaan Training Course Keputrian I PMII di Jakarta bersamaan dengan pelaksanaan Mukernas I, yang berisi sebagai berikut:
a.    Tentang Emansipasi
·      Emansipasi wanita berarti memberikan hak-hak dan kesempatan kepada wanita sederajat, setingkat dan seirama dengan kaum pria. Bukan merupakan pemberian hak-hak istimewa karena penghargaan atau perbedaan naluri fitriahnya justru karena dia wanita.
·      Tuntutan akan hak-hak wanita, meliputi segala segi kehidupan baik politik sosial ekonomi, maupun kebudayaan. Hak-hak ini diberikan adalah merupakan tuntutan nurani yang mendorong manusia berkeinginan, berkehendak dan berbuat sebagai realisasi dan manifestasi dari pada ajaran Islam.
·      Perjuangan hidup baik di dalam bidang politik, sosial ekonomi maupun kebudayaan adalah suatu tuntutan yang bagi kita mempunyai ukuran-ukuran yaitu yang didasarkan atas perbedaan struktur rohaniah jasmaniah dan kondisi ruang dan waktu.
·      Pembatasan atas hak adalah kewajiban yaitu suatu langkah dan tindakan yang harus ditempuh lebih dulu. Ini berarti bahwa kewajiban harus mendapat tempat yang lebih utama daripada tuntutan akan hak.
·      Manifestasi daripada itu ialah pengorbanan kaum perempuan untuk berjuang menyelami dan terjun dalam langkah perjuangan politik, sosial ekonomi, kebudayaan, dalam mana kewajiban seorang putri telah terpenuhi dan akan berjalan seiring dengan hak-hak yang dituntutnya.
b.    Tentang Etika Wanita Islam
·      Ajaran tentang hak batal, benar salah, baik buruk, bermoral immoral adalah suatu persoalan etika. Etika yang dimaksudkan adalah Al-Qur’an dan Assunnah, yaitu etika Islam. Etika yang meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan, baik dalam bentuk pengabdian kepada Tuhan maupun berhubungan antar manusia dengan manusia, dan perkembangan kebudayaannya.
·      Pengabdian kepada Tuhan adalah suatu bentuk pengabdian yang tertinggi dan merupakan gerak hidup yang disandarkan atas taqwallah dengan beramar ma’ruf nahi munkar membabat jiwa keimanan, keikhlasan serta tawadlu’ dan khusuk.
·      Hubungan antar manusia diperlukan keharmonisan, keserasian dan penyesuaian akan arus perkembanagan dan perubahan zaman berpegang kepada ajaran agama dan etiket pergaulan adalah suatu kemutlakan, sehingga pprinsip perorangan yang tidak hanyut terseret oleh arus yang tanpa arah dapat terkendalikan secara positif.
·      Etiket pergaulan yang diartikan dengan “Tata Cara Pergaulan” mempunyai arti relatif, anggapan sopan bagi suatu bangsa akan berbeda dengan bangsa lain, dan pandangan benar bagi suatu ajaran pun menempatkan hal yang sama. Garis penegas yang positif bagi realisasi bentuk-bentuk itu adalah pandangan agama, suatu ajaran yang mempunyai norma-norma hukum nasional maupun internasional.
·      Arus budaya yang senantiasa berkembang akan senantiasa mendapatkan tempat dalam masyarakat. Posisi menarik bukan lebur tertarik adalah suatu norma bagi PMII, perkembanagn budaya sebagai hasil pikiran harus diarahkan, diisi dan dijiwai ajaran agama, moral nasional dan kepribadian bangsa.
c.    Tentang Watak PMII Putri dalam Kesatuan dan Totalitas Berorganisasi
·      PMII Putri adalah bagian dan organ organisasi yang tak terpisahkan dari PMII. Ia sebagai organ bukan merupakan kesatuan yang terpisahkan dan berdiri sendiri dalam kesatuan tubuh. Tetapi ia merupakan suatu paduan dan persenyawaan yang tanpa melarutkan sifat dan ciri-ciri kewanitaannya yang dibawanya sebagai fitrah dan kondisi potensial yang dimilikinya.
·      Sebagai organ yang tak terpisahkan ia melakukan perjuangan yang senada dan seiring, selangkah dan seirama, maju dalam berbagai bidang tujuan organisasi, bidang kepemimpinan dan interdepartemental merupakan suatu bentuk-bentuk lapangan perjuangan yang mendapat sorotan dan hak memanfaatkan akan perjuangan yang mendapat akan tuntutan sosial wanita dimana tugas-tugas dan peranan organisasi tak dibedakan.
·      Sebagai mahasiswa putri islam, walaupun merupakan kesatuan organ yang tak terpisahkan, tetapi ia mempunyai sikap hidup dan pandangan dan langkah serta tindakan yang berbeda dengan mahasiswa-mahaiswa di luar islam, bahkan berbeda dengan mahasiswa-mahasiswa putri di luar Ahlussunnah Wal Jamaah.
·      Suatu kesatuan dalam totalitas berorganisasi adalah suatu bentuk antara PMII putri dan PMII putra merupakan suatu paguyuban. Tetapi garis pemisah yang terbatas dengan norma dan kaedah-kaedah agama suatu tuntutan mutlak yang memberikan tabir dan benteng ukuran moral dan watak positif sehingga moral dan amalan syariat Islam terjamin karenanya.
d.   Tentang Partisipasi PMII Putri terhadap Neven-neven Organisasi
·      Sebagai organ yang memihak pada ideologi partai maka neven organisasi yang berafiliasi terhadap partai adalah juga alat perjuangan yang senada dan seirama, seiring dan berdampingan dalam mencapai tujuan bersama dan tujuan yang sama.
·      Sikap masa bodoh, sikap rendah diri, sikap penakut dan nrimo adalah suatu bentuk yang tidak seharusnya ada bagi PMII Putri, justru emansipasi wanita maka sifat-sifat kerendahan itu dapat dilenyapkan.
·      Atas dasar tanggungjawab yang  mendalam terhadap agama, bangsa dan revolusi, maka partisipasi terhadap neven-neven organisasi sebagai alat partai dan revolusi terutam organisasi wanita adalah kemutlakan yang tak dapat dielakan adanya.
·      Usaha-usaha konkrit kearah itu dapat dilakukan ialah turut meningkatkan kemampuan-kemampuan dan daya perjuangan dalam berorganisasi khususnya terhadap Muslimat, Fatayat, IPPNU baik dalam bidang politik, sosial, ekonomi, perkembanagan kebudayaan, maupun dalam bidang-bidang yang lebih luas dengan didasarkan atas kondisi, tempat dan waktu sekarang.
·      Bidang-bidang praktis yang dapat dilakukan dlam usaha partisipasi ini meliputi bidang-bidang organisasi, administrasi, latihan-latihan kepemimpinan, pendidikan dan pengajaran, keubudayaan, dakwah Islam dalam perkembangan organisasi, maupun dalam berbagai bentuk sosial kemasyarakatan yang lain yang menyangkut peri hidup wanita dalam hubungannya dengan perjuangan agama dan revolusi.
e.    Tentang Partisipasi PMII Putri terhadap Kegiatan-kegiatan Masyarakat
·      Pengabdian kepada masyarakat adalah merupakan suatu amanat Tuhan. Ia merupakan amal ibadah kalau pengabdiaannya itu diiringi niat yang ikhlas dan pembaktian kepada Tuhan. Jurang pemisah anatara perkuliahan dan masyarakat mutlak ditolak dan organisasi berarti jembatan emas penghubung antara keduanya.
·      PMII Putri sebagai mahasiswa dan anggota masyarakat, akan menyatukan dwi tunggal antara ilmu dan amal, antara teori dan perbuatan, berusaha merelaisasikan satunya kata dan perbuatan serta ikut serta secara aktif dalam seluruh kegiatan dan aktifitas masyarakat selagi ia tidak bertentangan dengan norma-norma agama.
·      PMII Putri sebagai wanita realistik, mampu menyelesaikan tugas-tugas kemasyarakatan, dan tugas-tugas ini akan diselesaikan kalau tugas-tugas dan bentuk-bentuk kegiatan-kegiatan masyarakat itu semata-mata mengarah kepada kepentingan agama, nusa, bangsa dan revolusi.
·      Secara konkrit ia akan mendharmabaktikan dalam seluruh bentuk kehidupan, baik dalam bidang politik, sosial, ekonomi, pendidikan maupun dalam perkembangan kebudayaan.
·      Suatu pembaktian yang mesti dituntut lebih dahulu agar tidak menyimpang dari norma-norma agama, revolusi dan kemasyarakatan, adalah usaha mutlak untuk mempelajari hukum-hukum dan ajaran agama. Doktrin revolusi dan pengetahuan masyarakat Indonesia.





BAB III
SISTEM KADERISASI PUTRI

A.    Pandangan Umum Pengkaderan Putri
Dalam multi level strategi gerakan PMII telah disebutkan bahwa ada tiga titik tekan umum dalam pengkaderan PMII. Pertama membangun individu yang percaya dengan kapasitas individualitasnya sekaligus memiliki keterikatan dengan kolektifitas. Kedua membebaskan individu dari belenggu-belenggu yang tercipta selama berabad-abad selama sepanjang sejarah nusantara, tanpa memangkas individu dari sejarah itu sendiri. Ketiga, pengkaderan PMII hendak membangun keeimanan, pengatahuan, dan keterampilan sekaligus.
Melihat realita kondisi kader putri yang komplek akan permasalahan, terkait kuantitas dan kualitas intelektual yang sampai hari ini masih menjadi dua hal yang urgen. Hampir di semua komisariat atau rayon bahkan tingkatan cabang kuantitas kader putri hingga hari ini semakin mengalami degradasi, kapasitas intelektual masih menjadi satu hal yang diragukan, kader putri masih terjebak dalam akar permasalahan yang ada pada dirinya sendiri, ketidakpercayaan diri serta pengakuan terhadap kemampuan intelektual yang dimiliki sehingga mampu bersaing dengan kader putra menjadi satu bagan yang penting. Bahkan kemunduran yang tidak disertai dengan kapasitas intelektual menjadi tolak ukur bahwa kader putri sampai hari ini masih terjebak pada masalah mampu atau mau. Kader putri cenderung merespon isu-isu yang kurang komprehensif dalam pemahaman. Keaktifan dan kecerdasan kader putri yang tidak diimbangi dengan feminitas seorang muslimah, ini menjadi penyebab pemikiran dan gerakan kader putri bersifat  kelaki-lakian atau maskulin.
Kader PMII dengan kapasitas intelektual dan strategi gerakan yang masif dapat menjadi kader-kader pemimpin dan stake holder di setiap lini bangsa ini. Kritis terhadap isu-isu gender dan ketimpangan sosial merupakan karakter yang dimiliki kader putri PMII, pengawalan kebijakan pemerintah yang sensitif gender, pengentaskan kemiskinan perempuan  dan memajukan pendidikan perempuan merupakan contoh bentuk gerakan yang harus dilakukan kader yang sudah menempati posisi tepat.


B.     Problem Solving Pengkaderan Putri
Dalam suatu organisasi pasti akan menemui berbagai masalah dalam mengahadapi konsistensi dan komitmen berorganisasi anggotanya. Tidak terkecuali PMII dan KOPRI. Kondisi keaktifan kader putri yang memiliki presentase jauh lebih sedikit dari kader putra tentunya mempunyai permasalahan-permasalahan khusus yang tidak bisa digeneralisasikan. Permaslaahan ini mencakup pada fase pra anggota (situasi dan kondisi sebelum menjadi anggota), fase anggota (fase pasca MAPABA), fase kader (fase pasca PKD/PKL), dan fase struktural (fase ketika kader putri dalam posisi struktural). Tentunya setiap fase memiliki tipe permasalahan yang berbeda.
1.      Fase pra anggota, permasalahan ini biasanya pada motivasi organisasi kader putri, tarik ulur kepentigan yang akan mereka dapatkan ketika mengikuti organisasi.
2.      Fase anggota, masih ada permasalahan motivasi keaktifan dalam organisasi, manajemen waktu dengan kegiatan akademis, kenyamanan dengan kondisi cultural PMII, dan pola komunikasi.
3.      Fase Kader, permasalahan kegamangan untuk mengimplementasikan ilmu yang didapat, dan mengembangkan potensi.
4.      Fase struktural, permasalahan sering terjadi karena iklim gesekan kepentingan dalam badan/lembaga dalam level struktural. 
Dengan berbagai permasalahan kader putri yang komplek dapat ditangani dengan jalan pembangunan dan penguatan kapasitas intelektual kader putri dengan berbagai kegiatan. Seperti pelatihan dan sekolah-sekolah yang nantinya membekali kualitas intelektual kader putri sehingga mampu bersaing di era globalisasi ini. Penanaman nilai feminitas dan keislaman kepada kader putri agar arah gerakan dan pemikiran serta sifat kader menjadi feminim dan muslimah.

C.    Strategi dan Pola Rekrutmen
Strategi dan pola rekrutmen disini dititik beratkan pada bagaimana cara menyampaikan informasi dan mempromosikan PMII sebagai organisasi ideal untuk beraktualisasi diri. Strategi dan pola rekrutmen kader putri tidak bisa dibedakan dari strategi dan pola rekrutmen yang dilakukan oleh PMII. Rekrutmen dilakukan dengan berbagai cara untuk meyakinkan calon anggota untuk ikut mendaftarkan diri di PMII.
Ragam Staregi dan pola rekrutmen yang bisa dilakukan antara lain:
1.      pemfiguran sahabat/i yang menjadi stake holder pada lokus masing-masing dalam hal ini intra atau ektra kampus.
2.      Pendekatan personal sangat perlu dilakukan mengingat perbedaan karakter antara kader putra dan kader putri, pendekatan ini dapat dilakukan dengan cara memasuki lini-lini fakultatif, pendampingan personal lewat jalur fakultatif akan menjadi hal urgen dilakukan.
3.      Menjaring anggota atau kader melalui organisasi alumni sekolah/ alumni pondok pesantren/ organisasi kedaerahan.
4.      Penyebaran pamflet atau leaflet di kampus perlu dilakukan untuk menarik minat kader putri, dapat dilakukan  dengan menampilkan hal-hal yang menarik dan topik yang dapat memasuki dunia hedonis perempuan.
Strategi dan pola rekruitmen ini tidak bisa bersifat mutlak. Bisa dilakukan inovasi dan pengembangan konsep strategi dan pola rekrutmen sesuai dengan karakter calon anggota yang menjadi target anggota yang akan direkrut.

D.    Strategi Pendampingan
Pendampingan adalah pola kaderisasi yang simpel tapi terkesan rumit, berlatar belakang rumit dan variatifnya sifat kader putri di setiap Rayon atau Komisariat juga membuat pola kaderisasi menjadi variatif sesuai dengan lokus masing-masing. Dari sini perlu ada formulasi baru terkait strategi pendampingan yang harus dilakukan dalam rangka kaderisasi kader putri, diantaranya: Pertama, pendampingan skill kader dengan cara mengetahui minat kader dan mewadahi skill. Kedua, mengetahui hoby kader, dengan mengadakan kegiatan yang menjadi salah satu hoby kader yang bertujuan unutk merekatkan emosional kader, sepeti berenang dan olahraga. Ketiga, memasuki lini fakultatif dengan pendekatan personal yang nantinya akan membantu kader dalam fakultatif dan tetap dapat berperan aktif dalam PMII, seperti adanya study club. Keempat, pola kegiatan yang bersifat serius dan tidak banyak menarik minat kader putri dapat dirubah atau dibumbui dengan hal-hal yang menyenangkan dan topik yang segar agar kejenuhan yang dialami kader dapat berkurang.



E.     Pekaderan Formal, Non Formal, dan Informal
Sebagaimana dalam PMII sistem pengkaderan yang bisa didikuti oleh anggota terdiri dari tiga macam pola pengkaderan, yakni pengkaderan formal, Nonformal dan informal. Sama halnya dengan KOPRI sebagai Bagian dri proses pengkaderan  Putri melalui tiga sistem pengkaderan ini. Karena dirasa perlu terkait isu-isu gender dan keperempuanan yang memastikan kader putri memerlukan pengkaderan tambahanm oleh karena itu dalam sistem pengkaderan formal, non formal, dan informal ada bentuk model pengkaderan tambahan. Selsnjutnys dibahas sebagai berikut:
1.      Formal (Mapaba, PKD, PKL)
Pengkaderan formal PMII terdiri dari tiga jenjang, yaitu MAPABA, PKD, dan PKL.  Dalam jenjang pengkaderan ini terdapat materi-materi yang disampaikan. Untuk menguatkan pengetahuan dan mental kader putri, apabila dirasa perlu menambahkan materi-materi di setiap level pengkaderan formal. Materi-materi tambahannya sebagai berikut:
Jenjang Pengkaderan
Materi
Sub-Materi
Tujuan
MAPABA
Studi Gender dan Kelembagaan KOPRI
-          Konsep Gender dan Seksualitas





-          Bentuk-bentuk ketidak adilan Gender



-          Kesetaraan dan Keadilan Gender


-          kelembagaan KOPRI (Sejarah, Keorganisasian, NKK, Panca Norma KOPRI)
-          Mengetahui Konsep Gender dan seksuaitas sehngga bisa membedakan pemahaman Gender dan seksualitas
-          Mengetahui dan memahami bentu-bentuk ketidak adilan gender di masyarakat
-          Mengetahui dan memahami konsep kesetaraan dan keadilan gender
-          Mengetahui kelembagaan KOPRI dari segi keorganisasian, Nilai Kader KOPRi, dan Panca Norma KOPRI
PKD
Analisis Gender dan Strategi Gerakan KOPRI
-          Analisis Gender Gerakan Perempuan

-          Teknik Analisis Gender





-          Strategi Gerakan KOPRI
-          Mengetahui kaitan analisis gender dengan gerakan perempuan
-          Mengetahui dan memahami teknik analisis gender dan gerakan Perempuan
-          Mengetahui dan memahami strategi gerakan KOPRI dalam rangka pengembangan Kader Putri
PKL
Membedah PMII perspektif Gender
-    Gender dalam PMII
-    Gender dalam Nilai Dasar Pergerakan
-    Gender perspektif ASWAJA
-    Gender dan Gerakan KOPRI
-    Peserta mampu memahami Hak, ruang , dan tingkat partisiipasi peran perempuan dalam pengembangan Organisasi PMII, peserta juga di harapkan membaca konstruksi ideologi gender dalam membentuk kesetaraan  pola aktifitas organisasi PMII.


2.      Non Formal  
Pengkaderan non formal diselenggarakan setelah mengikuti pengkaderan formal. Tujuan dari pengkaderan formal ini adalah untuk membekali kader ditiap level pngkaderan dengan kompetensi-kompetensi yang sesuai sesuai level yang telah diikuti. Setiap level pengkaderan formal di PMII telah dirumuskan sejumlah pelatihan-pelatihan untuk mendukung poensi kader.
Selain bisa mengikuti pengkaderan non formal yang diselenggarakan PMII, kader putri juga bisa mengikuti pengkaderan non formal yang diselenggarakan khusus untuk pengembangan kader putri. Pengkaderan non formal ini terdiri dari 3 pelatihan yang disesuaikan setiap level pengkaderan yaitu SKP (Sekolah kader putri)I, SKP II, dan SKK (sekolah Kader KOPRI). Level pengkadran non formal ini memiliki output dan tujuan untuk membentu kader putri yang sesuai dengan tujuan PMII.
                I.        Sekolah Kader Putri (SKP) I
Sekolah Kader Putri I ini dilaksanakan oleh pengurus rayon atau pengurus komisariat. Target peserta adalah kader putri yang telah mengikuti  minimal pengkaderan setingkat MAPABA. Output dari SKP I ini ditekankan pada proses penyadaran berbasis gender, penguatan mental organisasi kader putri, dan proses internalisasi nilai kader KOPRI. Berikut materi-materi yang dapat di berikan dalam SKP I:
Materi-Materi
Sub-sub Materi
Tujuan
ü  Analisa Diri
ü  Konsep dan sejarah manusia

ü  Perempuan dalam masyarakat

ü  Psikologi perempuan
ü Mengetahui konsep dan terciptanya manusia dengan segala hak dan kewajibannya
ü Mengetahui dan memahami posisi dan peran perempuan dalam masyarakat
ü Mengetahui dan memahami aspek mental perempuan
ü  Konsep Gender dan Seks
ü  Pengertian gender dan seks serta perbedaan diatara keduanya
ü  Sejarah perjuangan kesetaraan dan keadilan gender
ü  Mengetahui dan memahami pengertian (bahasa dan istilah) seks , serta perbedaan dan gender
ü  Mengetahui dan memahami sejarah peruangan kesetaraan dan keadilan gender
ü  Gender Multiperspektif (Agama, Sosial, Hukum, Politic, Budaya)

ü  Aspek gender dalam berbagai perspektif

ü  Mainstreaming gender dalam berbagai perspektif
ü Mengetahui dan memahami aspek gender dalam berbagai perspektif
ü Mengetahui dan memahami mainstreaming gender dalam berbagai perspektif
ü Gender dan Feminisme
ü  Hubungan gender dan feminisme
ü  Sejarah dan aliran feminism
ü Mengetahui dan memahami hubungan gender dan feminisme
ü Mengetahui dan memahami sejarah dan aliran feminisme
ü Studi KOPRI (Sejarah, Keorganisasia, NKK dan Panca Norma KOPRI
ü  Sejarah terbentuknya KOPRI

ü  Keorganisasian KOPRI


ü  NKK dan Panca Norma KOPRI
ü Mengetahui dan memahami sejarah KOPRI
ü Mengetahui dan memahami mekanisme keorganisasian KOPRI
ü Mengetahui dan memahami serta untuk selanjutnya bisa menginternalisasi NKK dan Panca Norma KOPRI

      II.     Sekolah Kader Putri (SKP II)
Sekolah Kader Putri II ini dilaksanakan oleh pengurus komisariat. Target peserta adalah kader putri yang telah mengikuti  minimal pengkaderan setingkat PKD. Output dari SKP II ini ditekankan peningkatan kapasitas dan pengetahuan kader putri. Berikut materi-materi yang dapat di berikan dalam SKP II:
Materi-Materi
Sub-sub Materi
Tujuan
Ø Manajemen Organisasi
Ø  Pengertian organisasi dan managemen organisasi
Ø   Teori-teori manajemen organisasi
Ø  Perilaku organisasi dan perencanaan program
Ø  Manajemen Organisasi KOPRI
Ø  Mengetahui dan memahami pengertian organisasi dan managemen organisasi
Ø  Mengetahui dan memahami teori-teori organisasi
Ø  Mengetahui dan memahamiperilaku organisasi serta managemen organisasi
Ø Analisis kebijakan publik dan Study Advokasi
Ø  Pengertian analisis kebijakan publik
Ø  Teknik analisis kebijakan publik
Ø  Pengertian advokasi
Ø  Tahap-tahap advokasi kebijakan publik
Ø  Mengetahui dan memahami analisis kebijakan publik, serta teknik dan tahap-tahap advokasi kebujakan public
Ø Public Speaking
Ø  Pengertian public speaking
Ø  Teknik public speaking
Ø  Etika publik speaking
Ø  Mengerti dan memahami pengertian, teknik dan etika publik speaking
Ø Gerakan Perempuan Islam
Ø  Sejarah gerakan Islam
Ø  Gerakan perempuan perspektif alquran dan al-hadits
Ø  Mengetahui dan memahami sejarah gerakan islam serta gerakan perempuan perspektif alquran dan al-hadits

      III.       Sekolah  Kader KOPRI (SKK)
Sekolah Kader KOPRI ini diselenggarakan oleh Pengurus Cabang. Terget peserta dari SKK ini adalah Kader putri yang telah mengikuti SKP II. Pelaksanaan SKK sebelum atau sesudah PKL. Output dari SKK ini ditekankan pada terbentuknya kader putri yang memiliki mental pemimpin dan menjunjung tinggi profesionalisme. Berikut materi-materi yang diberikan dalam SKK:
Materi-materi
Sub-sub Materi
Tujuan
v  Kepemimpinan Perempuan
v  Pengantar kepemimpinan
v  Tipe-tipe kepemimpinan
v  Kepemimpinan perempuan
v  Kepemimpinan perempuan dalam Islam
v  Mengerti dan memahami tipe-tipe kepemimpinan perempuan serta kepemimpinan perempuan dalam Islam
v  Gender Budgeting
v  Pengantar Gender budgeting dan Anggaran Responsif Gender (ARG)
v  Tujuan ARG
v  Prasyarat pengintegrasian gender
v  Pengalokasian anggaran
v Mengerti dan memahami terkait anggaran responsif gender serta tujuannya.
v  Mengerti dan memahami Prasyarat pengintegrasian gender serta pengalokasian anggaran
v  Legal Drafting
v  Pengantar legal drafting
v  Prinsip-prinsip legal drafting
v  Teknik pembuatan peraturan
Mengerti dan memahami legal drafting, prinsip-prinsip serta teknik pembuatan peraturan
v  Strategi Pengembangan KOPRI
v  Analisis SWOT
v  Analisis medan
v  Teknik peningkatkan pengorganisasian KOPRI
Memahami analisis SWOT dan analisis medan, serta teknik peningkatan pengorganisasian KOPRI
v  Teknik Lobbying dan Penguatan jaringan
v  Pengertian negosisi dan lobby
v  Tahapan-tahapan dalam negosiasi dan lobby
v  Perhitungan dalam lobby
v  Teknik kerjasama dan konfrontasi
Mengerti dan memahami pengertian, tahapan-tahapan, dan perhitungan dalam negosiasi dan lobby.
Peserta dapat melakukan kerjasama dan konfrontasi

3.      Pengkaderan Informal
Selain pengkaderan formal dan non formal, ada pengkaderan informal yang bisa dilaksanakan. Pelaksanaan pengkaderan informal ini setelah pengkaderan formal dan bersamaan dengan dilaksanakannya pengkaderan non formal.
Tujuan dari pengkadran informal ini adalah untuk membiasakan kader dengan misi, tugas, tanggung jawab dan situasi serta kondisi keorganisasian. Selain itu, pengkaderan informal memiliki manfaat untuk menumbuhkan atau mengasah naluri dan nalar berorganisasi PMII. Dalam kaitannya dengan pengkaderan formal dan sistem pengkaderan secara umum, pengkaderan informal berfungsi untuk mempraktikkan apa yang telah didapat dalam pengkaderan formal dan mengendapkan pengalaman bagi pengalaman pengkaderan formal berikutnya. (Multi Level Strategi Gerakan PMII, Hal:66).
Pengkaderan informal dalam modul KOPRI ini secara umum sama dengan ragam kegiatan pegkaderan informal yang telah ada di PMII. Akan tetapi ada beberapa kegiatan-kegiatan yang lebih spesifik untuk mengasah dan menjaga ritme keaktifan organisasi kader putri. Kegiatan-kegiatannya bersifat pendekatan emosional dan partisipatif kader putri. Pemberian penguatan-penguatan psikis kader putri untuk menjaga konsistensi berorganisasi kader putri. Berikut ragam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam  rangka pengkaderan informal:
1.      Selalu mengundang dan mengajak kader putri dalam diskusi-diskusi yang diselennggarakan PMII dan KOPRI.
2.      Melibatkan anggota/kader putri dalam kepanitiaan acara yang diselenggarakan oleh PMII dan KOPRI.
3.      Selalu megundang dan mengajak anggota dan kader putri dalam agenda-agenda publik (demonstrasi, bakti sosial, study banding, dan lain-lain)
4.      Membentuk kelompok-kelompok diskusi, minat, dan bakat (pecinta alam, kelompok seni-sastra, dan lain-lain)  sesuai dengan kebutuhan anggota/ kader putri.
5.      Mendatangi anggota/kader putri baik ke kos atau kekampus, atau bahkan bahkan dirumahnya mengajak diskusi ringan, merangsang untuk menjaga onsistensi di PMII
6.      Mengajak anggota/kader putri mengunjungi PMII Cabang atau komisariat lain baik dalam suatu acara tertentu atau hanya silaturahim.
7.      Mendorong dan memantau aggota/kader putri untuk terlibat dalam kepanitiaan acara-acara yang diselenggarakan oleh kampus
8.      Mendorong dan memantau anggota/kader putri untuk terlibat diorganisasi-organisasi intra kampus (HMJ, UKM, BEM)
9.      Mendelegasikan anggota/ kader putri dengan tetap mendamping dalam diskusi atau kegiatan yang diadakan oleh organisasi lain.
10.  Memberikan tugas-tugas pada anggota/kader putri untuk menyelenggarakan kegiatan lengkap dengan kepanitiaannya (bazar buku, bakti sosial, donor darah, bedah buku, seminar dll).
11.  Memberikan tugas-tugas khusus pada anggota/kader seperti menggali informasi, menyebarkan opini di luar PMII.
Sifat dari kegiatan ini tidak mutlak dilakukan untuk kader putri. Setiap level bisa dilakukan inovasi model kegiatan pengkaderan informal sesuai dengan kebutuhan kader putri.




















BAB IV
GERAKAN KOPRI

A.      Strategi Gerakan KOPRI
Berulang kali KOPRI mengalami pasang surut dalam perjalanannya ini disebabkan oleh tingkat kebutuhan kader putri PMII sendiri tetapi semua gerakan itu tidak lepas dari tujuan KOPRI yang berisi terbentuknya pribadi muslimah Indonesia yang berbudi luhur, berilmu dan bertaqwa kepada Allah SWT, cakap serta bertanggungjawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya menuju masyarakat Pancasila. Untuk menemukan strategi yang tepat untuk gerakan KOPRI di lingkungan Cabang PMII Kota Malang maka terlebih dahulu menginjak pada kerangka strateginya.
Pertama, Berdasarkan kemampuannya bergerak maka PMII hanya bisa menempatkan dirinya di dua titik. Pertama, transformasi pengetahuan ke kader dan masyarakat. Kedua melakukan advokasi baik sendirian maupun melalui jejaring yang potensial atau yang telah dimiliki oleh PMII(Winarno, 2011), hal ini juga berlaku pada KOPRI.
Sebagai strateginya, KOPRI harus memulai memaksimalkan dua titik posisi ini. Titik yang pertama transformasi pengetahuan ke kader dan masyarakat bisa berjalan. Salah satu jalan misalnya dengan membuat grup diskusi kecil yang mengkaji ilmu pengetahuan apa pun atau penerbitan tulisan. Sebagai pilihan bahan kajian bisa menyesuaikan apa yang diinginkan untuk dikaji bersama, seperti teori tentang hak-hak dasar manusia, kesehatan dan hak reproduksi perempuan, bahkan bisa jadi tentang perempuan dan politik atau bisa yang lainnya. Setelah grup diskusi kecil ini bisa berjalan dengan baik, maka banyak ilmu yang dimiliki oleh kader dengan demikian barulah proses transformasi selanjutnya yaitu pada masyarakat terutama kaum perempuan karena masih banyak kaum perempuan di luar sana masih membutuhkan pengetahuan yang tidak biasanya mereka dengar padahal sangat dibutuhkan dan terkadang masih ada yang belum bisa baca tulis. Proses transformasi ini bisa melalui sosialisasi atau pun kelompok belajar bagi kaum perempuan yang membutuhkan (kaum perempuan di pedesaan). Untuk titik kedua yaitu melalui advokasi. Setelah titik yang pertama bisa berjalan, maka jalan untuk titik yang kedua akan terbuka dengan sendirinya karena dengan berinteraksi dalam proses transformasi tadi, maka akan banyak hal yang muncul dan perlu adanya advokasi seperti dalam hal pendidikan, khususnya pendidikan perempuan yang tidak bisa baca tulis karena ini bisa berdampak pada kemiskinan.
Kedua, KOPRI harus mempunyai alas untuk berpijak sebagai gerakannya. Seperti berpijak pada Millenium Development Goals (MDG’s) dan kebijakan-kebijakan pemerintah pusat atau daerah tentang pengarusutamaan gender agar terciptanya kesejahteraan masyarakat khususnya kaum perempuan dan anak. Selama ini KOPRI Cabang Kota Malang masih belum menyentuh lahan di luar, untuk itu mari kita membuka mata kita karena lingkungan sekitar kita butuh akan uluran tangan. Sebaiknya KOPRI bisa memilih salah satu isu sebagai focus gerakannya agar eksistensi KOPRI bisa dirasakan oleh masyarakat dan sebagai lahan belajar. 
Setelah bisa ditentukan fokus isunya maka barulah bisa ditentukan rencana aksi serta rumusan strategi dengan melakukan SWOT dan tentunya pilihan gerakannya yaitu dengan lobby, aksi, dan berjejaring dengan elemen-elemen Negara atau LSM, Ormas untuk memperkuat gerak. 
     
B.       Penguatan Jaringan
Sebagai organisasi, KOPRI berusaha melakukan penguatan jaringan yang bersifat internal maupun eksternal. Dampaknya sangat besar sekali ketika jaringan ini tidak kuat karena bisa menghambat gerak KOPRI ke depan yang tidak hanya untuk pemberdayaan kader putri PMII sendiri tetapi perempuan-perempuan Indonesia lainnya. Tanpa berjejaring, KOPRI tidak akan dikenal dan tidak akan bisa mendapatkan kepercayaan dari masyarakat serta tidak bisa bekerjasama untuk mewujudkan kesejahteraan perempuan Indonesia.
Jaringan-jaringan yang dimaksudkan yaitu:
1.    Jaringan Internal
Jaringan internal PMII yaitu lembaga-lembaga yang berada di bawah PMII serta jaringan alumni PMII. 
2.    Jaringan Eksternal
Jaringan eksternal yaitu lembaga-lembaga yang berada di luar PMII. Seperti halnya lembaga-lembaga birokrasi atau organisasi masyarakat yang bergerak di bidang perempuan atau bahkan media. 

BAB V
PENUTUP

Dalam perjalannya KOPRI mengalami pasang surut, sejarah mencatat KOPRI lahir kemudian dibekukan hingga lahir kembali dengan proses yang panjang. Diluar polemik bahwa KOPRI harus otonom dan semi otonom  hal yang paling mendasar untuk dibenahi adalah sistem pengkaderan dan gerakan KOPRI. Dalam hal pengkaderan mengembangan dan penguatan kapasitas intelektual kader putri harus dimaksimalkan dengan tahap pendidikan berjenjang seperti pengkaderan formal, non formal dan informal. Pematangan kapasitas intelektual harus ditekankan tidak hanya pada pendidikan formal atau informal saja tetapi juga harus ada kesadaran bagi KOPRI untuk membangun pola pikir dan pola komunikasi yang baik.
Strategi gerakan harus dirumuskan dengan baik agar penguatan jaringan di internal dan ekternal KOPRI lebih maksimal. KOPRI harus pandai dalam analisa diri dan analisa sosial terkait segala bentuk analisis SWOT. KOPRI seharusnya tidak hanya berkutat pada masalah internal yang sampai hari ini masih menjadi permasalahan permanent, sudah saatnya KOPRI mengawal gerakan isu-isu perempuan, pendidikan, dan kemiskinan. Dan mampu menjadi stake holder dalam lini-lini bangsa.
Modul ini adalah rujukan mendasar untuk sistem pengkaderan dan gerakan KOPRI, dalam pengawalannya diharapkan dapat diterapkan kesemua lini KOPRI kususnya rayon, komisariat, dan cabang. Output yang diharapkan adalah kader KOPRI yang cerdas intelektual, sikap, dan gerakan yang feminim. KOPRI nantinya mampu menjadi aktor, pemimpin, dan stake holder dimanapun kader putri berkutat nantinya setelah proses panjang di PMII.









DAFTAR PUSTAKA

AD/ART PMII
Hasil MUSPIMNAS 2009 Manado
Hasil MUSPIMCAB Kota Malang 2012
Alfas, Fauzan. 1993. Buku Pedoman Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Malang: Untuk kalangan sendiri.
Winarno, Dwi. 2011. Catatan Pergerakan.
Bafaqih, Hikmah. Sejarah Gerakan Perempuan. www.averroes.or.id
Mansour Fakih. 2001. Analisis Gender & Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Modul PKD XVIII. 2012. Berfikir Kritis Dengan Semangat Intelektualitas Tanpa Batas. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Rayon Kawah Chondrodimuko Fakultas Tarbiyah Komisariat Sunan Ampel Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Malang : Gempar PMII “Kawah” Chondrodimuko
Eka Azwin Lubis. Mahasiswa, Antara Peran dan Tanggung Jawab. www.kompasiana.com. Diakses pada May, 8th 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar